Dalam beberapa ajaran agama dikenal adanya tokoh iblis (satan). Peran iblis ini diketahui sejak awal ketika menggoda manusia (Adam dan Hawa) di Taman Eden. Tafsiran dari Kitab Kejadian menunjukkan bahwa ular itu adalah iblis yang menyamar atau iblis menggunakan ular tersebut sebagai medianya.
Yang jadi pertanyaan, apa maksud penulis cerita itu. Anggaplah mitos tentang manusia pertama dan diusirnya manusia dari tempat yang enak ke tempat yang susah (bumi) ini diadopsi serta diadaptasi dari mitos yang ada sebelumnya, mengapa ular menjadi tokoh yang penting? "Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh Tuhan Allah." (Kejadian 3:1)
Saat ini, kita tahu bahwa ular bukan binatang yang cerdik. Simpanse justru dianggap binatang di darat yang paling cerdik. Mengapa bukan binatang itu yang dipakai? Mengapa harus ular? Yesus sendiri rupanya punya pendapat yang sama tentang ular : "Hendaklah kamu cerdik seperti ular" (Matius 10:16).
Pemujaan terhadap ular memang ada. Coba perhatikan ayat ini: Dialah yang menjauhkan bukit-bukit pengorbanan dan yang meremukkan tugu-tugu berhala dan yang menebang tiang-tiang berhala dan yang dibuat Musa, sebab sampai pada masa itu orang Israel memang masih membakar korban bagi ular itu yang namanya disebut Nehustan. (2 raja 18:4) Pemujaan terhadap ular ini, rupanya "warisan" dari Musa yang bermula dari peristiwa di padang gurun setelah bangsa Israel keluar dari Mesir. Perhatikan ayat ini: Lalu Musa membuat ular tembaga dan menaruhnya pada sebuah tiang; maka jika seseorang dipagut ular, dan ia memandang kepada ular tembaga itu, tetaplah ia hidup. (Bilangan 21:9)
Orang Mesir kuno, lambang salah satu dewa mereka adalah ular. Ini terlihat dari simbol ular kobra dengan matahari, yang juga sering terdapat di topi atau tongkat kerajaan mereka. Bukan tidak mungkin, Musa sebagai seorang bekas pangeran Mesir, terpengaruh kepercayaan ini.
Kalau membaca surat rasul Paulus, memang di ular dianggap memperdaya Hawa (baca di 2 Korintus 11:3). Hanya saja, label yangdiberikan kepada ular dalam terjemahan bahasa indonesia adalah "licik" sementara sebelumnya, ular memiliki label "cerdik". Bahasa Inggrisnya adalah "cunning" yang memang bisa berarti "kelicikan" dan juga "Kecerdikan". Namun hal itu bisa berbeda arti.Kata yang sama, yakni "cunning" juga digunakan di Kejadian 3:1 (menurut The New American Bible).
Uniknya, kalau kita membaca Al Quran, terutama soal siapa yang menggoda Adam dan hawa, tidak lagi dikatakan ular, melainkan sudah menjadi "syaitan" (satan). Mengapa menjadi "syaitan" bukan tetap sebagai ular? Kata Arab untuk ular adalah afa'รข. Ular memang jadi perhatian bagi manusia jaman dahulu, kemampuannya ganti kulit dihubungkan dengan hidup abadi, sebagai lambang perlindungan sekaligus kejahatan (apopis) bagi bangsa Mesir kuno. Bagi orang Kanaan, ular adalah lambang kesuburan.
Trauma bangsa Israel dengan ular ini nampaknya membekas, terutama ketika berada di padang gurun selama 40 tahun. Boleh jadi, dari situ kemudian berkembang ular menjadi musuh (lawan = iblis) bagi bangsa itu. Tapi apakah memang demikian? Atau ada penjelasan lain?
