26 Feb 2017

Apa yang pemerintah Indonesia ketahui tentang UFO?

Oleh: Nur Agustinus

Pertanyaan ini jika diajukan hari ini pasti banyak orang yang skeptis bahkan mencibir. Tahu apa pemerintah Indonesia tentang fenomena UFO ini? Dengan banyaknya gunjang-ganjing politik di sosial media, orang akan ragu tentang kepedulian pemerintah tentang hal ini. Artinya, banyak yang harus diurusi oleh pemerintah. Jadi, untuk apa mengurusi hal yang tidak ada kejelasannya ini?

Mungkin bila pertanyaan ini diajukan di tahun 1980-an, kita akan mendapatkan petunjuk yang lebih menarik untuk bisa dibuat kesimpulan. Saat itu masalah UFO dibicarakan cukup banyak di majalah-majalah ilmu pengetahuan yang terbit di Indonesia. Sebut saja majalah mekatronika, Aku Tahu, Scientiae, adalah sebagian majalah sains yang sering dalam edisinya membahas soal UFO. Di samping tentunya ada juga majalah lain seperti Selecta, Hai, Senang, Liberty, yang sesekali menampilkan bertita tentang penampakan UFO serta pembahasan tentang hal ini oleh penulis-penulis terkenal di masa lalu. Salah satu penulis yang sering membahas soal piring terbang adalah Mpu Wesi Geni (alm).

Akan tetapi, pembahasan tentang UFO tetap saja dilakukan oleh orang-orang awam. Pihak sains yang berkarya di perguruan tinggi bisa dibilang tak ada yang tertarik mengintip masalah ini. Atau mungkin membahasnya di kalangan terbatas yang saling percaya akan adanya UFO tetapi tidak pernah secara terbuka membicarakannya di forum-forum ilmiah. Demikian juga pemerintah kita, hampir tak ada kabar beritanya tentang itu. Ya, di masa lalu, orang umumnya mengkaitkan pelaporan fenomena UFO ini ke LAPAN, yaitu Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. LAPAN dianggap seperti NASA-nya Indonesia yang diharapkan bisa menjadi jujukan referensi tentang  UFO saat itu. Memang sangat beralasan. Selain institusi ini adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya, di awal pendiriannya dan diketuai oleh Bapak Marsekal Muda TNI (purn) J. Salatun (alm), adalah seorang tokoh yang juga dikenal sebagai bapak UFO Indonesia. Hal ini tak lepas dari keseriusan beliau meneliti masalah UFO yang kredibel karena dari militer angkatan udara serta karya-karya buku yang sangat penting menjadi referensi tentang UFO di Indonesia.

Jika di masa lalu, LAPAN saat diketuai oleh Bapak J. Salatun peduli dengan UFO, sejauh manakah pemerintah Indonesia mengetahui tentang fenomena aneh ini? Apakah pemerintah kita peduli akan fenomena UFO?

Saya ingin menyampaikan sebuah fakta kejadian. Pada tahun 1976, Prof. Dr. J. Allen Hynek (alm.), peneliti UFO yang terkenal di Amerika Serikat datang ke Indonesia atas undangan Menteri Luar Negeri kita waktu itu, Bapak Adam Malik (alm). Pak Adam Malik meminta Pak Salatun jadi counter part Mr. Hynek. Pada tanggal 16 dan 20 Desember 1976, diadakan konferensi pers yang diliputi oleh TVRI pada tanggal 16 dan 20 Desember 1976. Liputan TVRI tanggal 16 Desember 1976 memberitakan tentang ceramah J. Allen Hynek dihadapan sejumlah perwira tinggi dan pejabat teras Departemen Hankam RI. Sementara tanggal 20 Desember 1976 di TVRI diadakan wawancara khusus dengan J. Allen Hynek yang menggugah perhatian para penggemar UFO saat itu. Saat itu dianjurkan kepada setiap orang yang menyaksikan UFO agar melaporkan kesaksiannya kepada pemerintah setempat atau LAPAN. Wawancara berlangsung bersama Bapak J. Salatun dengan Willy karamoy dan juga Ir. Tony Hartono (alm) yang memotret sebuah UFO di lepas pantai Cilamaya, Kerawang, Jawa Barat pada tanggal 22 September 1975.

