Oleh: Lola Rotimi-Sosanya
Sumber: http://www.inspiretheentrepreneur.com/2012/08/22/top-10-reasons-why-people-dont-start-their-own-business/
Dikarenakan
tantangan dan resiko yang berkenaan dengan memulai sebuah bisnis,
banyak orang menjadi ragu-ragu dan menyerah pada impiannya menjadi
entrepreneur. Banyak yang takut menghadapi kemungkinan yang
bakal terjadi dan cemas akan mengalami kegagalan. Namun demikian, dari
mengamati pebisnis dan entrepreneur yang sukses, Anda dapat
belajar bagaimana merancang sebuah rencana bisnis yang berhasil. Berikut
adalah beberapa alasan mengapa orang tidak memulai bisnis mereka
sendiri.
19 Mei 2013
17 Mei 2013
24th International Council for Open and Distance Education (ICDE) di Bali
Tanggal 2 – 5 Oktober 2011 saya mengikuti 24th International Council for Open
and Distance Education (ICDE) World Conference (Konferensi Internasional
Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) yang ke-24. Konferensi ini merupakan
salah satu agenda dua tahunan dari ICDE. Acara ini diselenggarakan di The Westin
International Hotel, Nusa Dua, Bali. Tema konferensinya adalah “Expanding
Horizons – New Approaches to Open and Distance Learning” (Memperluas Cakrawala –
Pendekatan Baru dalam PTJJ) merupakan forum berbagi pengalaman, gagasan, dan
strategi esensial dan praktis di kalangan komunitas sesama institusi maupun
praktisi pendidikan jarak jauh (Open and Distance Learning Institutions).
Sebelum konferensi dimulai, ada preconference yang saya ikuti, tentang "The
Three Generations of e-learning Development” yang dipresentasikan oleh Dr. Zhang
Weiyuan. Berikut rangkumannya:
10 tahun lalu e-learning masing belum popular. Masih mengutamakan face-to face atau online course yang sifatnya satu arah. Pembelajaran tatap muka lebih dihargai ketimbang lulusan e-learninng. Namun setelah 5 tahun, ada perubahan. E-learning mulai berkembanng, di China, Jepang, Taiwan, termasuk di Indonesia. Mulai banyak orang belajar lewat internet. Di tahun 2010 makin banyak orang belajar dan mencari bahan pembalajaran lewat e-learning.
10 tahun lalu e-learning masing belum popular. Masih mengutamakan face-to face atau online course yang sifatnya satu arah. Pembelajaran tatap muka lebih dihargai ketimbang lulusan e-learninng. Namun setelah 5 tahun, ada perubahan. E-learning mulai berkembanng, di China, Jepang, Taiwan, termasuk di Indonesia. Mulai banyak orang belajar lewat internet. Di tahun 2010 makin banyak orang belajar dan mencari bahan pembalajaran lewat e-learning.
E-learning kemudian menjadi sebuah institusi pendidikan lanjutan (continuing studies) dan makin banyak pasar e-learning, makin popular baik di primary & secondary school.
Tiga generasi dari perkembanngan e-learning:
Generasi pertama: One way, driven by technology (hardware & software), dimulai tahun 1990. Teacher provided course content. One way transmission dominated by technology. Yang mendesin dan mengembangan biasanya adalah technical staff.
Banyak yang universitas yang menyelenggarakan e-learning mengalami kegagalan dan kerugian (jutaan dolar).
Generasi kedua: An interactive mode with pedagogy driven learning. Student berinteraksi dengan students lain, teacher dan content/learning materials. (Moore 1989)
Pentingnya student centered. time management, multimedia learning, interface, kearning content. (Zhang, 2009)
Generasi kedua: e-learning = interactions.
Komponen E-learning: Management, course design and development, student support services, assessment, Evaluation & quality assurance.
“Need to develop a comprehensive mode of e-learning."
Generasi ketiga: e-learning: A Comprehensive mode of e-learning.
- Principles and methods
- Management
- System and platform
- Instructional design
- Course development
- Use of OER (Open education resources)
- Facilitators and tutoring
- Student support services
- Evaluation & QA
Strategies of establishing 3rd generation of
e-learning
PLATFORM – COURSES – TRAINING
PLATFORM – COURSES – TRAINING
Design &
development of platform, courses and training.
Course layout template, search tool for course website, student homepage. Module management, quiz management, grade management, student tracking. Secure login, technical support.
Course layout template, search tool for course website, student homepage. Module management, quiz management, grade management, student tracking. Secure login, technical support.
Yang harus dihindari dari sebuah platform:
- Not flexible
- Limited interaction functions
- Teacher-centered approach
- Lack of learning functions
- Lack of evaluation functions
- Expensive
Karakteristik 3rd generations of
e-learning platforms:
- Flexibilitty (object-oriented and dynamic)
- Enhanced interactive functions (seperti blog, facebook, RSS, virtual classroom)
- Learning functions
- Evaluation functions
- Cost effectiveness
Characteristic e-course
development:
- Teachers/trainers working with instructional designers, play a dominating role in couse design and development
- Technicians and graphical designer play a supporting role.
- Using new e-learning tools, lectures could be automatically recorded, created and produced.
- Teachers and trainers could eadily manage the process of video programme shooting and editing by themselves, as well as uloading to websites for students to review anytime, anywhere.
Banyak software
yang makin efektif, misalnya Articulate, Captivate, myUdutu, VoiceThread. -à no
need for professional IT knowledge and skills.
Training: Providing staff for
3rd generation of e-learning
E-learning 3rd “Being the same but better”, yang berarti: kualitas sama dengan hasil pendidikan face-to-face tapi bahkan lebih baik.
- Learning motivation, styles, processes.
- Methods of e-tutoring, skills of e-tutoring, stident support services
- E-learning system, function of e-learning platform, uses of e-learning functions, use of virtual classroom
- Design of e-learning courses, instructional design, environment design, preparing blueprints for e-courses/
- Training: design of e-learning course interfaces, color meaning, matching in the interface, design layout
- Training development of multimedia e-courseware
- Training about use of open educational resources
- Training about evaluation and QA
E-learning 3rd “Being the same but better”, yang berarti: kualitas sama dengan hasil pendidikan face-to-face tapi bahkan lebih baik.
Bersama Ir. Tian Belawati, M.Ed., Ph.D., Rektor Universitas Terbuka (UT) |
REE Asia 2012 di Bangkok (1/3)
Hari pertama, 1 Februari 2012
Setiba di Hotel Shangri-La, sesuai petunjuk yang ada, menuju ke ruang Study
Room tempat acara REE Asia 2012 berlangsung. Setelah registrasi, mendapat name
tag dan juga satu map yang berisi booklet dan lembar biodata para partisipan,
saya memasuki ruangan dan mendapat tempat duduk di bagiandepan samping. Acara
baru dimulai dan setelah dibuka, sebagai pembicara pertama adalah Tina L.
Seelig.
Tina memberi semacam tugas kepada para peserta untuk merancang sebuah cara atau sarana guna memperkenalkan diri. Bentuknya bebas dan sekretarif-kreatifnya. Salah satu peserta bahkan ada yang mempunyai ide bahwa di sepatu bisa mempunya alat untuk mendeteksi atau mentransmit data dirinya untuk kemudian diketahui oleh orang yang berada di dekatnya. Jika orang itu meng”accept” maka data diri bisa saling bertukar. Ide yang unik. Ada juga ide yang lain, yang dengan menggunakan sebuah origami pesawat untuk diluncurkan. Sesi ini memang menggali ide liar, menggunakan berbagai bahan seperti dalam project zero untuk membuat prototype. Ada kertas, ada spidol, klip, karet dan lainnya. Jadi, peserta disuruh membuat dengan bahan-bahan yang ada, sebuah prototype name tag yang tidak biasa/unik.
Tina L. Seelig |
Setelah itu acara makan siang dari jam 12.00 hingga jam 13.30. Masuk
kembali ke ruangan yang kira-kira berisi sekitar 15 meja bulat dan tiap mejanya
diisi sekitar 6 orang. Peserta REE Asia 2012 ini menurut saya tidak banyak.
Dugaan sebelumnya ada ratusan, namun meski tidak saya hitung secara pasti, namun
sepertinya sekitar hanya 100 orang saja, bahkan mungkin tidak sampai 100.
Sifat dari pertemuan REE Asia 2012 ini lebih menyerupai workshop ketimbang
conference. Edward Rubesch yang menjadi ketua penyelenggara, memang banyak
mengubah jadwal dari yang semestinya. Bahkan yang mestinya dia juga jadi
pembicara, tapi dibatalkan.
Acara jam 13.30 adalah acara presentasi poster. Edward Rubesch banyak
bertindak sebagai pengatur acara, membagi peserta berdasarkan jarak dari
Bangkok, mulai dari yang dekat hingga yang paling jauh. Lalu kita semua berdiri
melingkar sesuai posisi, dan kemudian melakukan penghitungan 1 sampai 6. Mengapa
menghitung 1 sampai 6? Karena akan dibuat 6 kelompok.
Poster yang ditampilkan ternyata hanya ada 6 poster saja. Dari 6 poster
ini, 3 poster adalah dari Universitas Ciputra. 3 yang lain dari peserta lain.
Jadi, 6 kelompok ini akan dibagi ke tiap-tiap poster, lalu setiap poster akan
presentasi ke dua kelompok. Setelah sekian menit, kelompok akan digeser.
Saya mempresentasikan poster/paper yang saya buat bersama pak Denny
mengenai proses belajar mengajar Entrepreneurship 3. Dari hasil presentasi yang
saya sampaikan, ada yang melihat bahwa model kita tergolong bagus, terutama
dengan sistem mentoring berdasarkan posisi/fungsi dalam kelompok. Memang dalam
kelas E3 ada yang membuat diskusi dalam kelas dibagi-bagi bukan berdasarkan
kelompok tapi fungsi, artinya yang bagian finansial dikumpulkan bersama, bagian
marketing juga begitu. Dengan demikian mereka bisa saling belajar dari kelompok
yang lain. Hal lain adalah mereka cukup menghargai sistem project yang
benar-benar melibatkan modal termasuk rugi laba yang nyata. Keberadaan EiR juga
mendapat sorotan yang cukup dari beberapa peserta, sebab di antara mereka juga
ada yang semacam EiR, namun EiR di luar negeri nampaknya adalah sebuah
pengabdian sosial, dengan kata lain mereka melakukannya tanpa dibayar. Ini agak
berbeda dengan EiR di UC yang mendapat penghasilan. Acara presetasi ini
berlangsung menarik, tukar menukar informasi. Setelah selesai presentasi,
peserta kemudian diminta duduk kembali ke posisi semula dan dari tiap-tiap
poster digali kata kuncinya.
