20 Jun 2013

BEP: Titik impas, bukan balik modal

Salah satu ukuran penting dalam bisnis adalah BEP (baca: be - e - pe). Apa itu BEP? BEP adalah singkatan dari Break Even Point. Dalam ilmu ekonomi, terutama akuntansi biaya, titik impas (break even point) adalah sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Namun, kalau saya tanya ke beberapa orang, ternyata belum semua paham tentang BEP ini bahkan keliru mengartikannya.

Ketika saya bertanya kepada beberapa orang, “apa itu BEP?” Kebanyakan menjawab dengan, “Balik modal.” Jawaban ini tidak tepat, sebab BEP bukan balik modal melainkan merupakan titik impas. Lalu, apa bedanya?

Ketika Anda berbisnis, maka Anda akan menyediakan modal. Misalnya untuk sewa toko, renovasi bangunan atau membeli perabotan dan lain sebagainya. Balik modal artinya dari keuntungan pemasukan usaha Anda, seluruh modal yang telah Anda keluarkan akhirnya bisa kembali. Ini dalam istilah keuangan disebut return on investment atau disingkat ROI.

Nah, berbeda dengan BEP, ketika Anda berbisnis, pasti ada biaya operasional. Biaya operasional ini ada dua macam biaya utama, yakni biaya tetap dan biaya variabel atau tidak tetap. Mengapa disebut tetap? Karena menghitung biaya ini dilihat dari segi penjualan usaha. Misalnya katakanlah untuk bisnis ini Anda harus sewa toko. Per bulannya misalnya tiga ratus ribu rupiah. Maka kalaupun Anda tidak berhasil menjual barang dagangan Anda, Anda tetap harus mengeluarkan biaya sewa toko itu. Nah, ini namanya biaya tetap. Jadi, anggap saja usaha Anda sepi dan tidak ada pendapatan, tetap ada pengeluaran yang harus dikeluarkan. Ini biaya tetap.

Namun ketika ada proses penjualan atau transaksi, maka ada biaya lain. Misalnya ketika Anda menjanjikan harus mengirimkan ke pelanggan, atau hal lain yang harus dilakukan karena adanya transaski itu. Ini adalah biaya variabel. Semakin banyak order atau penjualan, maka biayanya juga meningkat. Ini disebut biaya variabel.

Maka, dalam proses berbisnis ini, biaya operasional Anda adalah biaya tetap ditambah dengan biaya variabel. Jika Anda masih bingung soal ini, maka saya akan coba kasih contoh lain.

Kita hidup kan harus makan dan minum. Anggap saja Anda tidak bekerja, toh pasti akan ada biaya yang keluar. Misalnya sehari-hari Anda hanya tinggal di rumah saja, tetap ada biaya yang harus Anda belanjakan untuk keperluan Anda hidup. Ini adalah biaya tetap. Tapi begitu Anda mau berbuat sesuatu, misalnya mau bekerja sekalipun, maka ada biaya variabel yang keluar, misalnya untuk naik angkot atau beli BBM dan lainnya. Setiap kali kita mau pergi, makan ada biaya juga yang harus dikeluarkan. Ini menjadi biaya variabel. Kalau Anda tidak pergi, ya tidak keluar biaya apa-apa, tapi toh untuk bisa hidup maka Anda harus keluar biaya juga. Inilah biaya tetap dan biaya variabel.

Nah, jika Anda mulai paham apa yang dimaksud dengan biaya tetap dan biaya variabel, di mana jumlahnya merupakan biaya operasional, jika dihubungkan dengan aktivitas bisnis kita yakni penjualan, maka akan ada biaya keluar tiap barang yang kita jual. Misalnya, saya buka rumah makan. Tak ada penjualan apa-apa, ada biaya tetap (bayar pegawai, bayar listrik, dan sebagainya), misalnya Rp 100.000,- per hari. Begitu ada penjualan, tiap porsi yang saya jual, ada biaya yang harus saya keluarkan sebesar Rp 5.000,-. Ini untuk biaya beli beras, beli daging, bumbu dan lainnya. Nah, jika misalnya saya bisa menjual 10 porsi, maka ada biaya variabel yang harus saya keluarkan sebesar Rp 50.000,-. Jadi total biaya saya adalah 150.000,-. Namun setiap porsi makanan yang saya jual, saya mendapatkan Rp 10.000,- maka, kalau saya menjual 10 porsi, biaya saya adalah Rp 150.000,- dan pendapatan saya Rp 100.000,-. Berarti saya belum impas. Untuk bisa impas atau mencapai titip impas (BEP), maka biaya saya harus sama dengan pendapatan saya. Nah berapa titik impasnya? Ini memang ada rumusnya untuk menghitung.

Kalau kita tahu berapa biaya tetap (A) dan tahu berapa biaya operasioal (B), dan tahu berapa harga jual barang kita (C), maka rumusnya adalah: A + (B x n) = C x n
Maka dari contoh tadi:
Rp 100.000,- + (5000 x n) = 10000 x n
100000 = (10000 x n) – (5000 x n)
100000 = 5000 x n
n = 100000 / 5000
maka n = 20.

Jadi kalau Anda berhasil menjual 20 porsi, maka Anda akan mendapatkan penghasilan Rp 200.000,- dan biaya Anda (tetap + variabel) adalah Rp 100.000,- ditambah Rp 100.000 (ini dari Rp 5000 x 20), maka total biayanya adalah Rp 200.000,- Jadi ini impas. Anda tidak untung dan tidak rugi.

Nah, jika Anda bisa menjual lebih dari 20 porsi, barulah Anda memperoleh untung. Anda bisa hitung kalau misalnya Anda bisa menjual 30 porsi makanan.

Inilah pentingnya mengetahui BEP, supaya kita bisa memasang target harus menjual minimal berapa tiap hari atau bulannya. Anda harus tahu BEP tiap harinya berapa, atau bisa juga BEP tiap bulannya berapa. Ini bebas Anda tentukan sendiri. Yang pasti, Anda harus tahu, pada penjualan berapa banyak titik impas itu terjadi. Dengan demikian, Anda bisa menentukan bahwa bisnis Anda itu menguntungkan atau tidak.

Apabila ada yang belum jelas, silahkan jika ingin bertanya..

Salam Entrepreneur.

Popular Posts