Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

14 Okt 2024

Pekan Ufologi dan Antariksa #2

Pekan Ufologi dan Antariksa #2 berlangsung tanggal 5 dan 6 Oktober 2024 dalam rangka ikut memeriahkan World Space Week (4 – 10 Oktober 2024). Kegiatan diselenggarakan di Monument UFO/Crop Circle, yang terletak di Suru Pitoe, Berbah, Sleman, Yogyakarta. 


Acara ini merupakan acara tahunan, yang pertama diadakan di tempat yang sama, namun ada berbagai kegiatan yang berbeda dari sebelumnya. Konsep pameran menampilkan karya lukisan dan diorama yang dari bahan bekas.  Respon pengunjung, antusias untuk diadakan terus tahun depan dengan menyelenggarakan acara yang lebih beragam. Ada model pesawat antariksa karya Eliyyah Srirachma, 10 tahun, siswi Kidsland Penagreen Internasional School, Solo, Jawa Tengah, kelas Primary 3. Membuat model pesawat luar angkasa untuk mengangkut penumpang antar planet. Materinya dari barang bekas, seperti botol, boks kacamata, botol minuman yang sudah tidak terpakai.

Eliyyah Srirachma

Kali ini selain ada Lomba Mewarnai yang diikuti oleh sekitar 40 anak-anak TK dan PAUD, ada juga pameran lukisan, diorama dan papercraft bertemakan UFO dan antariksa. Vito Pranaya, siswa SMPN2 dari Surabaya ikut memamerkan karya papercraftnya berupa pesawat Apollo yang mendarat di Bulan. 

Acara juga dimeriahkan dengan adanya peluncuran roket air dari Griya Antariksa. Memperkenalkan cara kerja roket kepada anak-anak untuk menumbuhkan minat akan sain dan antariksa. Selain itu, Hangno Hartono dari Omah Budaya Kahangnan memberikan workshop cara membuat wayang alien dari berbagai bahan daur ulang. 


Orang tua peserta antusias mengantarkan putra putrinya mengikuti lomba mewarnai yang diselenggarakan mulai jam 7 pagi hingga tengah hari. Peserta yang hadir diperkirakan sekitar 120 orang. Ada sekitar hampir 50 anak yang hadir. Orang yang dewasa sekitar 70 orang. Rentang usia mulai dari 3 hingga 6 tahun yang mengikuti lomba, dan sekitar 15-50 tahun yang hadir di acara tersebut melihat berlangsungnya lomba, workshop peluncuran roket air serta diskusi . Setelah lomba mewarnai selesai, diadakan acara diskusi santai membahas tema UFO.  Peserta yang hadir ada dari Temanggung, Solo hingga Surabaya. 

12 Okt 2024

Memperoleh penghargaan dari Betaufo Indonesia

Dalam rangka ulang tahun Betaufo Indonesia ke-27, diadakan acara pertemuan di Surabaya, dan saya menjadi salah satu nara sumber. Topik utamanya adalah Inter Space Dimensional. Saya mempresentasikan tentang Entitas Interdimensi. 

Setelah acara diskusi selesai, ada satu kejutan dari mas Mohammad Reza Wardhana, Ketua Betaufo Indonesia, yakni tiba-tiba memberi sebuah penghargaan kepada saya. Terima kasih banyak atas apresiasi yang diberikan, semoga Betaufo Indonesia di usianya yg ke 27 tahun ini, makin sukses dan terus berjaya.







2 Okt 2023

PEKAN UFOLOGI DAN ANTARIKSA



Tanggal 9 - 16 Oktober 2023, akan ada acara PEKAN UFOLOGI DAN ANTARIKSA. Acara ini berlangsung selama seminggu, ada pameran karya seni yang pernah saya buat. Selain itu ada acara yang bakal meriah yaitu lomba mewarnai untuk anak-anak PAUD dan TK bertemakan UFO dan antariksa. Informasi dari pihak venue, yang ikut nanti bisa lebih dari 400 anak. Semoga itu benar bisa terwujud. Kemudian juga kita mengadakan seminar UFO, membahas tentang Remote Viewing. Ini tentang menggunakan terawangan dalam mencari UFO. Kita juga akan bincang-bincang tentang crop circle, terutama dengan teman-teman yang dulu di tahun 2011 telah terjun langsung ke lokasi crop circle. Di sela acara nanti juga ada rilis buku saya yang baru, yang berjudul Ufologi Refleksi Pencarian dan Investigasi UFO (14 Okt). Oh ya, setelah lomba mewarnai, mas Hangno juga akan menggelar wayang alien.