Kemudian masuk ke istirahat sebentar untuk snack dan kopi/soft drink selama
15 menit.
Masuk kembali sekitar jam 3 lebih, kemudian Dr Peter Kelly
memberikan presentasi yang berjudul "What Can Design Teach Entrepreneurship".
Saya merekam presentasi ini dan bisa dilihat di facebook UC Staffs and lectures
atau INNOVATIVE UC (UNIVERSITAS CIPUTRA). Peter Kelly memberikan sebuah
workshop bagaimana membuat sebuah prototype dengan menggunakan bahan dasar
strawberry. Dia meminta sebuah hasil yang “wow” atau membuatnya terkagum-kagum.
Tiap-tiap meja diberi bahan-bahan, ada bawang, keju, dan lain-lain serta
gambar-gambar yang mewakili benda-benda lain. Peserta diminta membuat strawberry
yang manis dan yang asin. Beberapa peserta yang tidak biasa dengan berpikir
design sepertinya bingung dengan instruksi ini. Mau diapakan strawberry ini?
Sementara Peter Kelly sambil keliling dengan nikmatnya makan strawberrynya.
Hasil dari prototypenya memang macam-macam. Ada yang menarik, unik, istimewa
meski ada juga yang biasa saja.
Memang kerja tim dari kelompok semeja yang baru kenal juga menjadi hambatan
tersendiri, terutama jika ada yang pasif. Proses pembelajaran mengenai bagaimana
proses kreatif itu muncul dari proses berpikir desain (design thinking) dan yang
dipresentasikan oleh Peter Kelly merupakan intisari dari buku “The Design of
Business: Why Design Thinking is the Next Competitive Advantage” karya Roger L.
Martin. Saya mencoba menelusuri tentang buku ini dan ada info yang bisa dibaca
di http://rogerlmartin.com/library/books/the-design-of-business serta sebuah
file presentasi di
http://www.slideshare.net/fred.zimny/slide-deck-by-roger-martin-the-design-of-business-presentation
Presentasi
dan workshop yang diadakan Peter Kelly berakhir sekitar jam 5 sore dan merupakan
acara terakhir hari pertama. Para peserta diingatkan agar besok akan dimulai
pukul 10 pagi.
16 Mei 2013
REE Asia 2012 di Bangkok (2/3)
Hari kedua, 2 Februari
2012
Kami berempat, saya, Michael & Michael, dan Ivan
Sandjaja, naik taxi menuju ke hotel dan sampai sekitar jam 10 lebih sedikit.
Untunglah acara belum dimulai juga dan ternyata ada sisi positifnya, kami
diminta untuk menempati meja di depan sendiri sebab meja itu rupanya masih
kosong. Ternyata kebiasaan duduk agak jauh dari pembicara ada di mana-mana.
:)
Duduk dekat pembicara membuat saya lebih mudah untuk melakukan
perekaman dengan handycam. Tujuan saya agar rekan-rekan yang lain juga bisa
mendengar isi materi dari apa yang disampaikan oleh pembicara. Kualitas suara
dan gambar memang tidak istimewa karena perangkat yang saya gunakan juga tidak
tergolong canggih, bahkan saat batery handycam saya habis, saya sambung
memvideonya dengan kamera hp.
Sesi pertama pagi itu dibawakan oleh Saras D. Sarasvathy
menyampaikan tentang Effectuation. Saya sendiri belum paham benar tentang apa
itu effectuation. Pendekatan Saras mengenai effectuation ini sebenarnya lebih
pada sifat, jadi mestinya bisa lebih mudah saya pahami dengan latar belakang
psikologi. Menurut Saras, yang agak berbeda dengan kebanyakan cara pandang
lainnya, entrepreneur tidak dimulai dengan kebutuhan pasar, akan tetapi mulai
dengan melihat ke dalam diri sendiri. Pertama, melihat siapa diri mereka
(nilai-nilai, harapan, kepribadian). Hal berikutnya adalah menggali apa saja
yang mereka ketahui, baik itu berupa pengetahuan, pengalaman, maupun
keterampilan. Terakhir, kemampuan memanfaatkan siapa yang mereka ketahui yaitu
network yang sudah dimiliki. Terjadi
tanya jawab yang cuku seru mengenai effectuation ini. Rekaman video yang saya
buat cukup panjang, jika berminat bisa mengcopy di tempat saya.
Acara berikutnya adalah presentasi dari John Stayton mengenai aspek
sustainability. Menurutnya untuk bisa sustain, harus ada sistem yang baik.
Presentasinya memang disampaikan dengan kurang begitu menarik dan dilakukan di
jam setelah makan siang (setelah 13.30). Tentu bisa dibayangkan betapa
ngantuk-ngantuknya saat itu. John kemudian membuat acara lebih menarik dengan
membuat sebuah workshop menggali permasalahan serta solusi. Di tiap-tiap meja
ada kertas plano yang di tengah-tengahnya ada topik yang berbeda-beda antara
setiap meja. Topiknya misalnya ada yang tentang energi, ada yang mengenai
pendidikan, ada yang tentang orang miskin, dan lain-lain.
Setiap orang dalam kelompok di meja, kemudian membuat mirip mind
mapping tapi bukan, sebuah ide yang berkaitan dengan topik tersebut. Semua
anggota dalam kelompok harus berpartisipasi menambahkan ide-ide di kertas plano
tersebut. Lalu setelah sekitar sepuluh menit, kelompok diminta untuk pindah ke
meja lain dan meneruskan apa yang ditulis oleh kelompok sebelumnya. Jadi
tiba-tiba kita dihadapkan dengan topik baru dan mesti menambahkan ide-ide di
kerta kelompok lain. Saat itu kita mesti berkeliling hingga lima kelompok dan
mengisi berbagai topik yang berbeda-beda, hingga akhirnya kita kembali ke meja
semula. Sebuah ide proses pembelajaran yang menarik dalam rangka brainstorming
serta memikirkan ide-ide secara luas. Setelah itu, kelompok menuliskan kata-kata
yang yang banyak muncul di kertas plano, dan kemudian membuat sebuah solusi
inovatif.
Acara selanjutnya diisi oleh pembicara dari India, yakni Parimal
Merchant, director Center for Family Managed Business dan Rukaiya Joshi,
Profesor PGCDM. Keduanya suami istri yang bekerja di S.P. Jain Institute of
Management & Research. Presentasinya berkaitan dengan family managed
business (FMB) dan pentingnya dalam entrepreneurship. Sementara yang satu lagi
membahas mengenai program pasca sarjana dalam pengengambangan manajemen. Kita
telah mendapatkan file presentasi dari kedua pembicara
tersebut.
Sesi terakhir hari kedua diisi oleh Alistair Fee dan Peter Russo,
tentang Global REE Long Term Thinking. Modelnya lebih bersifat workshop dengan
setiap meja mendapat tugas untuk mencari isu-isu yang berkenaan dengan topik
tertentu, misalnya tentang kesehatan, energi, hukum, komunikasi, pendidikan,
logistik, dan lainnya. Kita diminta untuk mencari sebanyak-banyaknya isu, kalau
bisa hingga 50 isu. Lalu dari isu-isu yang banyak itu, disuruh mencari 3 yang
paling dianggap penting dan kemudian membuat sebuah pernyataan. Mungkin tujuan
dari pembelajaran ini adalah dalam setiap persoalan (isu) terdapat
peluang.
Jam 5 sore acara selesai dan akan dilanjutkan esok hari
dengan dimulai jam 9 pagi.
REE Asia 2012 di Bangkok (3/3)
Hari ketiga, 3 Februari 2012
Hari ketiga diisi oleh beberapa pengulangan materi dari Saras Sarasvathy dan Peter Kelly. Peter Kelly menyampaikan tentang “The Design of Entrepreneurship”. Video rekaman yang disampaikan oleh Peter ada di group facebook UC Staffs and Lectures. Isinya memang hampir sama dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Namun yang menarik bagu saya di hari ketiga ini adalah dihadirkannya seorang serial social entrepeneur yang bernama Dr. Kongkiat Ketpech.
Sebagai seorang dokter, Kongkiat mengamati masalah yang dihadapi oleh rumah sakit yang ada di daerah-daerah pelosok. Ketika dia melakukan eksplorasi, ternyata ada tiga solusi untuk mengatasi hal itu, yakni IT, IT dan IT. Oleh karena itu, dia kemudian mengumpulkan teman-temannya di bidang pembuatan software, merancang sebuah sistem informasi bagi rumah sakit. Sistem software yang dibuatnya bersama timnya tidak dijual alias free dan memang diperuntukkan bagi pengembangan rumah sakit terpencil yang ada di Thailand.
Kongkiat tidak berhenti di sana saja. Dia juga menaruh perhatian kepada masalah nutrisi dan. Lalu dia membuat program untuk menangani masalah ini, yakni berhubungan dengan makanan. Dia dengan timnya lalu melakukan sebuah penelitian dan membuat jenis nasi yang tidak hanya berisi karbohidrat yang menggemukkan tapi juga bernutrisi tinggi. Sebagai dokter, memang passion Kongkiat ada pada masalah kesehatan. Setelah proyek membuat nasi bernutrisi ini, Konkiat lalu membuat klinik di Pensook. Memang kiprahnya yang terus menerus ingin membuat perubahan sosial, khususnya di bidang kesehatan, membuat dia pantas untuk disebut sebagai seorang serial social entrepreneur.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah, bagaimana seorang di bidang visual komunikasi, khususnya mutimedia, bisa juga melakukan sebuah inovasi di bidang social entrepreneurship. Adalah seorang kelompok animator yang bernama Roo Su Flood (Know, Fight, Flood), yang didirikan oleh Kriangkrai Vachiratamtorn, yang merasa frustasi melihat banyaknya informasi simpang siur dari pemerintah maupun badan lainnya yang justru membingungkan tentang bencana banjir besar di Bangkok. Jadi, dia kemudian membuat video animasi yang berjudul Flood. Yang diputar di acara REE Asia 2012 adalah yang episode 1 dan dia merencanakan membuat bebeberapa episode video animasi untuk menjelaskan tentang banjir besar serta penyebabnya tersebut.