Peristiwa di penghujung tahun 1976 itu menunjukkan bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia mempunyai kepedulian terhadap fenomena UFO ini. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan saat ini? Apakah sudah tidak lagi membahas soal ini? Terlebih LAPAN saat ini seakan tak peduli dan tidak meyakini akan adanya UFO.

Saya tidak akan bahas hal tersebut, namun yang pasti, setelah itu, ketika ada orang melihat UFO, orang akan langsung terpikir untuk melapor ke LAPAN. Nah, pertanyaannya kini adalah, mengapa saat itu Bapak Adam Malik berkeinginan untuk mengundang J. Allen Hynek ke Indonesia untuk bertemu dengan peneliti utama UFO di Indonesia, Bapak Salatun? Apakah itu karena permintaan Pak Salatun? Atau atas insiatif dari Pak Adam Malik? Tentu tidak mudah mengetahui hal ini mengingat beliau berdua telah tiada. Namun kita bisa mencoba menarik kembali informasi-informasi yang ada tentang peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. 

Kita dapat mengetahui bahwa Bapak Adam Malik pernah terpilih sebagai Ketua atau Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa yang ke -26 pada tahun 1971.  Posisi presiden PBB ini dipilih setahun sekali. Dari informasi yang ada di internet, yang awalnya ditulis oleh seseorang yang bernama Steve Omar, diketahui bahwa Pak Adam Malik mempunyai seorang asisten yang meneliti soal UFO. Asisten ini bekerja untuk pak Adam Malik saat di PBB. Asisten ini seorang wanita dan bernama Farida. Saya pernah melakukan kontak melalui email dengan Steve Omar (tinggal di Hawaii) dan bercerita tentang Ibu Farida ini. Melalui penelusuran di internet, saya menemukan sebuah cerita pengalaman seseorang di Kanada bahwa seorang kenalan dari keluarganya yang datang ke rumahnya, bernama Farida, yang diketahuinya teman dari J. Allen Hynek, meninggal saat berada di rumahnya itu. Hal itu terjadi pada tahun 1978. Dia menjelaskan tentang sosok Ibu Farida ini dan sesuai dengan gambaran yang ada tentang beliau. Steve Omar sendiri tidak mengetahui kematian Farida dan merasa heran karena Farida dianggapnya tiba-tiba hilang. Saya menginformasikan ke Steve Omar bahwa Farida telah meninggal di tahun 1978. Saat itu memang banyak pemikiran bahwa peneliti UFO sering dikabarkan meninggal dunia secara misterius. Kisah meninggalnya Farida bisa dicari di internet di tulisan Mikecabre yang berjudul “Still Mystified, Still Haunted”.

Apa yang dilakukan oleh Farida dengan Pak Adam Malik di tahun 1971 hingga 1972? Di tulisan Steve Omar tersebut, kita bisa mengetahui bahwa February 1972, diplomat PBB Farida, yang menyelidiki UFO dan kontak-kontak awak UFO untuk Ketua Majelis Umum PBB (Adam Malik), mengatakan kepada agen-agen departemen bahwa ia telah dihubungi oleh sebuah pesawat ruang angkasa yang mendarat dari planet Mars. Kontak yang dilaporkan tersebut terjadi di Gurun Mojave, California, tahun 1971, dan diberitakan di surat kabar utama Republik Arizona. Cerita ini juga menjadi berita utama di San Clemente Sun-Post dalam sebuah artikel yang ditulis Fred Swegles, yang mewawancarai Presiden Nixon dan staffnya di Gedung Putih.

Dikemukakan oleh Steve Omar bahwa Farida mengatakan alien tersebut menawarkan untuk mengangkat seorang duta besar bagi konfederasi antar planet mereka dalam sistem tata surya ini, sebagai pertukaran untuk duta besar alien untuk Majelis Umum PBB, dalam usaha untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Bumi dan planet-planet lain yang dirugikan di jaman dulu karena kekerasan terhadap Bumi. Tetapi, persyaratan-persyaratan perdamaian ini tidak dapat diterima oleh Dewan Keamanan, dan pertukaran tersebut ditolak dalam sebuah pertemuan rahasia. Pak Adam Malik sendiri mendukung perjanjian dan pertukaran ini. Bu Farida dan Pak Adam Malik merasa frustasi karena usaha-usaha dari pihak PBB menghalang-halangi pertukaran ini, sehingga mereka kemudian mendatangi berbagai pihak dan mencoba membentuk sebuah dewan sipil untuk menangani masalah-masalah antara orang-orang Bumi dan Konfederasi Antar Planet dalam sistem tata surya ini.

