23 Apr 2009

Membayar hutang budi

Waktu lulus dari program MBA, saya diajak teman-teman satu kelas di MBA itu untuk bikin usaha (sampai sudah ke notaris untuk bikin akte). Saya mau aja, tapi saya bilang, saya tidak punya uang namun saya yang akan kerja. Jadi, saya punya semacam saham kosong. Tapi teman yang lain tidak setuju, saya tetap harus nyetor duit. Nah, ada teman sekelas saya yang lain (yang tidak ikut dalam join itu), namanya pak Susanto, mau membantu saya dengan meminjamkan uang rp 1 juta kepada saya. Eh, tidak tahu kenapa, tiba-tiba teman-teman saya itu (lupa jumlahnya berapa, mungkin sekitar 6 orang), membatalkan niat kerja sama itu sehingga saya dipanggil lagi untuk datang ke notaris dalam rangka pembubaran badan usaha. Jadi, uangnya yang sudah terlanjur saya pinjam 1 juta itu akhirnya terpakai buat nambah modal untuk usaha sendiri, yaitu yang membuka sebuah biro psikologi. Saya sempat hanya mencicil 100 rb kepada teman saya dan berjanji akan membayar sisanya secara mencicil juga. Jadi, saya masih punya utang rp 900.000,-

Waktu berjalan berlalu, bertahun-tahun, saya tidak berjumpa dengan teman saya. Kurs mata uang sudah berubah. Nilai sejuta saat itu sudah berbeda dengan sekarang. Saya sempat berpikir, saya ingin mengembalikan uang dengan nilai kurs dolar yang disesuaikan. Sampai akhirnya saya bertemu dengan dia lagi saat kuliah S2 (dia malah kuliah S3). Waktu itu sempat menyapa. Pertemuan berikutnya yang tidak sengaja adalah saat di toko buku, dan saya bilang kalau saya masih punya utang kepadanya. Ternyata dia sudah lupa dan saya ingatkan detailnya lagi. Katanya, "ah sudahlah, nggak perlu dipikirin, sudah aku anggap lunas." Jadi lega...hilang beban yang saya bawa selama sepuluh tahun lebih... Saya hanya bisa membalas kebaikan itu dengan berusaha membantu orang lain yang memerlukan. Sebelumnya, waktu kuliah MBA itu juga dibayari oleh teman ayah saya yang nilainya juga sekitar 10 jutaan.

Saya teringat akan petuah paman saya. Saya pernah bertanya, “Bagaimana cara seorang anak membalas orangtuanya?” Beliau menjawab, "Balaslah dengan cara merawat dan mendidik anakmu dengan sebaik-baiknya." Budi baik seseorang hanya bisa dibayar dengan cara memberi kebaikan kepada orang yang lain lagi.
(nur agustinus - 27 Februari 2009)

Popular Posts