Sebelumnya di siang hari kami mendapat hiburan berupa sebuah kelompok musik yang sangat rancak dan energik yang menabuhkan berbagai alat musik. Acara berakhir sekitar jam 3 sore, dan saya kemudian harus segera kembali ke hotel Holiday Inn, tempat saya menitipkan barang bawaan, untuk kemudian langsung menuju ke Bandara Suvarnabhumi untuk terbang dengan pesawat Air Asia pada jam 19.45.
Demikian laporan sekilas mengenai REE Asia 2012, namun sebagai tambahan, saya juga ingin menceritakan sedikit mengenai perjalanan selama di Bangkok, terutama sebelum mengikuti acara REE Asia 2012.
Saya tiba di Bangkok pada tanggal 30 Januari 2012. Ini karena tidak ada penerbangan Air Asia dari Surabaya ke Bangkok pada tanggal 31 Januari. Saya tiba sekitar jam 8 malam, dan karena saya ingin mencoba, meski ini kali pertama saya keluar negeri, maka saya memilih menggunakan alat transportasi kereta ketimbang taxi. Dari bandara menuju ke stasiun kereta di Bandara memang tidak terlalu jauh karena masih dalam satu kompleks. Biayanya cukup murah, menaiki Skyline Train hanya 45 bath atau sekitar Rp 13.500,- hingga sampai di stasiun tengah kota yakni stasiun Phaya Thai. Sekitar 20 menit sudah sampai dan dari sana pindah ke kereta lain rute Sukhumvit Line Skytrain menuju ke stasiun Siam. Biayanya hanya 20 bath atau Rp 6 ribu saja, lalu dari dana pindah lagi kereta Silom Line Skytrain dan akhirnya berhenti di stasiun Surasak, yang berjarak sekitar setengah kilo dari hotel Holiday Inn tempat akan menginap. Karena oper kereta, ketika keluar di stasiun Surasakm menambah 10 bath lagi atau sekitar Rp 3 ribu. Jadi keseluruhan ongkosnya sekitar Rp 22.500,- dari Bandara Suvarnabhumi sampai ke hotel. Tergolong murah jika dibandingkan dengan naik taxi yang sekitar 500 bath (Rp 150 ribu) termasuk lewat tol. Memang, naik kereta lebih cepat juga karena terbebas dari macet, tapi memang agak ribet karena harus berganti-ganti kereta. Tapi saya menyukainya.
Esok harinya bangun pagi, breakfast, dan kemudian segera bersiap-siap bersama pak Ivan untuk mengunjungi dua kampus di Bangkok, yakni Kasetsart University dan Thammasat University. Kami dijemput oleh miss Araya dari Kasetsart University dan diantar menuju ke kampusnya yang terletak di pinggiran kota ke arah bandara Suvarnabhumi.
Gedung yang kami datangi memang tidak begitu ramai karena memang kampusnya mempunyai banyak gedung yang tersebar. Kami diterima oleh International Affairs Division, langsung oleh direkturnya yakni Somsakdi Tabtimthong. Sayangnya, sepertinya mereka sedang ada acara sehingga kedatangan kami tidak bisa ditemui lama.
Akhir pembicaraan, kita bertukar cindera mata, dari UC berupa wayang Sinta versi Indonesia, sementara dari Kasetsart memberi patung kepala Rama versi Thailand. Kami juga mendapatkan keramahan dengan diantar kendaraan mereka menuju ke Thammasat University, kampus berikutnya yang hendak dituju. Hanya saja, janji temu di Thammasat adalah jam 2 siang, sementara kami sudah keluar dari Kasetsart sekitar jam 11. Sambil menunggu, kami berkeliling di pasar dekat Thammasat yang juga lokasinya bersebelahan dengan lokasi Grand Palace Bangkok. Kami juga sempat mampir ke Thammasat Bookstore.
Sekitar jam 2 siang kami akhirnya bertemu dengan pihak international affairs dari Thammassat, ditemui oleh Thanet Makjamroen, Ph.D. Kami mendapatkan hidangan roti yang nikmat serta kopi Thailand. Selang beberapa saat, ikut hadir menemui juga direktur The Australian Studies Centree, Suphat Suphachalasai, Ph.D. Cukup banyak yang dibicarakan, termasuk prorgram perkuliahan di UC, serta Thanet juga memberikan informasi tentang program di Thammasat. Sementara Suphat, yang sikapnya lebih santai, nampaknya lebih banyak bercerita mengenai banjir di Bangkok yang terjadi beberapa bulan lalu.
Dari Thammasat kami kemudian sempat menelusuri beberapa jalan dan naik tuk tuk, kendaraan yang mirip bajaj namun lebih besar. Malamnya, Michael dan Michael sudah tiba di hotel juga dan kami berempat kemudian jalan-jalan ke daerah Sala Daeng. Malam-malam berikutnya kami sempat jalan-jalan ke daerah Siam, makan mie, tong yam, dan lainnya, termasuk ke Siam Paragon untuk mampir ke toko buku Kinokuniya, kemudian besok malamnya ke MBK dan daerah sekitarnya. Saya sempat juga ke daerah Shukumvit mampir ke dua toko buku yang ada di jalan tersebut di mana salah satunya menjual buku-buku bekas.
Demikianlah laporan perjalanan ini. Saya sangat berterima kasih telah dipercaya mewakili Universitas Ciputra untuk mengikuti REE Asia 2012, khususnya mempresentasikan paper yang ditulis bersama Pak Denny Bernardus mengenai pekuliahan Entrepreneurship 3 Retail Business. Beberapa video tidak saya upload ke facebook karena durasinya panjang, seperti video presentasi Effectuation dari Saras Sarasvathy, video Sustainability dari John Stayton, video Serial Social Entrepreneur dari Dr. Kongkiat Ketpech. Jika berminat, bisa mengcopy di saya. Video yang saya upload di facebook memang kualitasnya resolusi/birate rendah karena pertimbangan bandwith, sehingga kurang begitu jelas namun jika beminat, bisa mendapatkan video berkualitas mpeg 1 (vcd) di saya. Semoga apa yang saya sampaikan bisa berguna dan memberi inspirasi bagi kita semua.
[selesai]
Hari ketiga diisi oleh beberapa pengulangan materi dari Saras Sarasvathy dan Peter Kelly. Peter Kelly menyampaikan tentang “The Design of Entrepreneurship”. Video rekaman yang disampaikan oleh Peter ada di group facebook UC Staffs and Lectures. Isinya memang hampir sama dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Namun yang menarik bagu saya di hari ketiga ini adalah dihadirkannya seorang serial social entrepeneur yang bernama Dr. Kongkiat Ketpech.
Sebagai seorang dokter, Kongkiat mengamati masalah yang dihadapi oleh rumah sakit yang ada di daerah-daerah pelosok. Ketika dia melakukan eksplorasi, ternyata ada tiga solusi untuk mengatasi hal itu, yakni IT, IT dan IT. Oleh karena itu, dia kemudian mengumpulkan teman-temannya di bidang pembuatan software, merancang sebuah sistem informasi bagi rumah sakit. Sistem software yang dibuatnya bersama timnya tidak dijual alias free dan memang diperuntukkan bagi pengembangan rumah sakit terpencil yang ada di Thailand.
Kongkiat tidak berhenti di sana saja. Dia juga menaruh perhatian kepada masalah nutrisi dan. Lalu dia membuat program untuk menangani masalah ini, yakni berhubungan dengan makanan. Dia dengan timnya lalu melakukan sebuah penelitian dan membuat jenis nasi yang tidak hanya berisi karbohidrat yang menggemukkan tapi juga bernutrisi tinggi. Sebagai dokter, memang passion Kongkiat ada pada masalah kesehatan. Setelah proyek membuat nasi bernutrisi ini, Konkiat lalu membuat klinik di Pensook. Memang kiprahnya yang terus menerus ingin membuat perubahan sosial, khususnya di bidang kesehatan, membuat dia pantas untuk disebut sebagai seorang serial social entrepreneur.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah, bagaimana seorang di bidang visual komunikasi, khususnya mutimedia, bisa juga melakukan sebuah inovasi di bidang social entrepreneurship. Adalah seorang kelompok animator yang bernama Roo Su Flood (Know, Fight, Flood), yang didirikan oleh Kriangkrai Vachiratamtorn, yang merasa frustasi melihat banyaknya informasi simpang siur dari pemerintah maupun badan lainnya yang justru membingungkan tentang bencana banjir besar di Bangkok. Jadi, dia kemudian membuat video animasi yang berjudul Flood. Yang diputar di acara REE Asia 2012 adalah yang episode 1 dan dia merencanakan membuat bebeberapa episode video animasi untuk menjelaskan tentang banjir besar serta penyebabnya tersebut.
Sebelumnya di siang hari kami mendapat hiburan berupa sebuah kelompok musik yang sangat rancak dan energik yang menabuhkan berbagai alat musik. Acara berakhir sekitar jam 3 sore, dan saya kemudian harus segera kembali ke hotel Holiday Inn, tempat saya menitipkan barang bawaan, untuk kemudian langsung menuju ke Bandara Suvarnabhumi untuk terbang dengan pesawat Air Asia pada jam 19.45.
Demikian laporan sekilas mengenai REE Asia 2012, namun sebagai tambahan, saya juga ingin menceritakan sedikit mengenai perjalanan selama di Bangkok, terutama sebelum mengikuti acara REE Asia 2012.
