31 Jan 2010

Suka Duka Para Pemburu UFO: Berburu UFO Dalam Diam

Tulisan ini pernah dimuat di di Majalah Intisari edisi Januari 2010 halaman 130-138 dengan judul "Suka Duka Para Pemburu UFO: Berburu UFO Dalam Diam"


Nama saya adalah Nur Agustinus. Saya lahir 26 April 1966 di Surabaya. Sejak tahun 1978, saat saya masih SMP, saya mulai menyukai segala hal yang berada di langit. Waktu itu hobby saya adalah meneropong bintang dengan teleskop yang dibelikan oleh orangtua saya. Ketika saya memandangi langit dengan taburan bintang yang mempesonakan, saya bertanya-tanya dalam hati, apakah ada kehidupan lain di sana. Semenjak saya mengetahui bahwa matahari kita adalah juga sebuah bintang, maka saya menduga bahwa di bintang yang lain juga ada planet-planet yang mungkin juga berisi kehidupan. Pertanyaan itu terus muncul sampai suatu saat saya membaca berita di surat  kabar bahwa ada penampakan UFO di Selandia Baru dengan foto-fotonya yang spektakuler. Seakan menjawab pertanyaan saya, bahwa UFO-UFO itu adalah kendaraan makhluk dari planet lain, saya menjadi semakin penasaran untuk memburu UFO tersebut.

Begitulah awal mula saya tertarik dengan fenomena UFO. Saat itu, di tahun 1980-an, banyak sekali buku-buku tentang UFO dalam bahasa Indonesia. Salah satu yang terkenal saat itu adalah buku karangan Erich von Daniken. Daniken mempunyai teori bahwa nenek moyang kita telah berinteraksi dengan astronaut dari bintang lain. Bukti-bukti yang disampaikan adalah peninggalan artefak yang unik dan aneh, yang nampaknya bisa dikaitkan dengan keberadaan makhluk dari luar angkasa. Karena saya suka membaca, maka perburuan saya yang pertama adalah buku-buku UFO. Saya ingat waktu itu ada dua buku di lapak buku bekas, yang satu buku tentang UFO, satu lagi tentang bangsa Maya. Karena uang saya pas-pasan waktu itu (masih SMP), saya akhirnya memilih buku Maya. Sayangnya, ketika saya datang lagi, buku tentang UFO tersebut sudah tidak ada.

Selain membaca buku, saya juga punya hobby menulis dan hasil tulisan tersebut saya kirimkan ke sebuah majalah dan seringkali tulisan saya dimuat. Saya menerima honor yang kemudian saya gunakan untuk membeli buku kembali. Buku-buku tentang UFO ini sampai saat ini masih menempati lemari perpustakaan saya.

Saat mulai mengenal tentang apa itu UFO atau piring terbang, saya dijejali dengan berbagai informasi tentang kehidupan dari angkasa luar. Apalagi dengan membaca testimoninya George Adamski, yang bertemu dengan Orthon, makhluk dari planet Venus. Belum lagi ada yang mengatakan bertemu dengan makhluk Mars, Jupiter dan lain-lain. Di masa itu juga sedang ramai dibicarakan soal peluncuran pesawat antariksa tak berawak Pioneer dan Voyager yang menuju Jupiter, Saturnus dan kemudian mengarah ke alam raya yang luas ini. Di saat itu pula, film Star Trek, Lost in Space, Buck Rogers, sampai yang konyol seperti Mork and Mindy serta ALF, diputar di Televisi Republik Indonesia, satu-satunya stasiun TV yang ada. Film-film bertemakan UFO juga banyak hingga kini. UFO sudah merambah ke budaya populer dan penampilan makhluk angkasa luar yang paling sering ditampilkan adalah yang berkepala besar, botak, tubuh kecil, dengan mata hitam besar. Makhluk yang secara fisik lemah, namun diyakini memiliki teknologi yang luar biasa.

