12 Mei 2013

Awal sebuah keraguan

 
 
Maka dari dalam badai Tuhan menjawab Ayub:
"Siapakah dia yang menggelapkan keputusan
dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan.
Bersiaplah engkau sebagai laki-laki!
Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi?
Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!"
(Ayub, 38:1-4)

 
Ketika manusia mempertanyakan dia datang dari mana, dia pun akan berusaha sebisanya mencari jawabnya. Bahwa jawaban itu kadang tidak memuaskan dirinya, justru membuat manusia terus menerus berpikir, sehingga makin banyaklah spekulasi tentang asal usul manusia. Lalu, dengan kemampuan pikirnya, manusia mencoba menjelajah ke masa lalu, masa yang paling mula. Seperti apakah masa itu? Bila kita lihat alam semesta yang terbentang luas ini, tentu wajarlah bila kita bertanya-tanya, sampai di manakah batas alam semesta ini? Pertanyaan ini sudah muncul sejak jaman purbakala. Ataukah mungkin yang perlu dipertanyakan terlebih dahulu, apakah alam semesta ini mempunyai batas atau tidak?

Suatu ketika, aku mencoba untuk membayangkan. Dengan perkembangan teknologi yang luar biasa nantinya, aku terbang melesat menuju kekelaman alam semesta untuk mencapai batasnya. Aku menggunakan pesawat luar angkasa yang sangat cepat, aku menjelajahi alam semesta. Berjuta-juta bintang aku lewati, waktu berlalu terus-menerus tanpa terasa. Sampaikah aku di batas alam semesta? Akan mungkinkah aku tiba di sana? Mungkin sampai sejauh ini, kita hanya bisa membayangkan bahwa batas itu mungkin tidak pernah ada. Suatu ruang tanpa batas yang luar biasa besarnya. Suatu ruang yang tak mungkin dapat dihitung volumenya karena tak diketahui ukurannya. Memang, bagaimana kita bisa mengetahui besar volumenya tanpa mengetahui tinggi, lebar dan panjangnya? Ke atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan, semuanya sama. Tanpa batas. Suatu ruangan yang tanpa batas yang sangat sulit untuk bisa kita bayangkan, sehingga tak terasa seakan-akan kita berada di tengah-tengah, mengambang dengan tenang, melalui hukum-hukum gaya tarik untuk menjaga keseimbangan secara luar biasa!

Kalaupun batas itu ada, tentu menjadi pertanyaan pula, di luar batas itu, ada apakah di sana? Semakin rumit pertanyaan yang muncul. Pikiran manusia belum bisa mencapai ke sana. Lalu, apabila alam semesta yang tak terbatas itu terisi oleh bintang-bintang, ada berapakah jumlahnya? Tentu tak terhingga pula. Dan bagaimana mulanya, hingga semua ini bisa ada?

Bila kita memandang ke langit di malam hari, bintang-bintang bertebaran dengan indahnya. Semuanya menghiasi alam raya dengan keteraturan yang luar biasa. Dan pernah suatu ketika aku bertanya-tanya dalam hati, apakah alam raya yang indah ini dari dulu sudah ada? Ataukah pernah suatu saat alam raya ini diciptakan oleh Tuhan seperti yang aku baca di Kitab Injil semasa aku kecil, dan bagaimanakah keadaan semuanya ini sebelum diciptakan?

Di suatu malam, aku naik ke atap rumah dan duduk di atas sana sambil menengadah ke langit. Kuamati bintang-bintang itu satu persatu. Kucoba untuk mengukur jaraknya, dan berapa jauh bentangan alam semesta ini. Kurenungkan juga, seperti apa dan kapan semuanya itu terbentuk. Tapi saat itu aku tak berhasil menemukan jawabannya. Aku kemudian penasaran. Segala buku yang menceritakan tentang awal penciptaan alam semesta aku baca. Dan anehnya, tidak semuanya sama. Aku makin kebingungan, mana yang benar, kalau kebenaran itu tunggal.

Suatu permulaan, bila kita mencoba menganalisanya melalui ilmu pengetahuan, tentu berusaha mencari jawabannya dengan melihat kelahiran bintang-bintang yang dapat kita amati sekarang dengan teleskop. Banyak teori yang menerangkan kelahiran bintang-bintang sekaligus kematiannya. Tetapi masa kelahiran bintang-bintang itu tidaklah sama. Ada bintang yang baru lahir, ada pula bintang yang sudah lama sekali lahir dan ada juga bintang yang sudah lama sekali mati. Kapankah awal mula itu di mulai? Dan bagaimanakah keadaannya saat itu? Adakah yang di sebut awal mula itu? Kalaupun ada, tentunya yang paling cocok di sebut sebagai awal mula adalah keadaan yang sama sekali tidak ada. Keadaan tidak ada ini mungkin untuk sementara kita bisa menyamakannya dengan keadaan kosong. Baru kemudian, dengan suatu keajaiban luar biasa, keadaan kosong ini mulai terisi dengan bintang-bintang, berkembang menjadi banyak dan memenuhi alam raya yang maha luas ini.

Nah, apabila kita sepakat bahwa ada masa kosong itu, lalu kapan masa kosong itu? Tentu saja kita tidak bisa menentukan kapan waktu itu berlangsung. Kita memang belum bisa membuka tabir misteri abadi ini dengan teori atau teknologi macam apapun, sampai kapan pun. Seperti juga kita tidak bisa mengetahui secara pasti, kapan berakhirnya alam semesta. Dan apakah alam semesta ini akan berakhir, kita juga belum tahu pasti.

Setiap pertanyaan tentang awal dan akhir, apalagi bila hal itu menyangkut manusia dan lingkungannya, selalu menarik. Pertanyaan mengenai hal ini selalu memancing pendapat berbagai kalangan. Dulu, memang agaknya hanya dari golongan rohaniawan saja yang berhak menjawabnya. Tapi dengan kemajuan di bidang teleskop radio, fisika nuklir dan fisika zarah elementer, para ilmuwan kini berusaha mencari jalan bahkan berlomba-lomba untuk mencari jawaban atas pertanyaan itu.

Ketika Dalton, pada awal abad 19, mengemukakan teori atom untuk pertama kalinya, ia mengira telah berhasil menemukan bahan asal semua materi dalam alam semesta, yakni yang dinamainya atom. Namun kenyataannya, atom masih mempunyai bahan penyusun, yaitu inti atom dan awan elektron. Ernest Rutherford dan Niels Bohr, ilmuwan yang menemukan bahwa atom masih dapat terbagi lagi, memecahkan misteri itu seratus tahun semenjak penemuan Dalton!

Hal ini merupakan salah satu contoh perjuangan keras manusia dalam mencari apa yang paling dasar dan apa yang paling mula. Suatu pertanyaan yang tak akan pernah berhenti dilontarkan sepanjang sejarah manusia ada. Dan apa yang dikatakan sekarang sebagai asal mula, mungkin saja, sepuluh tahun atau berpuluh-puluh tahun mendatang akan ditemukan yang lebih awal lagi. (Nur Agustinus)

Popular Posts