Lokasi acaranya ada di Monumen UFO / Crop Circle, Berbah, Yogyakarta. Nantinya, untuk pameran, ada sekitar 20-25 karya saya yang akan dipamerkan. Untuk lomba mewarnai ada dua kategori, yaitu PAUD dan TK, masing-masing ada juara 1, 2 dan 3 serta mendapat hadiah trophy, uang tunai dan sertifikat. Untuk hadiah uang tunainya sudah diatur dan akan disediakan oleh pihak yang memiliki tempat. Untuk trophy adalah dari komunitas UFO. Monumen UFO / Crop Circle ini bertempat di Kedai Suru Pitoe, jadi di sana memang sekaligus merupakan tempat wisata kuliner dengan masakan serta minuman yang mantab. Saya sudah beberapa kali ke sana. Selama acara ini nantinya juga akan ada penjualan buku dan juga mungkin kaos UFO, 



16 Feb 2020

UFO fans in Indonesia on why extraterrestrial life should be taken seriously in a country wedded to the occult

Members of Beta-UFO Indonesia, the country’s biggest online UFO enthusiast community, with 13,000 active Facebook group members. Most Indonesians are more likely to ascribe unexplained phenomena to the occult than to extraterrestrial beings.






Lifestyle 

Sunday, 16 February 2020

UFO fans in Indonesia on why extraterrestrial life should be taken seriously in a country wedded to the occult

  • Just 13,000 strong, Indonesian Facebook group of believers in alien life, Beta-UFO, are up against a widespread belief in ghosts in nation of 265 million
  • They talk about what convinces them UFOs exist, and why Indonesia should take them seriously and launch its own space programme to investigate further



Dino Michael has spent a lot of time looking up at the stars in the night sky, ruminating on the possibilities of life out there. If there were extraterrestrial life forms, what would they look like? What would they be doing? And, maybe most importantly, when would they make contact with humans?
“Then I thought, maybe they already did and we just didn’t realise it. After all, there are historical notes that indicate this is the case,” he muses.
Michael, a 49-year-old Indonesian office worker, is a UFO enthusiast.
While it remains a niche interest, research into unidentified flying objects has been slowly evolving from a nerdy pastime into a phenomenon that is being examined closely by scientists.

Indonesians interested in UFOs, like Michael, are likely to be followers of Beta-UFO, the largest online UFO enthusiast community in the Southeast Asian country with more than 13,000 active Facebook group members. Beta stands for Benda Terbang Aneh (Indonesian for unidentified flying objects).

Members report mysterious sightings in the night sky and discuss extraterrestrial-related topics, such as foo fighters (not the rock band, but a second world war term for mysterious aerial phenomena) and plans by the American space agency Nasa and its associates, including the Artemis programme’s aim to send 13 astronauts to Mars.

Beta-UFO members believe it is time to take the possibility of extraterrestrial life seriously.
“We live in a time where many countries, such as China and India, are focused on space exploration, including the possibility of life out there,” says Michael, who thinks Indonesia needs to play a part too.
The Beta-UFO group, initially established in 1997 as a mailing list, has seen Indonesian interest in UFOs expand over the last two decades. Since its inception, founder Nur Agustinus has worked to bring UFOs into mainstream conversation. His community has published fanzines dedicated to UFOs, conducted surveys and held regular gatherings and seminars where senior members of the group pass on their knowledge to a younger generation.
Children of BETA-UFO research group members look through a telescope at a recent meet-up.
Beta-UFO members actively blog and vlog on YouTube. The group’s website, betaufo.org, includes an exhaustive list of hundreds of UFO sightings around Indonesia, from 1883 until the present.
Despite members’ enthusiasm, their 265 million fellow Indonesians remain largely indifferent to UFOs. They take more of an interest in equally mysterious matters – the occult.
“Indonesians are often sceptical [about UFOs and aliens], not because of scientific reasoning but because they are more inclined to think that any unexplained happening must involve the mystical,” says Agustinus, who is a psychologist. “For them, it is easier to believe in ghosts.”
As well as diligently posting updates and answering queries on the community’s Facebook page and website, Agustinus, 53, still frequently blogs about his passion. He says he is enamoured with the idea that other beings exist in space, and that unknown extraterrestrials will one day reach out to humans.

He says he got hooked on the notion of alien contact when he read a 1978 Indonesian newspaper article that encouraged him to read books by Desmond Leslie and George Adamski, who jointly wrote Flying Saucers Have Landed. That book, published in 1953, “was a very intriguing and extraordinary read for me at the time”, Agustinus recalls. He acknowledges that most investigators have since concluded Adamski, an American who purported to have travelled on alien spacecraft, was a con artist.