Kalau kita membaca hal ini, maka tampak jelas jika Pak Adam Malik mengundang J. Allen Hynek ke Indonesia untuk bertemu dengan Pak Salatun serta sejumlah perwira tinggi dan pejabat teras Departemen Hankam, bukanlah hal yang hanya dilakukan asal-asalan. Beliau pasti punya pertimbangan khusus untuk mempelajari secara serius tentang hal ini.

Kita tahu bahwa Pak Salatun pada tahun 1982 menerbitkan sebuah bukunya tentang UFO yang berjudul  "UFO: Salah Satu Masalah Dunia Masa Kini". Banyak orang saat ini yang membaca judul buku ini menjadi heran, mengapa UFO dianggap sebagai sebuah masalah? Apa bahayanya dan apa alasannya? Tentu, jika kita menelusuri ke tahun-tahun sebelum buku ini diterbitkan, tentang apa dan bagaimana yang dilakukan oleh Bapak Adam Malik serta kedatangan J. Allen Hynek berjumpa dengan para pejabat tinggi militer kita, jelas hal ini sebuah masalah yang serius.

Tentu, tidak semua orang bisa tahu tentang apa yang sesungguhnya diketahui oleh pemerintah Indonesia tentang UFO. Berbagai pemerintah negara lain sudah membuka dokumen-dokumennya tentang UFO, seperti Inggris, Brazil, dan lain-lainnya. Dokumen pelaporan tentang UFO di Indonesia bisa kita baca sebagian di dua buku karya Pak Salatun. Saat ini juga belum ada pensiunan pejabat tinggi militer kita yang mau berbicara terbuka soal UFO. Mungkin fenomena ini tidak lagi dianggap penting dan serius di Indonesia. Mungkin juga hal ini tidak menarik dibahas di situasi ekonomi dan politik saat ini. Akan tetapi, dengan kejadian-kejadian yang ada di masa lalu itu, pemerintah Indonesia pernah peduli dan tahu tentang keberadaan fenomena UFO ini. (na)


Sumber foto: RJ. Salatun, dengan kamera, di rumahnya, Jakarta, 1991. [TEMPO/ A. Sadek Hasan; 48C48001]

13 Feb 2017

Lost in Translation in Tianjin

Sudah  lama sekali saya ingin menulis pengalaman saya ini. Kejadiannya sudah lama, sudah lebih dari tiga tahun lalu terhitung saat saya menulis ini. Saya sering menceritakan pengalaman ini ke beberapa teman namun baru kali ini menuliskannya.

Pemandangan kota Tianjin
Pada tanggal 15 Oktober 2013, saya berangkat ke Tianjin, Tiongkok. Sebelumnya saya sudah berada beberapa hari di Hong Kong. Pesawat Air China dari Hong Kong ke Tianjin delay dua jam, sehingga saya sampai di Tianjin sekitar jam 6 petang, yang harusnya sampai jam 4 sore. Perjalanan menuju Tianjin ini dalam rangka untuk mengikuti  25th International Council for Open and Distance Education (ICDE) World Conference yang diselenggarakan tanggal 16-18 Oktober 2013. 

Sebelumnya, saat di Surabaya, saya sudah memesan sebuah hotel lewat sebuah situs travel di internet. Saya memesan sendiri karena pihak travel biro langganan institusi tempat saya bekerja tidak bisa memesankannya. Saya memilih sebuah hotel yang menurut lokasinya dekat dengan tempat berlangsungnya acara, yakni di Tianjin Meijiang Conference and Exhibition Centre

Saat di Bandara Tianjin
Setiba di bandara Tianjin, yang lokasinya cukup jauh dari kota, saya menghubungi panitia yang sudah berada di sana. Mereka memberi fasilitas bus untuk mengantar peserta konferensi ke hotel yang disediakan oleh panitia. Hotel yang disediakan memang harus bayar sendiri dan yang direkomendasikan panitia adalah hotel berbintang yang mahal. Namun saya berpikir, setidaknya saya bisa ikut terangkut ke kota dan dari sana bisa menuju ke hotel yang saya sudah booking. Menurut petunjuk peta, lokasi hotelnya tidak jauh dari hotel tempat bus nantinya akan menuju.

