Oleh: Nur Agustinus

Ada sebuah perasaan dalam diri yang membuat kita selalu berusaha berhati-hati agar tidak kehilangan milik kita yang berharga. Tapi sikap hati-hati ini bisa meningkat menjadi kecemasan dan ketakutan. Hidup pada dasarnya tidak lebih dari tahapan-tahapan tak terbatas yang muncul melalui berbagai kesempatan yang memiliki tingkat resiko yang berbeda-beda. Di manapun kita berada, resiko yang mengancam diri kita selalu ada. Entah di rumah sekalipun tetap ada resiko keruntuhan bangunan jika terjadi gempa bumi, bepergian entah naik bus, kereta ataupun pesawat, juga ada resiko kecelakaan. Bahkan jalan kakipun di trotoar bisa celaka jika ada pengemudi mobil yang mengemudi dalam keadaan mabuk. Tapi kalau kita tidak berani menjalani resiko itu, kita tidak akan pernah pergi dan dengan demikian, kita juga tidak akan pernah sampai ke tujuan. Lebih buruk lagi, karena terlalu khawatir kehilangan miliknya yang berharga, yakni kehidupannya, ada yang tak berani bermimpi besar dan merasa puas dengan apa yang ada.

Dengan mengambil resiko, kita diajarkan bahwa peluang pada masa yang akan datang, baru akan datang saat kita mengoptimalkan peluang yang dimiliki hari ini. Resiko itu perlu dihadapi dan dijalani. Memang, saat menghadapi resiko, ada sebagian orang yang berpikir tentang hal buruk yang akan menimpa dan juga merasa khawatir kehilangan apa yang dimiliki saat ini. Tapi, akan berbeda jika bisa menerjemahkan resiko sebagai sebuah peluang terbuka yang bisa menjadikan hidupnya lebih bergairah, lebih berguna, lebih produktif, dan lebih menjanjikan. Di balik resiko yang besar terdapat perolehan yang besar. Dan, ingatlah bahwa tidak melakukan apapun bahkan memiliki tingkat resiko yang tinggi bagi kita di kemudian hari.

Di halaman 57 buku "Always on Top" ini, ada kata-kata sederhana namun bagi saya dalam artinya, yakni: "Orang-orang sukses memulai tindakan mereka dengan keinginan besar untuk menjadi sukses." Kalimat ini seakan tanpa makna berarti, tapi kalau kita lihat esensinya, ini bisa menjadi sebuah pertanyaan mendasar, yaitu "Seberapa besar Anda ingin sukses?" atau "Seberapa sungguh-sungguh Anda ingin benar-benar sukses?" Saya akan coba jelaskan dengan cara saya mengapa hal ini menjadi penting. Saya coba ambil contoh seorang teman saya sendiri, dia seorang duda, penampilan menarik dan memiliki kehidupan yang cukup mapan. Dia ingin menikah lagi dan mempunyai pendamping dalam hidupnya. Namun sampai lebih dari 10 tahun menduda, dia belum menikah lagi, bahkan memiliki kekasih saja tidak. Hingga suatu saat, ketika ada seorang sahabat saya datang dari Jakarta, dia adalah seorang penasihat spiritual yang telah berusia lebih dari 70 tahun. Saya mengajak teman saya datang ke hotel tempatnya menginap. Lalu setelah berbincang macam-macam, dia bertanya, "Apakah saya masih mempunyai peluang untuk menikah lagi?" Nah, jawaban atas pertanyaan ini yang membuat saya tercengang. Beliau justru membuat pertanyaan balik, "Seberapa sungguh-sungguh kamu ingin menikah?" Jawab teman saya, "Ya kalau bisa menikah, syukur, kalaupun ternyata tidak, ya tidak apa." Nah, jawaban inilah yang akhirnya menunjukkan apakah benar sungguh-sungguh atau tidak. Kalau kita tidak sungguh-sungguh, janganlah kita berharap hasilnya akan seperti yang kita inginkan. Kalau kita sungguh-sungguh, maka kita akan fokus dan berkomitmen akan tujuan itu dan hasilnya adalah sebuah kesuksesan.
Belajar dari hal itu, saya sejak itu ketika memilih untuk melakukan sesuatu dalam hidup ini, saya akan sungguh-sungguh menginginkan hal tersebut. Saya tidak mau bersikap, ya kalau berhasil ok, tidakpun juga tak masalah. Pemikiran seperti itu saya buang jauh-jauh. Saya harus sungguh-sungguh ingin atau tidak sama sekali, sehingga saya tidak lagi terganggu dengan keinginan yang cuma setengah-setengah.

Ini hal yang penting untuk disimak: Pilihlah tingkat resiko yang tepat bagi Anda. Pisahkan mana resiko yang bisa Anda jalankan dari yang sulit dijalankan. Ini tidak mudah, karena Anda harus punya ketrampilan dalam memisahkan kedua jenis resiko tersebut. Ketrampilan memisahkan resiko ini yang menentukan apakah Anda akan sukses atau tidak. Anda tidak boleh bermain di level aman karena hal itu tidak akan membuat Anda maju, tapi juga tidak baik berada di kondisi yang bisa membuat Anda berdarah-darah mengalami kegagalan. Anda harus tahu, mana resiko yang bisa Anda tempuh dan memiliki potensi kesuksesan yang bisa Anda raih. Dengan kata lain, jika Anda seorang petinju kelas bulu, jangan bertanding di level kelas berat. Anda harus bertanding di level yang sesuai dan jika Anda sukses, melangkahlah ke level resiko yang lebih tinggi.
Itulah sebabnya, sebelum mengerjakan beberapa hal, seorang juara selalu melakukan analisis resiko terlebih dahulu. Jika hasil analisis memperlihatkan bahwa resiko yang ditanggung terlalu besar, mereka tidak akan mengambil resiko tersebut. Dengan kata lain, ketika Anda tidak yakin dengan resiko yang akan Anda ambil, jangan melakukan tindakan apapun sampai ada fakta yang menunjukkan bahwa resiko yang Anda akan ambil bisa menguntungkan Anda. Ini juga berarti sebenarnya, jika tantangan dirasa terlalu memberatkan, jangan ambil resiko tersebut. Carilah peluang lain. Ini pada hakikatnya adalah esensi dari prinsip "Calculated risk-taking".

Cara melatih diri paling efektif menurut Spencer adalah membiasakan diri untuk mengerjakan sesuatu yang lebih daripada yang dapat dilakukan. Dalam bahasa Inggrisnya adalah: "Doing extra miles." Jadi kuncinya adalah, kita tahu apa bakat kita, fokus pada hal itu, jaga kesehatan, tingkatkan selalu ketrampilan dan lakukan secara lebih dari sekedar biasa-biasa saja.
(bersambung)