David Pranata |
Ada senjata yang dibicarakan di kampus, bahkan dibahas khusus dalam sebuah seminar. Senjata ini bisa sangat ampuh karena bisa membuat orang lain mengikuti apa kemauan kita. Sebagai sebuah alat, senjata ini memang bisa digunakan untuk hal yang positif maupun negatif. Senjata ini namanya weapons of influence. Menurut David Pranata, nara sumber yang menyampaikan topik ini, weapons of influence memang bukan hal baru, tapi kegunaannya sering kali belum dimanfaatkan secara optimal. Tentu bukan berarti dengan senjata ini semua akan bisa berhasil seratus persen, tapi setidaknya akan memberi leverage untuk mencapai apa yang kita inginkan. Tapi, apa itu weapons of influence?
Pertanyaan ini memang diajukan di awal seminar. Tak banyak yang mengetahui mengenai weapons of influence. Kalau kita googling, memang ini bukan hal yang baru. Weapons of inluence adalah aplikasi psikologi dalam persuasi. Tujuan dari senjata ini adalah untuk mempersuasi orang lain. Robert B. Cialdini menulis sebuah buku yang menjadi buku pegangan di kalangan marketing yang berjudul Influence: The Psychology of Persuasion. Cialdini menyebutkan ada 6 senjata pengaruh yang bisa digunakan untuk menimbulkan pengaruh terhadap seseorang. Dalam seminar di Universitas Ciputra yang diselenggarakan oleh BPU (Biro Perkuliahan Umum), hanya dibahas 4 jenis senjata saja. Apa saja keempat senjata itu?
Yang pertama adalah Reciprocation. Apa maksudnya reciprocation? Jika diartikan, reciprocation merupakan balas jasa, atau jika terminologi negatif bisa berarti balas dendam. Orang secara psikologis cenderung terdorong untuk membalas pemberian seseorang. Hal ini berlaku juga dengan konotasi negatif, orang cenderung akan membalas perbuatan jahat di masa lampau. Nah, konsep ini menjadi penting sebagai taktik marketing, misalnya pembagian free sample yang dilakukan SPG di mall.
Senjata yang kedua adalah Social Proof. Orang teakan cenderung sama melakukan apa yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya, ada yang bertepuk tangan, maka akan ikut bertepuk tangan. Nah, praktek yang sering dilakukan adalah dengan menyampaikan testimoni pihak lain. Banyak produk yang cara mengiklankannya adalah dengan meminta pernyataan orang yang pernah menggunakan produk tersebut. Begitu juga sering kita lihat sebuah buku dengan berbagai resensi atau testimoni di sampul belakangnya. Ini tujuannya adalah mempersuasi orang untuk membeli dengan adanya social proof. Contoh lain, dalam kasus sederhana, jika pak RT di kampung kita meminta sumbangan, maka dia akan menempatkan sebuah nama yang diyakini akan menyumbang misalnya Rp 200.000,- untuk kegiatan peringatan hari kemerdekaan, dengan tujuan penyumbang berikutnya akan memberi yang sama. Sama juga ketika ada pengamen yang menyodorkan tempat untuk meminta uangnya dengan telah diberi uang seribuan, yang bertujuan agar orang yang memberi juga minim Rp 1.000,-
Berikutnya, yang ketiga adalah Scarcity. Arti dari senjaa ini adalah kelangkaan. Sesuatu yang jarang terjadi biasanya mempengaruhi kita mendesak untuk melakukan sesuatu. Misalnya tawaran discount 50% di sebuah department store yang hanya berlaku hari ini. Atau jika ikut seminar dan membayar sebelum tanggal tertentu akan mendapat potongan harga. Demikian juga seorang penjual properti biasanya menggunakan teknik ini dengan mengatakan, jika tidak deal hari ini, akan ada orang lain yang mau mengambilnya. Ini mendorong orang untuk segera mengambil tindakan.
Contoh scarcity lainnya adalah terjadi jika ada kondisi cencor of information. Misalnya saja, ketika buku Gurita Cikeas ditarik dari peredaran, justru orang makin mencarinya. Demikian juga apa-apa yang dilarang membuat orang makin penasaran. Maka teknik ini bisa digunakan dalam persuasi, misalnya ketika kita mau menjual sebuah produk tertentu, dan kita memberi "informasi rahasia" kepada calon pembeli kita bahwa akan ada kelangkaan, maka orang akan terdorong untuk segera membelinya.
Nah, yang keempat, yang terakhir dalam pembahasan seminar weapons of influence ini, adalah Commitment and consistency. Apabila seseorang melakukan komitmen baik lisan maupun dalam tulisan, mereka cenderung ingin memenuhinya. Oleh karena itu, sebaiknya jika kita menginginkan orang untuk berkomitmen melakukan sesuatu, buatlah dia menyatakannya di hadapan banyak orang. Selanjutnya, orang akan cenderung tetap konsisten dengan perilaku ini.
Sebenarnya ada dua senjata lagi, yakni Authority dan Liking, namun tidak dibahas khusus di dalam seminar yang diselenggarakan tanggal 12 Mei 2011 ini. Authority artinya kekuasaan, dan memang tentu saja ini mempunyai pengaruh tertentu. Biasanya figur yang berkuasa, lebih mudah mempunyai pengaruh untuk ditaati. Demikian juga Liking. Rasa suka, orang yang kita sukai akan lebih mudah kita ikuti. Oleh karea itu, David Pranata menyarankan agar kita menjadi orang yang disukai banyak orang.
Surabaya, 13 Mei 2011
Nur Agustinus