"To seek intelligent life beyond us, if we are serious about it, will benefit Indonesia. It will encourage us to engineer spacecraft of our own, and to dive deeper into scientific and technological studies," Dino Michael, 49, UFO enthusiast

Beta-UFO group founder Nur Agustinus gives a lecture about the community in Malang
The psychologist became engrossed in the idea of alien visitors after reading Swiss writer Erich von Daniken’s popular book Chariots of the Gods? Unsolved Mysteries of the Past. The bestseller posited that the technologies and religions of ancient civilisations were actually brought to Earth by extraterrestrial visitors, who were believed by our ancestors to be gods.
Published in 1968, Chariots was popular for a long time, selling millions of copies in numerous languages and spawning sequels from the prolific Von Daniken, including The Gods Were Astronauts and The Gods Never Left Us. But the writer’s premise has now been dismissed by many academic experts and his so-called proof discredited as fraudulent.
Even so, the influence of the original Chariots book is still sporadically seen in science fiction – most recently in the 2012 blockbuster film Prometheus, directed by Ridley Scott.

Agustinus has also read the work of English astronomy science writer and UFO sceptic Ian Ridpath, who wrote the 1988 book Star Tales, among other scientific works.
Far from being a cult or simply a hobby collective, Agustinus’s Beta-UFO community includes members driven to proving that an interest in worlds beyond the Earth can be both credible and worthwhile. The impetus for these members isn’t mere curiosity, but the chance to help their country progress scientifically.
“To seek intelligent life beyond us, if we are serious about it, will benefit Indonesia,” says Michael. “It will encourage us to engineer spacecraft of our own, and to dive deeper into scientific and technological studies.”

For instance, he believes the planet Saturn’s largest moon, Titan, has enormous potential for human settlement and that further investigation is urgently needed. Many Indonesian scientists, he adds, are already assisting with this sort of high-level scientific work around the world.
“A lot of our people abroad are involved in important physics discoveries such as work on quarks and the Higgs boson particle,” he says.
Anugerah Sentot Sudono is a senior Beta-UFO member who has been part of the community since its early days. He says the development of scientific knowledge is integral to the study of UFOs.

An IT learning development manager, Anugerah has expanded his interest in UFOs and outer space into related subjects in the fields of humanity, astronomy, biology, physics, geology and palaeontology. Like many of his fellow space enthusiasts, he says he is obsessed with books on these subjects and always keen to learn more. An avid collector of UFO and alien literature, he often resorts to photocopying articles if he cannot buy the publications.
Senior members of Beta-UFO are fascinated by the philosophical questions surrounding the possibility of extraterrestrial existence. Anugerah says these questions are deep and difficult, and they awaken musings on the nature of the human race, where humanity is heading in the vast expanse of the universe, how humans might deal with alien beings, and the potential for either immense leaps forward or utter disaster.
They are questions that he has been exploring since 1990, the year he says he first saw a UFO with his own eyes.

“It was June or July in Bogor [a city in West Java] around midnight,” he says. “I was there for my high-school farewell party. Our class was staying at a house there in the hilly area. I fell asleep but was awakened for some reason. I went outside and saw a bright, white, oval-shaped object slowly manoeuvring downwards.
“It was not the moon because the moon was on the other side. Three of my friends and myself stared at it for about five minutes before it flew off and disappeared on the other side of the hill.”
Anugerah says he has not been blinded by his experience despite his enduring personal interest in UFOs. He describes it an “anti-mainstream” interest and readily admits that a lot of UFO research is “pseudo science” at worst, and “debatable” at best. “You cannot force someone to start getting into this,” he says.

For his part, Michael says that on the balance of probabilities, it does not seem as though humans are alone in the universe.
“These extraterrestrial beings appear to be very intelligent,” he says, explaining that his conclusion is drawn from the many books and articles he has read and the documentaries he has watched on the subject.
“We can learn a lot from them, especially about their technological capabilities. If we can overcome all of the barriers, then we will be ready to look for aliens in the 21st century – right alongside all the other countries that have gone to space before us.”

* * *

Marcel is a Jakarta-based journalist and writer who covers everything from culture, lifestyle, to business for the Nikkei Asian Review, Rolling Stone, VICE, The Jakarta Post, and more.