Dalam sebuah diskusi di milis Parokinet sekitar tahun 1999, Noordin Salim pernah memberi komentar mengenai perkembangan tafsiran mengenai Setan ini. Menurutnya, tidak perlu sampai waktu Muhammad (tahun 600-an), kitab-kitab yang beberapa ratus tahun sebelum masehi saja sudah mulai memperkenalkan adanya Setan. Apalagi sesudah New Testament, berapa kali kata Satan diucapkan. Jadi memang interpretasi Muhammad itu tidak unik, karena memang pada saat itu memang begitu interpretasinya. Bahkan menurutnya, ada kemungkinan idea tentang Iblis atau Lucifer ini muncul setelah pembuangan umat Israel ke Babylonia?
Kalau memang konsep Satan itu belum jelas sebelum Babylonia, jelaslah bahwa kita semua meminjam konsep dari Zoroaster. Umat Yahudi tidak begitu memperdulikan Satan. Juga umat protestan (walaupun ada kelompok protestan yang mempedulikan satan juga). Tetapi bagi katolik, ini penting, sampai masuk dalam rumusan baptis, demikian juga bagi umat Islam.
Ditambahkan lagi oleh Noordin Salim mengenai ular, di Taurat Jahudi, dalam bahasa Inggrisnya, mereka menterjemahkan Musa mengubah tongkat menjadi... buaya, bukan ular. Dan memang buaya ini lambang Pharaoh.
P.F. Runtuwene yang juga ikut berdiskusi di milis Parokinet mengamati soal figur yang menggoda Hawa (Eva). "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya" (Kej.3:15). Menurutnya, ini merupakan pernyataan strategis yang tidak mungkin di tujukan kepada binatang. Juga tidak ditujukan kepada "buah pikiran" Eva. Pastilah kepada suatu pribadi yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu. Nah, pribadi inilah yang selanjutnya di-identifikasikan atau dikenal dengan nama Satan yang artinya "resister" atau penentang.
Noordin Salim menanggapi bahwa itu merupakan interpretasi yang muncul belakangan. Kemudian resister itu dipersonafikasi menjadi sesuatu yang semakin jelas, The Beast. Ditambahkan juga bahwa ular itu lambang kekuasaan, Pharaoh Mesir menggunakan ular untuk mahkotanya. Orang Cina punya binatang paling powerful bentuknya ular besar, bisa terbang lagi, namanya Dragon (naga). Apalagi di Amerika Latin, Anakonda itu disembah-sembah. Nah, ular itulah lambang keinginan manusia untuk berkuasa, untuk menyaingi Tuhan. Kita bisa langsung menginterpretasikan soal ular itu tanpa perlu mempersonafikasikan ular menjadi Satan yang akhirnya dipandang sebagai kekuatan yang menyaingi Tuhan. Masalahnya adalah antara manusia dan Tuhan, Satan itu diadakan hanya sebagai kambing hitam, azazel.
Menurut saya, figur Setan ini boleh jadi memang tidak ada dalam kebudayaan waktu itu. Namun makhluk-makhluk dimensi lain yang disebut demon (sejenis spirit atau bisa dianggap sebagai jin) ini ada dan sudah dikenal. Konsep roh-roh ini (spiritual beings) ini muncul juga di masa Yesaya. Israel kuno, nampaknya mengadopsi kepercayaan bangsa mesopotamia tentang demon ini. Salah satu demon yang terkenal adalah Lilith. Lilith ini menurut mitosnya adalah istri Adam yang pertama (sebelum dengan Hawa). Namun, apakah ada kesamaan antara mitos Lilith ini dengan si Lucifer? Dia yang menolak tunduk kepada Adam sehingga dibuang dan dikutuk jadi jahat.
Lalu, mengapa diadakan permusuhan antara manusia dengan ular? Siapakah ular itu? Meski banyak yang menganggap cuma kisah atau dongeng saja, kitab kejadian menyebutkan bahwa ular sebagai binatang yang paling cerdik yang ada di darat. Mitos ular ini dikenal sejak lama, mulai dari amerika latin (Quetzalcoatl), Babylonia, Yunani (Medusa), Mesir sampai ke Cina.