Saya tiba di Bangkok pada tanggal 30 Januari 2012. Ini karena tidak ada penerbangan Air Asia dari Surabaya ke Bangkok pada tanggal 31 Januari. Saya tiba sekitar jam 8 malam, dan karena saya ingin mencoba, meski ini kali pertama saya keluar negeri, maka saya memilih menggunakan alat transportasi kereta ketimbang taxi. Dari bandara menuju ke stasiun kereta di Bandara memang tidak terlalu jauh karena masih dalam satu kompleks. Biayanya cukup murah, menaiki Skyline Train hanya 45 bath atau sekitar Rp 13.500,- hingga sampai di stasiun tengah kota yakni stasiun Phaya Thai. Sekitar 20 menit sudah sampai dan dari sana pindah ke kereta lain rute Sukhumvit Line Skytrain menuju ke stasiun Siam. Biayanya hanya 20 bath atau Rp 6 ribu saja, lalu dari dana pindah lagi kereta Silom Line Skytrain dan akhirnya berhenti di stasiun Surasak, yang berjarak sekitar setengah kilo dari hotel Holiday Inn tempat akan menginap. Karena oper kereta, ketika keluar di stasiun Surasakm menambah 10 bath lagi atau sekitar Rp 3 ribu. Jadi keseluruhan ongkosnya sekitar Rp 22.500,- dari Bandara Suvarnabhumi sampai ke hotel. Tergolong murah jika dibandingkan dengan naik taxi yang sekitar 500 bath (Rp 150 ribu) termasuk lewat tol. Memang, naik kereta lebih cepat juga karena terbebas dari macet, tapi memang agak ribet karena harus berganti-ganti kereta. Tapi saya menyukainya.
Esok harinya bangun pagi, breakfast, dan kemudian segera bersiap-siap bersama pak Ivan untuk mengunjungi dua kampus di Bangkok, yakni Kasetsart University dan Thammasat University. Kami dijemput oleh miss Araya dari Kasetsart University dan diantar menuju ke kampusnya yang terletak di pinggiran kota ke arah bandara Suvarnabhumi.
Gedung yang kami datangi memang tidak begitu ramai karena memang kampusnya mempunyai banyak gedung yang tersebar. Kami diterima oleh International Affairs Division, langsung oleh direkturnya yakni Somsakdi Tabtimthong. Sayangnya, sepertinya mereka sedang ada acara sehingga kedatangan kami tidak bisa ditemui lama.
Akhir pembicaraan, kita bertukar cindera mata, dari UC berupa wayang Sinta versi Indonesia, sementara dari Kasetsart memberi patung kepala Rama versi Thailand. Kami juga mendapatkan keramahan dengan diantar kendaraan mereka menuju ke Thammasat University, kampus berikutnya yang hendak dituju. Hanya saja, janji temu di Thammasat adalah jam 2 siang, sementara kami sudah keluar dari Kasetsart sekitar jam 11. Sambil menunggu, kami berkeliling di pasar dekat Thammasat yang juga lokasinya bersebelahan dengan lokasi Grand Palace Bangkok. Kami juga sempat mampir ke Thammasat Bookstore.
Sekitar jam 2 siang kami akhirnya bertemu dengan pihak international affairs dari Thammassat, ditemui oleh Thanet Makjamroen, Ph.D. Kami mendapatkan hidangan roti yang nikmat serta kopi Thailand. Selang beberapa saat, ikut hadir menemui juga direktur The Australian Studies Centree, Suphat Suphachalasai, Ph.D. Cukup banyak yang dibicarakan, termasuk prorgram perkuliahan di UC, serta Thanet juga memberikan informasi tentang program di Thammasat. Sementara Suphat, yang sikapnya lebih santai, nampaknya lebih banyak bercerita mengenai banjir di Bangkok yang terjadi beberapa bulan lalu.
Dari Thammasat kami kemudian sempat menelusuri beberapa jalan dan naik tuk tuk, kendaraan yang mirip bajaj namun lebih besar. Malamnya, Michael dan Michael sudah tiba di hotel juga dan kami berempat kemudian jalan-jalan ke daerah Sala Daeng. Malam-malam berikutnya kami sempat jalan-jalan ke daerah Siam, makan mie, tong yam, dan lainnya, termasuk ke Siam Paragon untuk mampir ke toko buku Kinokuniya, kemudian besok malamnya ke MBK dan daerah sekitarnya. Saya sempat juga ke daerah Shukumvit mampir ke dua toko buku yang ada di jalan tersebut di mana salah satunya menjual buku-buku bekas.
Demikianlah laporan perjalanan ini. Saya sangat berterima kasih telah dipercaya mewakili Universitas Ciputra untuk mengikuti REE Asia 2012, khususnya mempresentasikan paper yang ditulis bersama Pak Denny Bernardus mengenai pekuliahan Entrepreneurship 3 Retail Business. Beberapa video tidak saya upload ke facebook karena durasinya panjang, seperti video presentasi Effectuation dari Saras Sarasvathy, video Sustainability dari John Stayton, video Serial Social Entrepreneur dari Dr. Kongkiat Ketpech. Jika berminat, bisa mengcopy di saya. Video yang saya upload di facebook memang kualitasnya resolusi/birate rendah karena pertimbangan bandwith, sehingga kurang begitu jelas namun jika beminat, bisa mendapatkan video berkualitas mpeg 1 (vcd) di saya. Semoga apa yang saya sampaikan bisa berguna dan memberi inspirasi bagi kita semua.
[selesai]
14 Mei 2013
12 Mei 2013
Simon Dan Orang Bercahaya
Waktu masih SD dulu (sekitar tahun 70an) ada buku seri terbitan Gramedia yang namanya "Ceritera dari Lima Benua". Salah satu buku yang paling berkesan, judulnya "Simon dan Orang Bercahaya". Ceritanya sangat luar biasa, dan belakangan ketika ada internet, baru tahu kalau itu karangan Leo Tolstoy dan judul bahasa Inggrisnya "What Men Live By"
Berikut ceritanya:
Simon Dan Orang Bercahaya
Udara di Rusia sangat dingin. Kebanyakan orang memakai kulit biri-biri supaya jangan kedinginan. Tentu saja kulit biri-biri itu di potong hingga jadi jas. Jas kulit biri-biri sangat mahal. Orang miskin hampir tak kuat membelinya. Beberapa tahun yang lalu, ada tukang sepatu bernama Simon. Isterinya bernama Matrena. Mereka sangat miskin. Tapi masih banyak orang yang lebih miskin dari Simon. Orang-orang itu hutang pada Simon. Mereka tak dapat membayar ongkos perbaikan sepatu.
Pada suatu hari Simon ingin membeli jas kulit biri-biri yang baru. Harganya delapan rubel. Rubel adalah nama mata uang Rusia. la sendiri hanya punya uang tabungan tiga rubel. Dua tahun menabung hanya mendapat tiga rubel! Masih kurang lima rubel. Yang lima rubel akan ia tagih dari orang-orang yang berhutang kepadanya.
Jadi sebelum pergi ke toko, Simon harus menagih hutang lebih dulu! Simon berangkat membawa tongkat. la memakai pakaian rangkap tiga. Yang paling dalam bajunya sendiri. Yang tengah jas isterinya. Yang paling luar, jasnya sendiri. Jasnya sendiri sudah tua dan berlubang-lubang.
Perjalanan Simon sehari sial belaka. Orang-orang tak dapat membayar hutang. Uang lima rubel tak dapat dikumpulkan. Seorang miskin hanya membayar Simon duapuluh kopek. Kopek juga nama mata uang Rusia. Orang miskin itu juga memberi Simon sepasang sepatu bot. la minta, supaya sepatu diperbaiki.
Simon tak dapat membeli jas baru. Untuk menghangatkan badan, ia membeli vodka. Vodka adalah nama minuman keras di Rusia. Uang duapuluh kopek habis. Tapi badan merasa hangat.
“Isteriku pasti marah, aku pulang tak membawa jas baru,” kata Simon sendirian.
Waktu hari sudah agak gelap, Simon tiba di dekat gereja. Di belakang gereja ia melihat sesuatu berwarna putih.
Simon bertanya dalam hati, “Apakah itu? Batu atau lembu? Tapi tadi pagi tak ada batu putih di situ. Lembu juga bukan, sebab seperti ada kepala manusia. Mengapa begitu putih? Dan kalau itu manusia, mengapa ia ada di situ?”
Waktu agak dekat, Simon menjadi takut. Benda putih tersebut ternyata orang. Tak jelas, sudah mati atau masih hidup. la telanjang, tak berpakaian secarik pun. la duduk bersandar di dinding gereja. Orang itu tak bicara dan tak bergerak.
“Mungkin ia baru saja dirampok, ditelanjangi dan dibunuh. Kalau kutolong, mungkin aku sendiri akan terlibat,” pikir Simon.
Simon berjalan terus. la berjalan di depan gereja. Kemudian Simon menengok ke belakang. Orang itu tak bersandar pada dinding lagi. tapi bergerak dan memandang Simon. Simon menjadi lebih takut.
“0 Tuhan, tolonglah saya! Harus saya apakan orang itu? Saya takut dan bingung. Saya tak kenal orang itu. Kalau kutolong, bagaimana kalau ia mencekik leherku? Saya sendiri miskin dan kedinginan. Jasku hanya satu. Saya tak dapat memberikan jas ini kepadanya.” kata Simon sendirian.
Simon berjalan terus. Langkahnya dipercepat. Setelah agak jauh, Simon berkata kepada dirinya sendiri, “Hai Simon! Tak malukah kau? Kau memakai baju rangkap tiga. Orang itu mungkin akan mati kelaparan atau kedinginan. Kau orang miskin. Siapa yang akan mau merampok kau. Hai Simon, sadarlah!”
Simon berpaling dan berjalan kembali. Waktu tiba di belakang gereja, orang tersebut tampak lebih jelas. la masih muda. Tubuhnya bersih, sehat dan kuat. Wajahnya menyenangkan. Tampaknya sangat baik hatinya. Tapi ia kedinginan dan ketakutan. Matanya tertutup. la seperti tak bertenaga untuk membuka matanya.
