Hari kedua workshop dimulai pukul 10 pagi. Sebelum masuk ke materi, Riyadi Suparno menjelaskan bahwa yang harus dilakukan untuk bisa menjadi penulis adalah kita harus meluangkan waktu secara khusus untuk menulis. Itu harus dilakukan tiap hari, setidaknya berlatih menulis 10 menit tiap hari. Untuk itu dikenalkan apa yang dinamakan free writing. Apa itu maksudnya?
Free writing (menulis bebas) adalah menulis apa saja yang ada di pikiran kita dan terus menulis tanpa henti. Kalau pikiran kita menjadi blank, maka kita bisa mengulang kata-kata sampai menemukan kata selanjutnya. Tidak penting soal susunan kalimat, yang utama adalah kita terus menulis, mengetik di keyboard dan menghasilkan kata-kata. Apa manfaatnya?
Free writing bisa membantu kita belajar menulis ketika tidak ingin menulis. Kita mesti mengatur waktu untuk diri sendiri, menyediakan waktu khusus untuk free writing. Free writing melatih untuk menulis tanpa berpikir tentang menulis. Dengan 10 menit sehari berlatih free writing, kita membiasakan untuk menulis apa yang ada di pikiran kita. Jadi, dalam free writing, tulis apa saja yang ada di pikiran, dan biarkan pikiran mengalir. Jangan mengatur kita mau menulis apa, tapi tulis apa saja emua kata-kata yang terlintas di benak kita.
Peserta kemudian diberi waktu sekitar 5 menit untuk melakukan free writing. Kemudian dilihat berapa kata yang dihasilkan. Kalau ternyata jumlah katanya sedikit, misalnya hanya 50 kata, maka ada hambatan dalam mengeluarkan kata-kata di pikiran kita untuk dituangkan dalam tulisan. Semakin banyak akan semakin bagus. Untuk itu perlu latihan terus menerus. Menulis juga perlu berlatih, tidak bisa orang menjadi penulis dalam sehari, sebagaimana juga dijelaskan oleh Riyadi, bahwa dua hari workshop tidak akan membuat kita menjadi penulis yang hebat. Latihan adalah kuncinya.
Memasuki materi utama sesi ketiga adalah menulis opini. Ada tiga elemen dalam membuat tulisan opini yaitu tentang (1) The ingredients (mengetahui apa isinya), (2) Struktur penulisannya, dan (3) Craftsmanship atau gaya tulisan yang membuat tulisan itu menarik. Dicontohkan seperti halnya pemahat, maka batang kayu di tangan seorang pemahat yang berjiwa seni akan menjadi patung yang indah, sementara kalau di tangan orang biasa, bisa jadi tidak akan berubah jadi sesuatu yang menarik. Ini adalah aspek craftmanship. Seperti misalnya Gunawan Muhammad memiliki craftmanship yang luar biasa.
Hal yang penting juga dalam menulis opini adalah bagaimana memunculkan ide. Mengapa ada orang yang banyak ide sementara yang lain tidak? Riyadi mengatakan bahwa semakin banyak kita memiliki pengalaman, dan semakin banyak membaca maka semakin banyak ide yang bisa muncul. Kita juga perlu melakukan vivid imagination (imajinasi yang jelas, bukan sekedar mengkhayal atau melamun).
Masalah sulit muncul ide biasanya disebabkan karena penulis tidak cukup berpikir atau membaca. Seperti pernah dikemukakan oleh Nurcholis Madjid bahwa ide itu seperti pohon dan cabang-cabangnya (seperti dalam mind mapping). Ide juga sulit muncul jika kita tidak berbicara dengan orang yang tepat. Bisa juga karena kita kurang peka terhadap isu yang muncul. Untuk menghasilkan ide, kita bisa melakukan apa yang dinamakan viewpoint switching, mengubah titik pandang atau melihat dari standpoint yang berbeda.
Menulis opini adalah penting untuk memperhatikan siapa pembaca kita. Seperti seorang marketing, kita mesti tahu siapa pasar kita. Selain itu perlu juga diingat agar menulis yang relevan, sesuai dengan waktunya, hubungan kedekatan pembaca dengan apa yang kita opinikan, dan pengaruhnya terhadap pembaca.
Struktur tulisan opini adalah sebagai berikut:
- Di awali dengan sebuah lead yang menarik.
- Penjelasan bahwa isu ini sesuai waktunya
- Opini dari sudut pandang yang berlawanan, jika ada
- Nyatakan argumen kita (didukung dengan fakta, integritas)
- Penutup yang jelas, "kicker", atau “gong”
Sedapat mungkin kita menyampaikan kepada pembaca sebuah fakta yang belum diketahui, tapi tentunya harus tetap memperhatikan bahwa fakta itu adalah benar. Hindari menghasut, memfitnah, menghujat, bersifat rasis atau berbohong. Biasanya dalam berita ada fakta yang tidak ditampilkan karena ada keberpihakan dari pembuat berita. Jika kita mengetahui fakta yang lain, kita bisa memasukkannya dalam opini yang kita tulis.
Peserta workshop kemudian diminta berlatih membuat tulisan opini (200 hingga 300 kata). Caranya adalah dengan membaca berita yang ada di koran, memilih satu berita yang menarik perhatian kita dan kemudian membuat semacam surat kepada editor dalam bentuk opini. Sekitar setengah jam waktu untuk latihan menulis opini ini dan kemudian dibahas satu persatu.
Kita kemudian juga melihat komentar-komentar dari para pembaca tulisan artikel yang dimuat di The Jakarta Post sebagai bentuk opini. Ada banyak yang menarik yang bisa diperoleh dari membaca komentar-komentar tersebut. Menurut Riyadi, biasanya artikel yang banyak dikomentari adalah yang seputar agama, malaysia dan seks.
(bersambung)