2 Feb 2016

MEA, kontribusi dan peluang meningkatkan kesejahteraan



Oleh: Nur Agustinus

Masyarakat Ekonomi Asean sudah diberlakukan sejak akhir tahun 2015. Apa pengaruhnya untuk kita dan bagaimana kita harus proaktif menyikapinya? Kita sering mendengar pembahasan peluang dan tantangan menghadapi MEA. Namun sejauh manakah kita menyadari apa pengaruh MEA bagi kehidupan kita? Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.

Saya membayangkan seperti ini. Kita bekerja di sebuah perusahaan. Pertanyaannya, apakah kita bekerja di kota tempat kita berasal? Misalnya, apakah Anda warga Surabaya bekerja di Surabaya? Atau warga kota Semarang bekerja di Surabaya? Sebenarnya, kalau kita amati, banyak sekali warga dari kota lain bekerja di kota yang berbeda. Warga kota Malang bekerja di Jakarta. Orang Yogyakarta bekerja di Bandung, dan lain sebagainya. Boleh jadi, ketika sudah berlama-lama tinggal di kota lain tersebut di mana dia mencari nafkah, lantas pindah domisili dan menjadi warga kota tersebut. 

Nah, pertanyaannya, apakah misalnya saya yang orang asli Surabaya, merasa terancam dengan datangnya orang dari Yogyakarta, yang dari Semarang, yang dari Madiun, yang dari banyuwangi, atau lainnya, yang mencari nafkah di kota saya? Rasanya tidak. Banyak orang dari kota kecil, pindah ke kota yang lebih besar, untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Itu sangat wajar. Bahkan, bagi seorang entrepreneur sekalipun, wajar akhirnya pindah ke kota yang lebih besar, seperti ibu kota, karena melihat peluang di sana jauh lebih bagus.

MEA, memang membuat sepuluh negara yang menjadi anggota ASEAN, memiliki visi dan komitmen bersama yakni Satu Visi – Satu IdentitasSatu Komunitas”. Jadi, mestinya, jika ada warga dari Thailand mau bekerja di Indonesia, hal yang sama seperti orang Jakarta ingin kerja di Bali, misalnya. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan sesungguhnya. Jadi saya membayangkan, MEA ini ibarat dulu, di tahun 1928 , Sumpah Pemuda yang menjadi awal mempersatukan Indonesia sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.  

Oleh karenanya, sebuah peluang jika kita ingin meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan bekerja di negara lain, khususnya di negara ASEAN, yang bisa memberikan penghasilan jauh lebih baik daripada bekerja di daerah sendiri. Tentu, untuk itu butuh kompetensi dan keunggulan kompetitif menghadapi pasar kerja di luar negeri. Adalah sama seperti banyaknya orang yang mengadu nasib di luar negeri menjadi buruh migran, karena di sana penghasilannya jauh lebih besar ketimbang di negara sendiri. 

Tentu, di sisi lain, ada yang mengkhawatirkan banjirnya tenaga kerja dari luar negeri ke Indonesia. Ini yang kita sering kali tidak siap. Bahkan sikap kita sering kali juga tidak bisa menerima dengan hal itu. Mungkin kalau dibandingkan, ketika sebuah perusahaan didirikan di sebuah daerah, maka penduduk setempat menuntut dan melakukan demo agar pegawai perusahaan banyak yang diambil dari daerah setempat dan bukannya mengambil tenaga dari daerah lain. Padahal, kesempatan kerja terbuka di mana saja. Kalau kita membatasi ruang lingkup kita sendiri, maka kita justru tidak memiliki keunggulan dan pada akhirnya membuat kita tidak memiliki posisi tawar yang kuat.

MEA sendiri sebenarnya menguntungkan bagi konsumen, karena dengan terbukanya arus perdagangan barang atau jasa, maka harga akan semakin murah. Yang sering dikhawatirkan adalah, akan banjirnya produk-produk dari luar negeri datang ke Indonesia. Sebenarnya kekhawatiran ini barangkali terlalu berlebihan, karena selama ini, Indonesia sudah kebanjiran produk dari luar negeri.  Baik itu produk branded atau produk dari negara lain yang sebenarnya memalsukan merk (produk KW atau grade ori yang diproduksi di negara lain). Di sinilah peran usaha kecil dan menengah yang harus bisa juga bersaing di pasar lokal, domestik maupun internasional. 

Indonesia sebenarnya unggul dalam industri kreatif. Indonesia juga unggul dalam hal keindahan alamnya yang bisa mengangkat industri pariwisata. Di sini butuh semangat kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi dan komunitas setempat untuk meningkatkan kesejahteraan bersama sambil tetap mempertahankan kearifan lokal. Ketika sebuah daerah dikembangkan menjadi tempat wisata, komunitas di sana harus siap menyambut peluang yang ada. Jangan kemudian malah pengusaha dari daerah lain yang datang untuk berjualan di sana. Juga bagaimana membudayakan kebersihan dan semangat menjaga kelestarian alam. Banyak tempat wisata yang kemudian tidak terawat dan kotor. 

Memang, kalau kita lihat dari skope yang lebih kecil, yakni diri kita sendiri. Adalah baik jika kita menempa diri untuk berjiwa pemimpin dan semangat entrepreneurial. Jadilah pelaku bisnis maupun penggerak masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan sosial yang kuat. Tentu, peran komunitas di sini sangat besar sebab adalah sulit untuk melakukan seorang diri. Alangkah baiknya jika komunitas-komunitas membangun dirinya untuk mempunyai keinginan kuat berprestasi, mempunyai ambisi dan cita-cita yang tinggi. Anak muda kita perlu diajak untuk berani bercita-cita besar. Fokuslah pada apa yang menjadi impian kita agar bisa merencanakan masa depan dengan lebih baik. Jadilah pribadi yang percaya diri, mampu dan yakin pada kemampuan yang dimiliki.  

Dengan demikian, MEA bukanlah sebuah ancaman. Kalau kita bisa mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain, maka kita akan bisa bersaing di pasar global. MEA memiliki semangat bagaimana negara-negara yang tergabung dalam Asean menjadi satu jati diri. Sama seperti kita merasa sebagai orang Indonesia, bukan sekedar menjadi warga Jawa Timur, Sumatera Utara, Papua, atau lainnya. Dengan demikian, nantinya, kita berhubungan dengan warga dari negara Asean lainnya merasa sebagai satu komunitas. “One Vision, One Identity, One Community”.

Popular Posts