Dengan segera Simon mengangkat dia. Qrang itu menengadah. Pandangan matanya sayu. Menimbulkan rasa belas kasihan. Rasa takut Simon hilang. La menjadi tertarik kepadanya. Simon memberikan jas kepada orang muda itu. Bahkan Simon membantu mengenakan pakaian. Sepatu bot juga dipakai orang muda. Orang muda berjalan memakai tongkat. Mereka berjalan bersama-sama.
“Siapa namamu?” tanya Simon.
“Mikael,” jawab orang tak dikenal itu.
“Dari mana asalmu?”
“Saya tidak berasal dari sini.”
“Bagaimana kau sampai di belakang gereja?”
“Aku tak boleh mengatakannya.”
Aneh, pikir Simon. Orang ini tak jelas asal usulnya. Tapi pandangan matanya sangat menyenangkan.Caranya bicara sangat sopan dan sedap. Simon merasa senang, punya teman Mikael.
Udara sangat dingin. Mikael tidak memakai topi. Untunglah rambutnya tebal dan gondrong. Jas Simon, yang ia pakai, cukup panjang. Hampir sampai lutut panjangnya. Tak lama kemudian mereka tiba di rumah. Matrena, isteri Simon, marah. Matrena melihat Simon tak membawa jas baru. Bahkan jas Simon dipakai tamu yang tak ia kenal.
Kecuali itu Matrena mencium bau vodka. Siapakah tamu itu? Tanya Matrena dalam hati. Mengapa ia memakai jas Simon? Mengapa ia tak memakai baju? Mengapa ia diam saja? Mengapa selalu memandang ke tanah? Matrena berdiri di dekat perapian.
Simon duduk, dan berkata kepada Mikael, “Mari duduk, sebentar lagi kita makan malam.”
Tapi Matrena diam saja. Sebab ia sedang marah. Mukanya masam, dan tidak mau menyiapkan makan malam. Matanya memandang Simon, kemudian memandang Mikael.
“Saya lapar. Segera siapkan makan malam!” kata Simon.
Sekarang Matrena tak dapat menahan marahnya.
Dengan suara keras ia berkata, “Aku memang sudah masak. Tapi tidak untukmu! Kau bau vodka. Kau pasti baru saja minum. Uangmu pasti kau habiskan untuk minuman keras. Mana jasmu yang baru? Dan mengapa kau membawa orang ini?”
Simon menarik napas, dan menjawab, “Sabar, Matrena. Mengapa kau tidak bertanya lebih dulu?”
“Ya mengapa, mengapa! Mengapa kau juga tidak menjelaskan lebih dulu? Di mana uangnya? Siapa orang ini?” tanya Matrena.
Simon mengambi! uang dari baju dalam. Uang ditebarkan di atas meja. Dengan cepat uang diambil Matrena. Matrena khawatir, kalau uang akan disalah gunakan oleh Simon.
“Mengapa hanya tiga rubel. Mana yang lima rubel?” tanya Matrena.
“Orang-orang tak mau membayar hutangnya. Katanya belum punya uang,” jawab Simon.
“Kau tak usah makan malam. Kau bau vodka. Kau tentu sudah makan di warung. Kau peminum dan pemabuk. Saya tak mau memberi makan pemabuk. Kau past! menghambur-hamburkan uang dengan orang ini. Seprei pemberian ibuku kau jual. Karena kau peminum dan pemabuk!”
Matrena marah sekali. la bicara terus-menerus. Simon tak dapat menyelanya. Bahkan kejadian-kejadian sepuluh tahun yang lalu, ia ungkapkan kembali. la tak percaya kepada Simon. Mungkin uang lima rubel dipakai Simon untuk membeli vodka.
“Berikan kembali jas saya!” bentak Matrena.
Matrena menarik jasnya sendiri yang dipakai Simon. Karena terlalu keras, jas robek.
“Mana uang yang lima rubel?” teriaknya.
“Sudah kukatakan, orang-orang tak bisa membayar hutangnya! Apa kau tak percaya? Kalau tak percaya pada saya, mau percaya kepada siapa? Saya hanya membeli vodka duapuluh kopek!” jawab Simon.
Matrena berhenti sebentar. la berjalan menuju pintu. Maksudnya akan pergi ke luar. Tapi ia ingin tahu tentang tamunya tersebut.
Sebab itu ia berkata, “Orang baik pasti punya pakaian. Orang baik tidak datang ke rumah orang pakai jas tuan rumah. Mengapa kau tidak mengenalkan orang ini kepada saya?”
“Bagaimana saya dapat mengenalkan? Kau bicara terus menerus seperti hujan lebat. Orang ini kudapati telanjang di belakang gereja. la kedinginan dan ketakutan. Tuhan mengutus saya supaya menolongnya. Siapa tahu ia baru saja mendapat kecelakaan! Haruskah dia saya biarkan. Haruskah dia kubiarkan mati kedinginan?” jawab Simon.
la juga pandai bicara selancar isterinya.
Matrena ingin menjawab, tapi Simon berkata lagi, “Jangan cepat marah Matrena, sebelum kau tahu duduk perkaranya. Pada suatu ketika kita semua akan mati. Dan kita harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Lihat orang ini, apa kau tak punya rasa belas kasihan?”
Matrena memandang Mikael. Mikael duduk di pinggir kursi. Tangannya berpegangan di atas lutut. la diam dan tak bergerak. Matanya tertutup. Kelihatannya seperti orang dalam kesakitan.
“Matrena, tidakkah kau punya cinta kasih Tuhan?” tanya Simon.
Tiba-tiba Matrena merasa kasihan terhadap Mikael. la pergi mengambil piring, cangkir dan sendok. Makan malam disiapkan. la menuang minuman dan bir. Roti diiris dan sop dihidangkan.
“Silahkan makan,” kata Matrena kepada Mikael dan Simon.
Secara aneh muka Mikael bercahaya. Mikael memandang Matrena, dan tersenyum untuk pertama kalinya. Tampaknya rasa sakitnya sudah hilang.
“Siapa namamu? Dan di mana rumahmu?” tanya Matrena.
“Namaku Mikael. Aku tak berasal dari sini,” jawab Mikael.
“Mengapa kau ada di belakang gereja?”
“Aku tak boleh mengatakannya.”
“Apakah kau baru saja dirampok orang?”
“Tidak. Tuhan menghukum aku.”
“Mengapa kau tak berpakaian?”
“Ya, aku tak berpakaian. Tapi banyak hal yang tak boleh aku ceriterakan. Simon menolong aku. Aku dipinjami jas dan sepatu. Aku dibawa ke sini. Kau memberi makan aku. Tuhan sangat senang atas perbuatanmu berdua,” jawab Mikael.
Sekarang Matrena merasa senang mendapat tamu Mikael. la ingin tahu lebih banyak, tapi tak berani bertanya. Mikael selalu menjawab “aku tak dapat mengatakan.” Selanjutnya Matrena memberikan baju dan celana Simon kepada Mikael.
“Kalau sudah mengantuk, silahkan tidur. Kau boleh tidur sesukamu. Di atas balai-balai, atau di dekat perapian,” kata Matrena.
Malam hari Matrena tidak dapat tidur. Besok pagi sudah tak ada roti. Tamu itu menimbulkan berbagai-bagai pertanyaan dalam hatinya. Ternyata Simon juga tak dapat tidur.
“Simon, siapakah sebenarnya orang itu? Mengapa ia tak mau menjawab segala pertanyaan?” tanya Matrena.
“Tentu ada alasannya. Tapi aku yakin ia orang baik. Sikap dan tingkah lakunya menyenangkan,” jawab Simon.
“Simon, kita suka memberi kepada orang lain. Mengapa orang lain tidak suka memberi kepada kita ? Mengapa mereka tak mau membayar hutangnya ?”
“Aku sendiri tidak tahu. Sekarang sudah larut malam. Mari kita tidur saja, dan jangan bertanya lagi.”
Maka Simon dan Matrena lalu jatuh tertidur. Keesokan harinya Matrena pergi ke rumah tetangga. la ingin meminjam roti. Mikael duduk di kamar. Matanya selalu memandang ke atas. la memakai baju dan celana Simon. Wajahnya berseri-seri. Lebih gembira dari pada hari sebelumnya.
“Mikael, orang hidup harus bekerja. Kalau tidak bekerja, tidak dapat mencari makan. Sebelum ke sini, kau bekerja di mana?” tanya Simon.
“Saya tidak pernah bekerja,” jawab Mikael.
Simon heran, tapi tak mau bertanya lebih lanjut. Sebab jawaban Mikael pasti “aku tak dapat mengatakan.”
Namun Simon berkata lagi, “Manusia harus bekerja, jika ia ingin makan.”
“Mudah-mudahan Tuhan memberkatimu, Simon. Aku mau bekerja. Katakan apa yang harus aku kerjakan,” jawab Mikael.
Simon mengajar Mikael membuat benang. Benang dicampur dengan lilin supaya kuat. Kecuali itu Mikael diajar menjahit sepatu. Mikael cepat sekali menguasai pekerjaannya. Baru tiga hari, ia sudah ahli. Kelihatannya seperti orang yang telah berpengalaman bertahun-tahun.
Mikael tidak pernah bicara. la hanya bicara kalau perlu. la bekerja terus menerus. Makannya sedikit. la tak pernah tersenyum, tertawa, atau bergurau. la suka melihat ke atas. la jarang pergi ke luar. Pekerjaan Mikael sangat mengagumkan. Kata orang, tak ada manusia dapat menjahit sepatu sekuat itu. la jadi terkenal. Dan perusahaan Simon jadi maju. Orang dari seluruh daerah memesan sepatu pada Simon. Simon mulai jadi kaya.
Kira-kira satu tahun kemudian, Simon kedatangan tamu orang kaya. Keretanya ditarik tiga ekor kuda. la punya pelayan namanya Fedka. Orang kaya itu bertubuh besar dan tinggi. Ototnya kekar seperti terbuat dari besi. Mukanya merah dan jasnya
berbulu tebal. la terpaksa membungkuk waktu masuk rumah Simon. Waktu ada di dalam, hampir memenuhi seluruh kamar. Simon dan Mikael tampak kurus dan kecii. Orang kaya itu rupanya datang dari dunia lain.