Perjalan dengan bus sekitar 45 menit, saat tiba di hotel mereka, sekitar jam setengah delapan malam. Udara waktu itu cukup dingin, sebab bulan itu sudah mulai memasuki musim dingin. Untung atas nasihat teman waktu di Hong Kong, saya membeli jaket lagi. Malam itu, saya menggunakan jaket rangkap dua dan masih terasa dinginnya.

Naik bus ke kota Tianjin
Saya berangkat ke Tianjin sendirian, dengan hanya bisa bahasa Inggris. Tak bisa bahasa mandarin, namun saya sudah siap dengan nama hotel dalam tulisan mandarin, sebab menurut kabar, sebaiknya kalau ke Tiongkok bawa tulisan mandarin agar mudah berkomunikasi. Kebanyakan dari mereka tidak bisa membaca huruf latin.

Bus tiba di Hotel Renaissance. Seturun dari bus, saya mulai berjalan. Menurut peta, lokasi hotel saya tidak jauh, mungkin sekitar 2 kilometer. Itu biasa bagi saya untuk berjalan kaki.  Namun di lokasi yang kira-kira hotel itu berada, ternyata tidak ada tanda-tanda hotelnya. Saya berjalan dan kemudian mencoba memanggil taxi.  Sebuah taxi menghampiri saya dan lewat jendela saya menunjukkan alamat hotel. Pengemudi taxi tampak tidak mengerti dan menggeleng-gelengkan kepala dan menunjukkan tanda dia tidak mau mengantar saya dan kemudian pergi. Saat itu mulai berpikir keras dan mencoba tetap tenang.

Hotel yang dibooking
Waktu terus berjalan, sudah lewat jam 9 malam. Saat berjalan, sepertinya ada sebuah gedung pemerintah yang dijaga banyak polisi. Saya menghampiri sekerumunan polisi dan bertanya dengan menunjukkan alamat. Mereka juga menunjukkan tanda tidak tahu. Tidak bisa berhasa Inggris. Saya tidak mengerti bahasanya, mereka tidak mengerti bahasa saya. Akhirnya, seorang polisi menunjuk ke taxi dan mengisyaratkan agar saya bertanya ke taxi. Baiklah kalau begitu. Saya kemudian beranjak dari sana kemudian berjalan lagi.
Ada satu taxi lewat lagi dan saya memanggilnya. Dia berhenti dan saya menyodorkan alamat hotel. Lagi-lagi dia mengernyitkan dahinya tanda tak tahu. Dia tak mau mengantar dan saya kemudian ditinggal sendirian di jalan.

Taxi Tianjin (foto dari internet)
Jalan sudah sepi, memang ada satu dua mobil lewat, tapi udara yang dingin mungkin membuat jalanan juga sepi. Ini pengalaman pertama saya ke Tianjin. Sebelumnya saya pernah ke kota di negara lain seperti Singapura, Hong Kong, Bangkok, Macau, tapi ini tempat di mana saya merasa benar-benar asing karena saya tidak tahu bahasa mereka dan mereka tidak mengerti bahasa saya dan saya sendirian, malam hari dengan cuaca yang makin dingin. Pikiran saya waktu itu adalah, saya akan coba cari MacDonald yang buka 24 jam. Mungkin saya harus semalaman duduk di sana jika terpaksa. Alternatif ini membuat saya tetap tenang, saya ikuti saja pengalaman ini, apapun yang terjadi.

Saya menyusuri sebuah jalan raya besar. Nama jalannya adalah Youyi Road. Saya sempat duduk untuk istirahat di bawah pohon yang ada di pinggir jalan. Melihat pemandangan sambil berpikir apa yang mesti saya lakukan selanjutnya. Udara walau dingin, namun tidak sampai 15 derajat saya kira. Bukan cuaca yang ekstrem setidaknya.

Sepuluh atau lima belas menit saya duduk sambil memandangi sekitar dan kemudian beranjak jalan lagi. Tujuan saya mencari tempat makan yang buka 24 jam.