Noordin Salim menambahkan, bahkan dalam polytheis, tidak begitu jelas mana yang god, mana yang demon. Karena god juga bisa berbuat jelek, bandingkan dengan mitologi Yunani. Dalam masyarakat kuno, polytheisme juga terkadang berbareng dengan animisme, setiap pohon-pohon tinggi, atau gunung, dan sebagainya juga punya "penunggu". Nah, monotheisme yang dibakukan oleh Musa itu untuk bangsa Israel itu, meniadakan dewa-dewa lainnya, dan sekalian memperkenalkan sifat "moral" dari Tuhan monotheis itu.
Tetapi monotheisme Musa itu tidak langsung berarti bahwa dibarengi dengan "monodemonisme". Jadi menciptakan personafikasi Super Demon yang mengatasi semua demon-demon, seperti Tuhan mengatasi dewa-dewa lain. Super Demon tersebut dikenal dalam keyakinan Zoroaster, pertentangan Kebaikan dengan Kejahatan. Juga di Mesir Kuno, antara Osiris dan Seth, saudaranya yang menjadi penguasa kegelapan.
Tentang Lilith ini (Lilithu : sumerian), dia tidak dipandang sebagai lawan dari Tuhan. Tetapi Lilith itu lawan dari manusia, lawan dari Adam. Kebencian Lilith adalah pada Adam, bukan Tuhan. Karena itu Lilith itu tidak bisa kita pandang sebagai personafikasi dari Satan, yang dipandang sebagai lawan dari Tuhan (anti-Tuhan).
Satan, dipersonafikasi sebagai anti-Tuhan. Manusia ada di tengah-tengah permainan antara Tuhan dan Satan. Lilith itu dimitoskan diciptakan Tuhan dengan bahan yang lain dengan Adam. Kalau Adam dari debu (dust), maka Lilith dari kotoran. Dari hubungan seksual dengan Lillith, lahirlah Asmodeus, dan demon-demon lainnya, banyak sekali. Nah, bangsa-bangsa di Timur Tengah (sumeria, babilonia, yahudi) takut dengan yang demon-demon seperti ini. Karena Lilith itu bencinya dengan pria, dia suka memangsa pria. Asmodeus itu tidak muncul di Kitab Suci Protestan, tetapi ada dalam Kitab Suci Katolik, yakni di Kitab Tobit. Mungkin gara-gara Asmodeus ini, kelihatannya diragukan kebenarannya oleh gereja protestan, karena itu kitab Tobit dianggap apokripa.
Dalam Kitab Suci Katolik, di Tobit 3:8, dikatakan Asmodeus membunuh suami-suami Sarah, sampai tujuh kali berturut-turut. Akhirnya oleh malaikat Rachael, Asmodeus dibuang ke Upper Egypt. Mitos-mitos semacam ini memang memberikan gambaran tersendiri dalam Kitab Suci. Jika kita jeli, kita lebih mampu menangkap gambaran Tuhan dalam Kitab Suci, dengan mengenali asal muasal bagian mitos.
Namun, sebelum lebih jauh menelusuri tentang setan, kita mesti mengkaji dahulu, apa yang dimaksud dengan setan itu. Satan itu bahasa Yunani dari Iblis (Iblis adalah berasal dari bahasa Ibrani). Acuan perjanjian lama tentang iblis jarang sekali, bahkan bisa dianggap tidak ada. Iblis ini sering dianggap sebagai "penguasa dunia" (Yoh 14:30) atau "penguasa kerajaan angkasa" (Ef 2:2)
Ada beberapa istilah, misalnya "roh jahat" atau dalam bahasa inggrisnya "unclean spirit", namun bisa juga disebut dengan "demon". Demon ini yang sering juga disebut atau diterjemahkan dengan sebutan setan atau roh jahat.