13 Apr 2018

Seminar Cosmic Contact

Registrasi online: goo.gl/hiFbrZ 

COSMIC CONTACT
Past, Present & Future

BETA-UFO Mini Seminar
13 Mei 2018, jam 9:00 - 12.30 WIB
Malioboro Inn Solo
Jl. Dr.Radjiman No 515
Laweyan, Surakarta

Host:
Mohammad Reza Wardhana
Professional Writer and UFO Observer

Nur Agustinus
Founder BETA-UFO Indonesia

Free, terbatas untuk 40 orang
Registrasi online: goo.gl/hiFbrZ
CP: Ipang, WA: 0812-2929-3665




Rundown acara tanggal 13 Mei 2018

08.30 - 09.00    Registrasi ulang + coffee break   
(30 menit)   

09.00 - 09.15    Pembukaan   
(15 menit)   

09.15 - 10.00    Pembicara 1
(45 menit)

10.00 - 10.45    Pembicara 2
(45 menit)

10.45 - 12.15    Sharing, diskusi dan tanya jawab
(90 menit)

12.15 - 12.30    Penutupan
(15 menit)

23 Des 2017

Peluncuran SpaceX Falcon 9 dikira UFO

Mungkin akan ramai di media sosial mengenai penampakan di langit spt digambar. Itu BUKAN pesawat alien (UFO) atau tanda mau kiamat, akan tapi itu adalah peluncuran roket SpaceX Falcon 9.






Klik https://youtu.be/uVwKNA-L2-A




1 Agu 2017

International SETI Conference #2


Pada tanggal 29 Juli 2017, Indonesia Space Science Society (ISSS), IFI LIP Yogyakarta, HONF Foundation, dan v.u.f.o.c.  menyelenggarakan sebuah acara International SETI Conference #2. Acara tahunan ini adalah yang keduayang juga diselenggarakan di Yogyakarta. Acara yang bertajuk “Evolution of The Unknown - What is the universe made of?” mengundang partisipan dari berbagai macam bidang seputar sains, seni, astrofisika, astronomi, sains luar angkasa, kemanusiaan, dan bidang lain yang lebih tradisional.

Dalam kesempatan ini juga hadir Ilham Habibie yang menyampaikan tentang tantangan perjalanan antar bintang. Selain itu ada bahasan tentang kosmologi dari Premana W. Permadi dari Bosscha Lembang dan Ferry M. Simatupang dari Astronomi ITB yang memberikan presentasi tentang daerah di alam semesta yang bisa dimungkinkan adanya kehidupan cerdas.  Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astronomy Club juga memberikan penjelasan bagaimana awam juga bisa mempelajari keindahan langit dengan mengamati bintang-bintang.


BETA-UFO menyampaikan tentang fenomena UFO di Indonesia. Presentasi disampaikan oleh Nur Agustinus.  Dari LAPAN hadir juga sebagai nara sumber yakni Gunawan Admiranto, yang menyampaikan tentang kemungkinan kehidupan di luar angkasa serta mengulas tentang fenomena UFO juga.

Turut juga pembicara dari luar negeri  seperti Anurak Chakpor dan Chuangwit Pattama dari Thailand, Yukiko Shikata dari Jepang dan Elizabert tasker dari Inggris. Sebagai moderator ada Venzha Christ dari v.u.f.o.c dan HONF Foundaion, Rene T.A Lysloff (USA) dan A. Sudjud Dartanto dari ISI Yogyakarta.


Memang merupakan tantangan tersendiri jika melakukan perjalanan dengan jarak yang sangat jauh. Selain dibutuhkan teknologi atau teknik yang saat ini masih dalam konsep teori, kesiapan awak juga penting untuk diperhatikan. 


Ada juga bahasan yang menarik mengenai peran sains fiksi sebagai budaya populer, terutama dalam membentuk minat seseorang terhadap sains serta cara berpikir yang lebih terbuka untuk hal-hal baru. Materi tentang ini disampaikan oleh Yuka Narendra, dosen DKV dari Matana University. Pendekatan sains fiksi melalui film juga disampaikan oleh Erianto rachman dari komunitas Star Trek Indonesia. 

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 150 peserta dengan penuh antusias mengikuti mulai jam 10 pagi hingga 8 malam. Di bagian akhir ada Timmy Hartadi dari Turangga Seta yang membahas tentang alam-alam menurut Sastra Jendra Hayuningrat.



Melalui acara ini, nara sumber membagikan pengalaman mengkonfrontir yang “tidak diketahui” dan dampaknya pada budaya dan imajinasi. Menurut pihak penyelenggara, acara ini juga merupakan kesempatan untuk bereksperimen terhadap yang “tidak diketahui”. Sesuatu yang bukan untuk dihindari, namun perlu dikaji bersama dengan semangat keilmuan. 

.