Jas bulu diletakkan di kursi. la duduk dan berkata, “Siapa pemimpin perusahaan sepatu ini?”
“Saya, Simon,” jawab Simon, sambil maju ke depan.
“Kau pernah melihat kulit semacam ini?”
Fedka membentangkan kulit di atas meja. Simon mengamat-amati.
“Belum tuan. Tapi kulit ini sangat baik,” jawab Simon.
“Dengar, dan perhatikan baik-baik. kulit ini berasal dari Jerman. Harganya duapuluh rubel. Kau harus membuat sepatu untukku. Sepatu itu harus tahan satu tahun. Bentuknya tidak boleh berubah. Jahitannya tak boleh robek. Kalau kau bisa membuat sepatu seperti itu, kau kubayar sepuluh rubel. Kalau kau berkata bisa, tapi ternyata sepatu jebol sebelum satu tahun, kau kumasukkan penjara!” kata orang kaya.
Suaranya besar menggelegar seperti halilintar.
Mikael memberi isyarat kepada Simon, supaya mau menerima pesanannya. Sebenarnya Simon merasa takut. Hatinya berdebar-debar. dan tangannya gemetar. Sebab belulang itu sangat mahal. Bagaimana kalau gagal? Tapi Simon percaya kepada Mikael.
Oleh karena itu ia menjawab, “Baik, tuan. Pesanan tuan kami terima. Mari kami ukur.”
Simon mengukur kaki orang kaya. Sementara kaki diukur, orang kaya melihat keliling. Matanya tertumbuk pada Mikael.
la bertanya kepada Simon, “Siapa itu?”
“Pembantu saya, tuan. Namanya Mikael. Dialah yang akan menjahit sepatu tuan,” jawab Simon.
“Hai, Mikael. Awas, jahitanmu harus tahan setahun. Mengerti?” kata orang kaya.
Simon melihat Mikael. Tapi Mikael tidak memandang ke arah orang kaya. Mikael memandang ke sudut kamar. Seolah-olah di sudut kamar ada seseorang. Mikael memandang terus ke sudut kamar. Kemudian ia tersenyum untuk kedua kalinya. Wajahnya bercahaya lebih terang.
“Kau menertawakan saya, orang tolol? Sepatu harus selesai pada saat kubutuhkan. Tahu?!” bentak orang kaya dengan marah.
“Ya, tuan. Pada saat tuan membutuhkan, sepatu pasti sudah selesai,” jawab Mikael.
“Awas, kalau kau mengingkari janji!”
Orang kaya mengenakan sepatu bot, jas berbulu, dan berpamitan. la berjalan menuju pintu. Tapi lupa membungkuk. Kepalanya terbentur pada bingkai pintu. la berteriak marah, dan menggosok-gosok kepalanya. Sebentar kemudian kereta berangkat.
Setelah orang kaya hilang dari pandangan, Simon berkata, “Kuat benar orang itu. Bingkai pintuku hampir lepas. Tapi dia kelihatannya tak merasa sakit.”
“Tentu saja ia kuat seperti raksasa. Makannya banyak dan lezat-lezat. Dia kaya. Orang seperti dia tak takut siapa saja. Kepada maut pun ia tak takut.” kata Matrena.
Tugas membuat sepatu bot untuk orang kaya diserahkan kepada Mikael.
Kata Simon, “Mikael, berhati-hatilah. Aku takut pada orang itu. Kau lebih muda, dan lebih teliti. Kerjakan sepatu itu. Nanti aku yang akan menjahit. Waspadalah, kulitnya sangat mahal. Jangan sampai salah potong.”
Mikael mulai bekerja. Kulit diukur dan dilipat. Kemudian dipotong menjadi dua. Waktu itu Simon sedang makan. Yang melihat perbuatan Mikael adalah Matrena. Matrena sudah biasa melihat orang membuat sepatu bot. la heran, mengapa Mikael memotong belulang jadi dua. Matrena ingin menegur, tapi tidak berani. Mungkin Mikael lebih tahu dari pada dirinya.
Waktu sepatu mulai dijahit, Matrena lebih heran lagi. Mikael tidak membuat sepatu bot, tapi sepatu biasa. Padahal Matrena mendengar dengan jelas, orang kaya memesan sepatu bot. Apakah Mikael ingin, supaya Simon dipenjara? Namun, meski pun begitu, Matrena tidak berani bertanya.
Sesudah makan, Simon melihat perbuatan Mikael. la
terkejut dan menegur, “Mikael, apa yang telah kau kerjakan? Mengapa kulit kau potong demikian!? Mengapa kau membuat sepatu biasa? Aduh celaka besar! Apa yang akan terjadi, kalau orang kaya tahu!”
Sebelum Simon selesai bicara, pintu diketuk orang.
Fedka, pelayan orang kaya masuk, dan berkata, “Majikan saya tak jadi memesan sepatu bot. la mati mendadak di tengah jalan. Isteri majikan memesan sepatu biasa saja.”
“Sepatu sudah selesai pada saat ia membutuhkan, “jawab Mikael.
Mikael memberikan sepatu dan sisa kulit.
Enam tahun lamanya Mikael ikut Simon. Selama itu ia hanya tersenyum dua kali. Simon tak berani menanyai asal usul Mikael. la takut, kalau Mikael merasa tak senang, dan pergi.
Pada suatu pagi Simon kedatangan tamu. Seorang ibu beserta dua anak kembar. Keduanya perempuan. Yang satu kakinya pincang. Dan ia tak dapat berjalan seperti anak biasa. Simon heran, sebab Mikael seperti gelisah dan terkejut. la biasanya tak demikian. Mikael memandang terus menerus kepada kedua anak itu. Ada hal yang sangat menarik perhatian Mikael. Setelah kaki diukur, Matrena bertanya kepada ibu kedua anak.
“Siapa kedua anak ini? Mengapa yang satu kakinya pincang?”
“Ini bukan anakku sendiri,” jawab ibu angkat kedua anak.
“Kira-kira enam tahun yang lalu, kedua orang tuanya meninggal dunia. Ayahnya dikubur hari Selasa. Tiga hari kemudian kedua anak ini lahir. Sesudah melahirkan anak kembar, ibunya juga meninggal. Waktu meninggal, kaki ibunya menindih kaki bayi. Oleh karena itu anak ini jadi pincang. Hal ini baru diketahui keesokan harinya. Karena kasihan, maka kedua anak ini kupelihara. Saya sendiri tidak punya anak. Karena anakku mati waktu ia berumur dua tahun. Sekarang kedua anak ini kuanggap seperti anakku sendiri. Aku sangat mencintainya. Rasanya aku tak dapat hidup tanpa anak-anak ini.”
“Manusia dapat hidup tanpa ayah dan ibunya. Tapi ia tak dapat hidup tanpa Tuhan,” kata Matrena.
Tiba-tiba seluruh ruangan penuh cahaya terang-benderang. Cahaya itu berasal dari tubuh Mikael. Mikael sedang duduk di sudut. Tangannya berpegangan di atas lutut. Dan matanya memandang ke atas. Wajahnya bersinar berseri-seri. la tersenyum untuk ketiga kalinya.
Sesudah ibu dengan kedua anak kembar pulang, Mikael menghampiri Simon. Mikael membungkuk rendah di depan Simon dan Matrena.
“Maafkan segala kesalahanku. Sebentarlagi aku harus kembali ke asalku. Aku dihukum Tuhan. Tapi hari ini Tuhan telah mengampuni aku. Maka aku minta diri. Aku ingin pulang,” kata Mikael.
“Nanti dulu, Mikael. Sabar dan jawablah pertanyaanku. Siapakah kau sebenarnya ? Mengapa selama enam tahun kau hanya tersenyum tiga kali ? Dan mengapa waktu tersenyum kau bercahaya ?” tanya Simon yang tercengang dan keheran-heranan.
“Sebenarnya aku adalah malaikat Tuhan di surga. Enam tahun yang lalu, aku disuruh mencabut nyawa ibu kedua anak kembar. Tapi aku menolaknya. Aku kasihan kepada kedua bayi. Ayahnya baru saja mati. Ibunya harus mati juga. Siapa akan memelihara bayi? Ibu bayi berkata, bayi tak dapat hidup tanpa ayah dan ibunya. Aku kembali ke Tuhan.
Tapi Tuhan berkata, “Mikael, kembalilah ke bumi. Cabutlah nyawa ibu anak kembar. Kemudian peiajarilah ketiga kebenaran ini:
Apa yang hidup dalam hati manusia?
Apa yang tak diijinkan pada manusia?
Apa yang diperlukan manusia?
Aku kembali ke bumi. Nyawa ibu bayi kucabut dan kuantar ke surga. Tapi di tengah jalan ada badai besar. Sayapku patah dan aku jatuh ke bumi. Jiwa ibu bayi menghadap Tuhan sendiri. Aku jadi manusia, bersandar di belakang gereja. Aku kedinginan, kelaparan, dan kesakitan. Kemudian Simon mau menolong aku. Aku dibawa ke rumahnya.
Mula-mula Matrena marah-marah dan ingin mengusir aku. Waktu itu aku melihat maut padanya. Seandainya Matrena jadi mengusir aku, ia pasti mati.
Tapi kau Simon, berkata, ‘Tidakkah kau punya cinta kasih Tuhan?’ Dan Matrena tiba-tiba suka padaku. la menjadi baik hati, dan mau member! makan aku. Aku tahu kebenaran yang pertama. Yang hidup dalam hati manusia adalah cinta kasih Tuhan. Dan aku tersenyum untuk pertama kalinya. Setahun sesudah itu, ada orang kaya memesan sepatu. Orang itu memesan sepatu yang tahan setahun. Aku melihat maut di sudut kamar. Orang lain tidak dapat melihatnya. Malaikat maut akan mencabut nyawa orang kaya sebelum matahari terbenam. Tapi orang kaya memesan sepatu yang tahan satu tahun. la tidak tahu, kalau hidupnya hanya tinggal beberapa jam saja. Oleh karena itu aku membuat sepatu biasa. Aku tahu kebenaran yang ke dua. Manusia tidak diperbolehkan mengetahui kebutuhannya. Aku tersenyum untuk kedua kalinya. Wajahku lebih berseri-seri dan lebih terang. Sebab sesudah mengetahui kebenaran yang ketiga, aku dapat kembali ke surga.