Coba perhatikan ayat ini: Dan ketika anak itu mendekati Yesus, setan itu membantingkannya ke tanah dan menggoncang-goncangnya. Tetapi Yesus menegor roh jahat itu dengan keras dan menyembuhkan anak itu, lalu mengembalikannya kepada ayahnya. (Lukas 9:42)
Di ayat tersebut, kata "demon" diterjemahkan sebagai "setan", sementara "unclean spirit" sebagai "roh jahat". Namun dari apa yang dikatakan Yesus, nampaknya penulis beranggapan bahwa roh jahat itu adalah sinonim setan (ayat di atas bukanlah pendapat atau perkataan Yesus melainkan ungkapan kata-kata dari penulis). Penggunaan istilah "mengusir roh jahat" (dalam Matius 10:1) dan juga istilah "mengusir setan" nampaknya menunjukkan bahwa setan itu adalah sama dengan roh jahat.
Konsep setan (demon) sebagai roh jahat (unclean spirit) nampaknya sudah ada sejak Israel kuno, bahkan kalau dianggap warisan dari Mesir kuno maupun mesopotami kuno, tentunya orang Israel mengenal adanya konsep setan, walau bahasanya mungkin tidak disebut dengan "setan". Namun, adakah konsep pemimpin (penghulu) dari setan yang sering kita menyebutnya sebagai Lucifer itu?
Di perjanjian baru, muncul pembicaraan antara orang Farisi dengan Yesus soal penghulu setan (baca di Matius 19:24) yang disebut oleh mereka sebagai Beelzebul. Siapakah Beelzebul ini? Apakah Beezebul ini sama dengan Lucifer (bintang timur) yang disebut dalam Yesaya 14:12? Menurut saya tidak.
Beelzebul (dewa dari Ekron) ini nampaknya berkaitan dengan "Bel" (dalam bahasa Ibrani disebut ba'al), nama dewa utama Babilonia dan juga disembah oleh orang Kanaan, yang juga sering disebut sebagai Marduk. Marduk (Merodakh, baca di Yeremia 50:2) ini menurut mitologi babilonia adalah naik seekor naga. Di sini nampak jelas bahwa karena latar belakang historis, yakni orang Israel yang pernah dijajah dan diasingkan ke Babilonia, membenci dewa utama bangsa itu sehingga menganggapnya sebagai lawan dari "dewa / tuhan" mereka yakni YHWH.
Oleh sebab itu, konsep tentang raja setan (roh jahat) itu, mestinya tidak ada. Namun konsep makhluk spirit dari dimensi lain yang sering membuat masalah atau menganggu, ada dalam masyarakat waktu itu. Persoalannya, orang kena gangguan jiwa, seperti paranoid, scizophrenia, sering dianggap sebagai kerasukan roh jahat. Yang pasti, ini diceritakan dalam kisah Raja Saul (raja pertama orang Israel). Di situ disebutkan "roh jahat yang dari pada Allah itu hinggap pada Saul" (Baca di 1 Samuel 16).
Dengan kata lain, kita ini terjebak dalam suatu konsep bangsa Israel yang pernah dijajah oleh Babilonia, sehingga mereka beranggapan bahwa dewa utama bangsa penjajah adalah musuh (iblis) bagi dewa mereka. Dewa mereka bernama YHWH, sementara dewa bangsa penjajah bernama Bel atau Marduk. Dewa ini menunggang ular (naga). Yang mesti direnungkan, kalau kita beranggapan bahwa dewa bangsa Mesopotamia kuno itu cuma berhala alias cuma dongeng atau omong kosong belaka, mengapa kita mesti takut? Tapi, apakah dewa itu memang tidak ada? Kalau kita pikir, nampaknya Yesus berpikir (punya persepsi) bahwa Beelzebul itu ada, dengan sanggahannya kepada orang Farisi yang menyebutkan bahwa Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.
Apakah Beelzebul (Bel, dewa orang Babilonia) memang ada? Kalau tidak ada, apakah Yesus keliru? Apakah Beelzebul memang lawan (iblis) bagi YHWH? Ataukah itu cuma karena Israel pernah dijajah oleh Babilonia. Dan kita saat ini begitu percaya akan hal itu?