Selang beberapa saat, melintas sebuah taxi berrwarna biru di depan saya. Dia muncul dari jalan kecil dan kemudian masuk ke jalan raya besar itu. Saya pikir, ini harus saya coba lagi. Saya melambaikan tangan tanda memanggilnya dan dia berhenti. Dia menepi, membuka jendelanya. Saya menunjukkan kertas berisikan alamat. Pengemudi taxi ini kali ini berbeda. Dia seorang perempuan, usia mungkin sekitar 45-50 tahun. Dia membaca, juga tidak mengerti. Tapi kali ini berbeda. Dia menyuruh saya masuk ke dalam mobilnya. Saya menurut dan masuk. 

Di dalam mobil, saya dan dia berkomunikasi ala Tarzan. Dia nampak seorang yang peduli dengan keadaan saya. Dia menunjukkan tanda isyarat untuk telepon. Dia menunjukkan nomor telepon yang ada di kertas saya itu dan sepertinya menyuruh saya telepon. Ponsel saya untung masih menyala. Saya tekan nomornya dan menyerahkan ponsel saya ke dia untuk bicara. Terjadi percakapan di antara mereka. Dalam hati saya mulai bersyukur, ini bantuan dari Tuhan yang dikirimkan ke saya.  Setelah telepon selesai, dia mengambil kertas dan mulai menggambar. Dia menunjukkan dengan coretannya bahwa jarak dari tempat itu ke hotel saya tersebut sekitar 80 km. Alamak! Itu sama dengan Surabaya ke Malang, paling tidak dua jam perjalanan! Ok, saya harus segera membuat keputusan …  Saya sudah membooking hotel tersebut dengan biaya sekitar 2,65 juta. Apakah saya harus merelakan kehilangan uang tersebut dan mencari hotel lain yang ada di sekitar sana. Saya putuskan, ok tak apa, ini pelajaran dan pengalaman. Uang 2,65 juta tak sebanding dengan ketidakjelasan tempat hotel saya. 

Lalu dengan bahasa isyarat saya menjelaskan ingin mencari hotel yang dekat. Dia mengerti. Dia membuka laci di mobilnya dan mengambil sejumlah kartu nama. Lantas dia telepon dengan ponselnya. Saya mengatakan, saya ingin mencari hotel dengan budget sekitar 500 yuan per malam. Saat itu kurs 1 yuan sekitar Rp 1.500,-. Setelah telepon, dia mengantar saya ke sebuah hotel. Dia turun, dengan percaya meninggalkan saya di mobil, lalu berteriak di pintu hotel ke dalam, lantas tak lama keluar lagi. Sepertinya tidak ada kamar. Lalu dia menjalankan kembali mobilnya ke sebuah hotel lain. Dilakukan hal yang sama, kali ini katanya tarifnya 1000 yuan semalam. Saya bilang dengan isyarat, saya tidak bisa untuk harga segitu. Untunglah dia sabar.

Sementara itu, saya berpikir apa yang bisa saya lakukan. Saya coba buka ponsel saya, untung bisa konek internet meski roaming. Saya cari budget hotel di Tianjin dan sebuah nama hotel yang saya kenal muncul: Ibis. Saya menunjukkan hotel tersebut lalu dia mengatakan dengan isyarat agar saya telepon. Saya tekan nomornya dan menyerahkan ponsel saya ke dia. Lalu terjadilah percakapan. Rupanya kali ini beruntung, ada kamar tersedia. Dia kemudian segera memutar mobilnya dan menuju Hotel Ibis. Lega sekali tiba di halaman hotel, saya menanyakan berapa ongkosnya, dia menunjukkan argonya. Biayanya nggak sampai 30 yuan. Saya pikir kok murah, padahal sudah berkeliling banyak tadi. Saya kemudian memberikan 50 yuan sebagai ucapan terima kasih. 

Saya tidak pernah tahu namanya. Saya tidak tanya namanya karena saya tidak tahu cara bertanyanya. Saya juga tidak sempat memotret dia untuk kenang-kenangan, atau setidaknya wefie. Mungkin juga karena saya sungkan. Biarlah dia terekam dalam ingatan saya saja. 