Hari ini ada ibu angkat dengan dua anak kembar. Simon pasti heran mengapa aku sangat memperhatikan kedua anak kembar itu. Ibu kedua anak kembar itulah yang kucabut nyawanya. Sebelum mati ibu bayi berkata, ‘Bayi tak dapat hidup tanpa ayah dan ibunya’. Tapi kemudian ternyata, kedua bayi dapat hidup.
Orang lain yang bukan apa-apanya, mencintai kedua bayi sepenuh jiwanya. Aku masih ingat, tadi Matrena berkata, ‘Manusia dapat hidup tanpa ayah dan ibunya. Tapi ia tak dapat hidup tanpa Tuhan’. Dengan demikian aku tahu kebenaran yang ketiga. Yang diperlukan manusia, supaya dapat hidup, adalah Tuhan. Aku tersenyum yang ketiga kalinya. Wajahku bercahaya terang sekali, karena aku sangat gembira. Masa hukumanku telah habis.
Tuhan telah mengampuni aku. Dan aku boleh segera kembali ke surga. Aku sekarang tahu, manusia dapat hidup, tidak karena mementingkan diri sendiri. Mereka hidup karena saling mencintai. Cinta kasih Tuhan yang menyebabkan manusia hidup. Tuhan hidup dalam hati manusia.”
Bersamaan dengan kata-kata itu, pakaian Mikael jatuh ke tanah. Suaranya makin berwibawa. Seolah-olah berasal dari surga. Tubuhnya diselubungi cahaya yang sangat menyilaukan mata. Nyala api yang besar keluar dari tanah. Mikael terangkat ke atas, sambil memuji Tuhan. Mikael kembali ke surga.
TAMAT
Dikutip dari http://
Orang mendengarkan hanya jika mereka paham
Banyak
guru mengeluh muridnya tidak mendengarkan dan ribut sendiri saat
pelajaran/kuliah. Ada yang ngobrol sendiri atau ada juga yang sibuk
dengan gadget elektroniknya. Bahkan ada yang dengan santai tidur di
dalam kelas. Sebagian besar mengatakan bahwa anak-anak jaman sekarang
tidak lagi bisa dengan tekun menyimak pelajaran. Sebagian lagi
menganggap adanya perbedaan generasi. Ada yang bilang anak-anak
jaman sekarang tidak hormat lagi dengan uru seperti masanya dulu. Tapi,
apa yang disampaikan oleh Johann Wolfgang von Goethe, "A person hears
only what they understand", buat saya patut untuk direnungkan.
Jangan-jangan kita yang tidak bisa membuat mereka paham. Barangkali juga
kita tidak cukup cerdas dalam mengajar sehingga tidak bisa menjelaskan
dengan gamblang untuk bisa dengan mudah dipahami. Atau, bisa juga kita
sendiri yang belum benar-benar paham dengan apa yang kita ajarkan.
Seperti kata Albert Einstein, "If you can't explain it simply, you don't
understand it well enough."
Lima penyebab usaha runtuh
Ada lima hal yang menyebabkan usaha yang Anda rintis akhirnya kandas dan mengalami masalah. Retailtoolbox dalam artikelnya yang berjudul “Top 5 Retail Killers“ mengemukakan ada 5 hal yang paling sering menyebabkan perusahaan ritel terseok-seok. Perusahaan ritel di Australia, sekitar 14% berguguran setiap tahunnya. Bahkan di Amerika, sekitar 40% usaha ritel yang menguntungkan sekalipun, tetap runtuh. Biasanya ini disebabkan karena kesalahan manajemen dalam hal:
1. Run Out of Cash
2. Inventory Out of Control
3. Failure to Control Gross Margin
4. Expenses out of Control
5. Growing too quickly:
Lima hal ini memang merupakan penyakit yang sering dialami pengusaha ritel. Pengalaman saya dalam berbisnis ritel juga menemui hal-hal seperti ini. Berikut penjelasannya masing-masing berdasarkan pengalaman saya di bidang usaha ritel:
1. Kehabisan uang kas
Anda mungkin pernah mengalami, ingin membeli sesuatu tidak bisa karena uang kurang atau habis. Setiap perusahaan pasti punya kewajiban untuk membayar tagihan maupun biaya lainnya, termasuk utang jika ada. Bagaimana kalau uang tidak ada di kas? Masalah ini menyangkut cash flow. Penyebab habisnya uang kas ini bisa macam-macam. Bisa karena modal yang kurang atau terbatas, bisa juga penggunaan uang yang untuk keperluan pribadi. Bahkan yang sering tak disadari adalah, banyak penjualan terjadi namun pelanggan tidak membayar secara tunai alias masih menunggak atau utang. Ini bisa menyebabkan kita kehabisan uang dan tidak baik bagi kesehatan usaha kita. Ibarat kita kurang darah, lama-lama bisa lemas dan berbahaya bagi kelangsungan hidup usaha kita.
2. Persediaan barang tidak terkendali
Salah satu hal penting dalam usaha ritel adalah persediaan barang. Masalah yang terjadi adalah manajemen persediaan yang buruk. Entah pengelolaannya yang tidak cermat sehingga menyebabkan banyak kehilangan atau kerusakan tanpa diketahui, atau bisa juga kita membeli persediaan toko yang keliru. Misalnya ditawari barang yang murah, namun ternyata susah dijual akibatnya numpuk dan ini membuat barang mati, yang tentunya berakibat pada kerugian keuangan kita. Persediaan yang buruk juga membuat kita kehabisan barang dagangan sementara seharusnya permintaan pelanggan banyak. Akibatnya pelanggan kecewa dan membeli ke toko lain.
3. Gagal mengontrol margin keuntungan
Keuntungan usaha tergantung dari seberapa besar margin penjualan. Dengan kata lain, antara pendapatan dengan biaya harus lebih besar pendapatan. Problemnya, seringkali biaya membengkak, sementara harga barang yang dijual ternyata menurun. Ini menyebabkan kondisi toko tidak sehat. Kekeliruan lain misalnya tidak memasukkan biaya-biaya tertentu ke dalam biaya operasional, termasuk biaya penyusutan peralatan yang dibeli. Dengan kata lain, nampaknya saja sudah mendapatkan keuntungan namun ternyata tidak. Belum lagi kemungkinan persaingan keras yang menyebabkan untuk beberapa hal harus menurunkan harga, menyebabkan kerugian yang membahayakan kelangsungan usaha.
4. Pengeluaran di luar kendali
Usaha Anda menunjukkan tanda-tanda yang bagus sehingga Anda kemudian melakukan pembelian barang-barang dan peralatan yang di luar perencanaan. Ada uang lebih, sementara tergoda untuk membeli sesuatu yang diinginkan, membuat pengeluaran yang tak terkendali. Pengeluaran tak terkendali bisa juga karena penambahan pegawai yang berlebihan, tidak hemat dalam operasional, atau pengeluaran lain yang bersifat pribadi. Penting untuk membedakan uang usaha toko dengan uang pribadi, serta melakukan penganggaran biaya selama setahun ke depan agar tidak terjadi pengeluaran yang tak terkendali.
5. Tumbuh terlalu cepat.
Siapa yang tidak ingin usaha kita berkembang dengan cepat? Ya, tapi ini juga bisa memberi dampak yang berbahaya. Tumbuh dengan cepat selalu membuat kita tergoda untuk membuka cabang. Ini karena toko biasanya punya keterbatasan radius pelanggannya. Jadi cara untuk menambah pendapatan dan pelanggan adalah membuka cabang di tempat lain. Tapi, persoalannya sering kali kalau tidak disiapkan dengan baik, maka akan membuat berantakan dan cabang-cabang yang ada bisa menjadi benalu. Belum lagi kalau sistem yang ada masih tidak bagus serta belum didukung dengan tim yang handal. Memang tidak mudah memperoleh tim kerja yang profesional. Untuk itu, tumbuh terlalu cepat perlu disikapi dengan bijaksana.
Referensi: http://www.retailtoolbox.com.au/how-to-guides/manage-and-plan-better/top-5-retail-killers
Dengan percaya akan membawa keberhasilan
Misa
Jum'at pertama di kampus (1 Juni 2012), saat homili romo memberi penjelasan
tentang apa itu percaya. Ini memang berhubungan dengan kisah bahwa kalau
kita percaya, maka gunungpun dapat kita pindahkan. Wah, mana mungkin?
Tentu ini berarti bahwa kalau kita percaya bahwa segalanya akan terjadi.
Saya jadi teringat dengan "The Secret" dan "The Law of Attraction",
apalagi sebelumnya juga, Prof Parimal Merchat, profesor family business
dari India juga sempat menyinggung hal yang sama saat makan malam
bersama.
Memang, kalau kita percaya, maka itu akan terjadi. Romo saat
kotbah mencontohkan pengalamannya saat di Kalimantan, beliau diberi
sepeda motor untuk melakukan perjalanan dari desa ke desa yang lain.
Untuk itu harus menyeberang jembatan kayu kecil. Kalau kita ragu, maka
kita tidak akan berani melewatinya... atau kalau nekad namun ragu,
bisa-bisa akan tercebur ke sungai. Tapi orang yang percaya bahwa bisa,
mereka akan berhasil melakukannya. Percaya, dan sungguh-sungguh percaya,
itulah iman. Jika ragu, maka yang akan kita capai adalah sebatas
keraguan itu sendiri...
Once Upon a Time
Suatu ketika... Vito menemukan bola basket milik Tiko...
Ternyata ada gunanya juga...
Lalu Vito memperoleh bola basket yang lebih kecil...
Kekecilan ya Vito? Ini papa belikan bola lagi..
Sementara Krista dapat mainan pesawat...
Vito rupanya mengincar pesawatnya Krista...
Vito sayang Andre dan ingat bola yang kecil...
Ternyata ada gunanya juga...
Lalu Vito memperoleh bola basket yang lebih kecil...
Kekecilan ya Vito? Ini papa belikan bola lagi..
Sementara Krista dapat mainan pesawat...