15 Agu 2014

Dilatih UC, TKI Tak Balik ke Hongkong

Jawa Pos, 15 Agustus 2014

Dilatih UC, TKI Tak Balik ke Hongkong


SURABAYA - Universitas Ciputra (UC) melaksanakan pelatihan wirausaha bagi tenaga kerja Indonesia (TKI). Pelatihan kali kedua ini bertujuan agar para TKI bisa sukses berwirausaha selelah bertahun-tahun mengais rezeki di negeri orang.

Kegiatan tersebut berlangsung Selasa hingga Karnis (12-14/8). Direktur Akademik Universitas Ciputra Entrepreneurship Online Nur Agustinus menyatakan, peiatihan itu merupakan salah satu program corporate social responsibility (CSR) UC. Biasanya, saat Lebaran banyakTKI yang pulang kampung. Jadi, UC memberikan kesempatan mereka belajar berwirausaha. Kali inl ada 25 TKI. Rata-rata mereka bekerja di Hongkong.

Mereka menerima beragam materi. Mulai cara mengubah mindset, identifikasi pasar, sampai pengembangan usaha. Selain di kelas, para TKI diajak ke Pasar Tugu Pahlawan untuk melakukan identifikasi pasar.

"Salah satu yang sulit adalah mengubah mindset," papar dosen pengampu mata kuliah social entrepreneurship tersebut. Sebab, selama ini mereka terbiasa berpikir sebagai konsumen.

Setelah pelatihan tiga hari itu, mereka juga menerima kelanjutan lewat pelatihan online selama enam bulan.

Salah seorang TKI yang mengikuti pelatihan saat itu adalah Sujiati. Perempuan 40 tahun asal Madiun tersebut sudah pulang pada Februari. Dia bekerja 10 tahun di Hongkong. Dia juga telah membuka toko sederhana yang menjual kebutuhan sehari-hari di rumahnya. “Sudah selesai kerjanya. Saya ingin berjualan di rumah bersama suami dan anak saja. Usaha saya harus berkembang,” tutumya. (lna/cl9/roz)

17 Jan 2014

3 Masalah Dalam Mengembangkan Wirausaha

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menguraikan tiga masalah yang membuat pengembangan wirausaha di Indonesia cukup tersendat. Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia hanya 400.000 orang jauh dari jumlah yang diharapkan yang idealnya mempunyai 2 juta wirausaha.

"Tersendatnya wirausaha di Indonesia karena tiga persoalan pokok," kata Muhaimin di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Selasa (25/12/2012).

Faktor pertama yang menghambat adalah banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia. Dengan banyak masuk barang impor secara otomatis mengganggu sisi kreatifitas calon wirausaha baru di Indonesia.

"Barang impor banyak dan merajalela dan menutup sisi kreatif. Seperti Industri pengganti gula sekarang ini muncul pemanis dari bahan singkong. Ini dari Amerika dan Cargill yang membuat. Mereka berproduksi di Indonesia tetapi untuk jual ke Indonesia. Kepada para calon wirausaha mengerti betul peluang ini," jelas Muhaimin.

Faktor lain yang menjadi penghambat adalah permodalan. Menurut Muhaimin faktor ini sangat penting untuk membantu wirausaha menjadi berkembang.

"Problem kita itu permodalan yang mudah dan cepat dan menimbulkan perputaran yang saling percaya melalui KUR. Tetapi pada tingkat penetapan bunga dan pertumbuhan masih sulit. Akses kepada perbankan dan permodalan harus didapat. Karena kita mempunyai keunggulan pada industri kreatif," imbuhnya.

Faktor yang ketiga adalah kesenjangan antara kurikulum formal dengan keahlian siswa. Muhaimin telah mengkoordinasikan masalah ini dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M.Nuh untuk menyiapkan kurikulum pendidikan yang mendekatkan pendidikan dengan keahlian yang dimiliki oleh peserta didik.

"Problem penyiapan kurikulum pendidikan yang formal dan keahlian peserta didik harus dilakukan. Saya sudah berbicara dengan M.Nuh yang saat ini hubungan lulusan pendidikan formal dengan kebutuhan tenaga kerja ada kesenjangan. Kita harus dekatkan dan perbaiki hal-hal ini," tandas Muhaimin.
(wij/ang)

Sumber: Finance Detik

1 Apr 2013

Ikuti Entrepreneurship Online Course: Ciputra Way

Bergabunglah bersama lebih dari 10.000 peserta kelas entrepreneurship online, langsung dengan Guru Entrepreneurship Indonesia, Dr. (H.C.) Ir. Ciputra, yang diselenggarakan oleh Universitas Ciputra Entrepreneurship Online.

Kunjungi: Universitas Ciputra Entrepreneurship Online






Popular Posts