Itu adalah pengalaman saya pertama kali ke Tianjin. Saya beruntung bukan tipe orang yang mudah panik. Saya juga bersyukur, ada orang baik yang mau membantu orang asing yang tersesat di kotanya. Masih ada beberapa pengalaman menarik lainnya saat di Tianjin. Ibarat seperti film Lost in Translation, saya benar-benar mengalaminya. Pengalaman ini banyak memberi pelajaran. Berbuat baik itu perlu, bahkan kepada orang yang tidak kita kenal sekalipun. Sebab kita, mungkin suatu ketika kelak, juga membutuhkan pertolongan dari orang-orang baik yang ada di sekitar kita…

Kamar Hotel Ibis Tianjin
Epilog:  Masuk ke hotel, menuju resepsionis, saat itu tak ada yang bisa berbahasa Inggris. Mereka memanggil seorang, entah pegawai atau supervisornya dari dalam yang rupanya adalah satu-satunya yang bisa berbahasa Inggris. Saya dilayani dengan baik. Kamar hotel juga tidak mahal, Kalau tak salah 200 yuan semalam. Saya diberi kartu sebesar kartu nama yang dia bilang ini adalah kartu yang sangat penting. Ada banyak alamat penting, baik dalam alfabet maupun tulisan mandarin. Jika naik taxi, cukup tunjukkan ke pengemudinya… Malam itu, saya tidur di Hotel Ibis di Tianjin. Kamarnya besar dan sangat nyaman. Beda dengan kamar hotel di Hong Kong dengan harga yang sama namun sempit. Saya berusaha untuk membatalkan booking hotel yang tidak jelas itu lewat internet namun tidak berhasil. Ah, biarlah.... Sekali lagi saya sudah sangat beruntung malam itu, bersyukur bahwa saya masih diberi kenikmatan…


Bus berhenti di Hotel Renaissance, lalu berjalan kaki hingga ke jalan Youyi. Bertemu taxi yang mau mengantar hingga akhirnya ke Hotel Ibis Tianjin Railway Station.

8 Feb 2017

Apa yang kita tanam akan kita tuai

Kenapa banyak anak yg terkesan kurang sayang pada orangtuanya di usia tua mereka? Dari hasil bincang-bincang, ada kesimpulan menarik. Jika kita ingin saat kita tua tetap disayang anak (dan mantu), kuncinya adalah jangan pernah mencela, menyalahkan, mengatur, apalagi ngerasani anak/mantu. Nggak usah kepo urusan anak/mantu. Kalau mereka butuh bantuan, maka bantulah. Jangan pernah mengkritik, menegur, mencampuri urusan rumah tangga. Dijamin anak/mantu akan justru makin perhatian dan peduli dengan kita. Nah, bercermin dari ini, bagaimana sikap orangtua atau mertua bagi yg sdh menikah terhadap Anda? Dari hal itulah nanti akan terbentuk bagaimana sikap kita terhadap orangtua kita.. Dalam psikologi, hal ini penting untuk mengetahui batas-batas sesuai perkembangan jaman yang ada, tahu dan menjaga dengan baik boundaries...

6 Feb 2017

UFO berbentuk bumerang terlihat di Bogor, 6 Februari 2017

Sebuah benda terbang aneh berbentuk bumerang terlihat pada tanggal 6 Februari 2017 di daerah Bogor, Indonesia, jam 10:30 wib. Terlihat setelah hujan mengguyur dari pagi. Benda terbang tersebut telihat berwarna hitam di langit berbentuk bumerang, bergerak berputar pelan melawan arah angin. Atasnya sekilas berwarna perak seperti pantulanmatahari. Jarak benda tersebut jauh, saksi mata yang bernama Henri melihatnya dengan menyebutkan seperti mata panah. Henri melaporkan pengalamannya ini ke group FB BETA-UFO pada tanggal yang sama.

Saksi mata berusaha merekam kejadian tersebut. Yang pertama gagal dan yang kedua berhasil tetapi tidak terlihat apa apa. Selama obyek tersebut terbang, tidak terdengar suara apa-apa. Pengamatan cukup lama, dari pertama terlihat hingga hilang tak terjangkau karena pepohonan dan rumah, ada sekitar 15 menit. Obyek tersebut disaksikan bersama seorang temannya. Di bawah ini adlaah sketsa dari obyek terbang aneh yang disaksikan oleh Henri.


Ilustrasi oleh Henri



Ilustrasi oleh Henri














Popular Posts