Vito rupanya mengincar pesawatnya Krista...
Vito sayang Andre dan ingat bola yang kecil...
Berpikir efektuasi - Effectuation Principles
Prinsip 1: Bird in hand
Apa yang dimaksud dengan efektuasi? Bagaimana menjelaskan cara berpikir efektuasi ini dengan mudah supaya dapat dipahami?
Saya buat contoh begini....
Misalnya, anggap saja saya bertanya ke Anik yang saya tahu suka masak: "Anik, kamu mau masak apa hari ini?"
Lantas Anik menjawab, "Saya mau masak rawon."
Nah, pertanyaannya, mengapa Anik mau masak rawon? Dia menjawab, "karena saya ingin makan rawon hari ini."
Jawaban ini bukan jawaban yang menggunakan prinsip efektuasi. Lho, kenapa?
Begini penjelasannya.
Untuk bisa memasak rawon, butuh banyak bumbu-bumbu. Ternyata ketika membuka lemari dapur, ternyata Anik kehabisan kluwek. [Semoga teman-teman semua tahu, apa itu kluwek]. Lalu, saya tanya ke Anik. Kalau ternyata kamu kehabisan kluwek, apa yang kamu lakukan? Dia lalu menjawab, "Saya akan ke toko untuk beli kluwek." Kemudian saya tanya lagi, "Nah, kalau ternyata di toko juga kehabisan persedian kluwek, bagaimana?" Dengan kata lain, jika seandainya memang tidak ada kluwek di mana-mana, apa yang akan dilakukan? Maka Anik menjawab, "Ya, berarti nggak jadi bikin rawon..."
Nah, begitu banyak orang yang batal menjadi entrepreneur karena dia merasa kekurangan satu "bumbu" yang dibutuhkan. Dan "bumbu" itu biasanya... "ya modalnya belum ada."
Nah, bagaimana cara berpikir efektuasi itu?
Kalau ditanya, "Anik, kamu mau masak apa hari ini?" Maka dengan prinsip efektuasi, Anik akan melihat isi dapurnya, isi lemari esnya. Ternyata di lemari dapur dan lemari esnya ada ini dan itu... yang kalau dikumpulkan, bahan-bahan yang dimilikinya itu bisa untuk membuat nasi cap jay. Maka karena dia sudah punya bahan-bahan itu, dia bilang, "Saya akan bikin cap jay hari ini... Tapi dengan bahan-bahan yang ada ini, saya juga bisa bikin nasi goreng, mie kwantung atau kwetiau goreng."
Ini adalah berpikir secara efektuasi. Dengan modal yang kita punya, kita bisa punya tujuan macam-macam. Goal yang bisa dicapai juga banyak. Tapi kita mencanangkan goal itu karena kita sudah tahu modal yang kita punyai. Bahan-bahan yang kita butuhkan sudah ada di tangan. Dengan kata lain, itu yang disebut "bird in hand".
Nah, banyak di antara kita, melihat sukses teman kita atau orang lain yang bisnis entah itu kuliner atau fashion, lantas kita ikut-ikutan. Padahal kita belum punya "modal" untuk ke sana. Modal di sini bukan berarti uang. Modal itu adalah siapakah kita, apa yang bisa kita lakukan dan siapa yang kita kenal. Mencanangkan usaha tanpa prinsip efektuasi akan sama dengan mau bikin rawon, tapi tidak melihat dulu bahwa kita sudah punya semua bumbu-bumbu yang diperlukan atau tidak.
Nah, mengapa cara berpikir ini penting bagi seorang entrepreneur? Dan mengapa bukan peluang yang kita kejar? Karena kalau kita melihat, wah ada peluang di sana, lalu kita ingin bisnis itu sementara kita tidak punya "modal", maka kita akan susah sendiri di kemudian hari. Kita seperti contoh di atas, masih harus cari di toko bahan yang belum kita punya (contoh di atas adalah kluwek). Untuk itu, kalau kita tahu apa yang sudah ada di tangan, sebagai modal yang kita punya, maka modal berapapun, kita bisa membuat sebuah bisnis. Tak ada alasan bahwa kita tidak cukup punya modal. Itu juga sebabnya, dengan apa yang telah kita punya, maka kita ciptakan peluang itu.
Peluang ada di mana-mana, tapi tidak semua peluang cocok untuk kita dan bisa kita manfaatkan. Sebagai mana prinsip efektuasi, hidup kita yang menentukan adalah diri kita sendiri. Kita adalah pilotnya sehingga kita jugalah yang mengendalikannya. Maka, tak ada alasan sebenarnya mengapa tidak berani untuk berusaha sendiri. Tak perlu ada alasan bahwa saya masih mengumpulkan modal usaha. Kalau kita menyadari apa yang kita punya dan bisa memanfaatkannya, maka kita akan berani melangkah untuk menjadi entrepreneur. Langkah awal menuju sukses. Tentu dengan mengkalkulasi semua resiko dengan prinisp affordable loss. Artinya, setiap usaha pasti ada resiko gagal. Kalaupun gagal, maka kegagalan itu harus bisa Anda tanggung dan jangan sampai membuat Anda terpuruk. Itu sebabnya, kalau Anda bijak dalam memutuskan untuk menjadi entrepreneur, Anda tetap akan bisa bangkit berkali-kali kembali meski jatuh. Tentu, seperti kata pak Dahlan Iskan di salah satu kesempatan, "Setiap orang punya jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu ketika kamu masih muda."
Selamat menjadi entrepreneur!
Internet Mendangkalkan Cara Berpikir Kita?
[Judul buku: The Shallows: Internet Mendangkalkan Cara Berpikir Kita? | Penulis: Nicholas Carr | Penerbit: Mizan | Cetakan: Juli 2011 | Tebal: 279 hal.]
Sumber: http://
Intisari-Online.com - Internet, suka atau tidak suka, memiliki dampak tersendiri bagi pemakainya. Nicholas Carr, penulis buku ini, mengemukakan argumen neurologis tentang bagaimana Internet dapat mempengaruhi otak dan cara bertindak manusia. Konsep neurologis yang menjadi kunci argumen Carr adalah neuroplasticity (kelenturan saraf otak). Intinya adalah otak manusia terus menerus berubah, menyesuaikan diri, termasuk pada perubahan kecil dalam keadaan dan perilaku kita.
Ketika seseorang terbiasa menggunakan Internet untuk mencari dan mengorganisasi informasi, misalnya, otak kita akan membentuk pola tertentu sesuai dengan kebiasaan itu. Salah satu dampak nyata penggunaan Internet terhadap otak adalah sulitnya otak pengguna Internet berfokus dan berkonsentrasi ketika membaca buku. Ia hanya mampu membaca beberapa halaman buku, lalu gelisah, dan mulai mencari-cari hal yang lebih menarik dalam buku itu. Atau ia memandang sekeliling mencari perhatian, bosan, lalu berhenti membaca.
Ini terjadi karena orang yang terbiasa menggunakan Internet biasa membaca teks-teks pendek dengan banyak tautan di sekitarnya. Lalu untuk mencari informasi tinggal mengetikkan kata kunci pada mesin pencari dan dalam beberapa detik sudah muncul deretan informasi yang berkaitan dengan kata kunci. Nah, pola seperti itu lama-lama terbentuk menjadi kebiasaan. Otak menyusunnya sebagai pola atau prosedur standar yang digunakan jika ia ingin mendapatkan dan menyerap suatu informasi.
Maka, ketika seseorang membaca buku, secara tergesa ia ingin menemukan sesuatu yang menarik di buku itu. Ketika tidak segera menemukan, kebosanan pun muncuk dan memilih mencari buku atau hal lain di sekitar yang lebih menarik. Membaca buku pun tidak menjadi momen kontemplatif untuk meresapi satu demi satu makna yang berserakan di dalamnya. Membaca buku tidak lagi dalam. Hanya menyentuh kulitnya saja.
Kesulitan berfokus ketika membaca dan makin asingnya cara berpikir linear, dalam, dan kontemplatif inilah yang secara ringkas disimpulkan oleh Nicholas Carr. Bahwa penggunaan Internet bisa mendangkalkan pikiran. Ini tentu sangat mencemaskan mengingat pengguna Internet semakin hari semakin bertambah banyak. Bahkan telah menembus angka miliaran.
Tentu saja masih ada sisi kelemahan dari argumen Carr ini. Toh, buku finalis Pulitzer Award 2011 ini bisa menjadi peringatan bagi kita agar tidak menjadi adiktif dan obsesif dengan Internet. Jangan sampai Internet mengambil alih sebagian besar fungsi otak kita. (Koran Tempo)
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Hari Kamis, 23 September 2010, saya mengikuti kuliah filsafat yang disampaikan oleh Romo Adrian Adiredjo, OP. Kuliah filsafatnya meng...
-
Oleh: Nur Agustinus Pasti kita sudah sering melihat, sebuah perusahaan didirikan tapi tidak bertahan lama. Ada yang bangkrut, ada yang ...
-
Saat ini banyak yang membahas soal BMC, Business Model Canvas. Bentuk dari BMC memang macam-macam, bamun karena namanya canvas, secara pr...
-
Hospitality marketing adalah pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dalam industri/bisnis yang berhubungan dengan hospitality, seperti peng...
-
Orang biasanya berkata bahwa seorang entrepreneur itu harus pandai menemukan peluang. Tapi sesungguhnya hal yang lebih baik kalau kita bis...
-
Salah satu kegiatan utama seorang entrepreneur adalah jualan (selling). Nah, menjual produk atau jasa, tidak boleh mengabaikan apa ya...
-
Oleh: Nur Agustinus Waktu adalah uang. Begitu nampaknya kapitalisme telah membuat mindset para pelaku ekonomi benar-benar menjadi homo...
-
Bersama Profesor Saras D. Sarasvathy Banyak orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang ingin. Namun ketik...
-
Saya dulu ikut ISPSI (Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia) yang sekarang menjadi HIMPSI. Saya jadi anggota dan saya ikut beberapa pertemuanny...
-
Waktu masih SD dulu (sekitar tahun 70an) ada buku seri terbitan Gramedia yang namanya "Ceritera dari Lima Benua". Salah s...