Tentu, setiap malam saya berangan-angan bisa berjumpa dengan makhluk cerdas dari luar angkasa, yang bersahabat dan mengajak saya berjalan-jalan ke alam semesta yang luas ini. Angan-angan seorang remaja, yang merasa dirinya mustahil menjadi astronaut lewat jalur NASA atau bahkan jadi pilot sebab sudah berkacamata dan giginya ada tambalannya. Angan-angan yang membuat hampir tiap malam naik ke atas atap rumah, tiduran di sana sambil membawa binocular (teropong) dan teleskop. Sesekali melihat planet Saturnus dengan cincinnya yang memukau atau melihat Jupiter dengan empat satelitnya. Bulan juga jadi sasaran dan lubang-lubang kawahnya tampak begitu artistik. Namum, tak ada UFO yang lewat di atas rumah saya. Tak ada juga ETs yang menyapa saya, meski saya sudah berulang-ulang mengirim pesan "telepati" ke mereka. Ini karena ada tulisan yang mengatakan bahwa komunikasi ET menggunakan telepati. Kalau mengenang masa lalu, terasa konyol memang. Tapi saya yakin, bukan saya sendiri yang melakukan hal-hal konyol seperti itu.

Majalah Mekatronika yang penuh dengan artikel ilmu dan teknologi sangat memperkaya pengetahuan saya. Terlebih sejak membaca edisi eksobiologi dengan Carl Sagan sebagai bintangnya, saya langsung menjadikannya sebagai idola saya.
Seakan dalam hati, saya ingin menjadi seperti Carl Sagan. Ada tiga buku Carls Sagan yang saya punya saat itu, The Cosmic Connection, Communication with Extraterrestrial Intelligence, dan The Dragons of Eden. Kini buku-buku Carl Sagan yang lain juga ada, seperti Contact, Cosmos, Comet dan juga The Demon Haunted World.

Di tahun 1981, ketika saya mulai masuk SMA, bersama teman-teman sekolah, saya membentuk kelompok pengamat UFO yang diberi nama OMEGA (Organisasi Masyarakat Eksplorasi Gejala Antariksa). Kelompok ini mirip kelompok ilmiah remaja, yang mengkhususkan diri di bidang pengembangan sains, khususnya UFO dan antariksa. Saya dan teman-teman saya mencoba membuat sebuah alat detektor UFO, dan juga melakukan eksperimen peluncuran roket.

Sebagai orang yang suka mengamati fenomena UFO, tak dipungkiri sering mendapat cemooh karena dianggap mengurusi hal-hal yang dianggap tidak perlu, tidak berguna buat nusa dan bangsa. Namun cemoohan tidak membuat saya surut. Sejauh ini saya pribadi masih bertahan dan fokus dengan minat saya akan UFO ini.
 
Saya pribadi belum pernah melihat UFO atau bertemu dengan alien. Walau demikian, saya memiliki keyakinan bahwa UFO itu ada. Dari apa yang telah saya baca dan pelajari, saya menyimpulkan bahwa masalah UFO ini adalah hal yang serius. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pernah melakukan sidangnya untuk membahas soal UFO pada tahun 1978. Bahkan ahli UFO dari Amerika Serikat, J. Allen Hynek, pernah datang ke Indonesia atas undangan dari Bapak Adam Malik, untuk bertemu dengan ketua LAPAN waktu itu, Bapak J. Salatun. Pertemuan itu juga ditayangkan oleh TVRI.

Sejak tahun 1997, dengan maraknya internet serta kemudahan mengakses informasi, maka makin banyak artikel dan berita tentang UFO yang bisa dipelajari. Saya dengan beberapa teman kemudian membentuk sebuah komunitas yang sama-sama tertarik soal UFO. Komunitas ini berbasis internet dan menggunakan mailing list sebagai sarana komunikasinya. Kami menamakan komunitas ini ETA-UFO, sebab kata BETA berasal dari singkatan Benda Terbang Aneh, dan UFO adalah singkatan dari Unidentified Flying Object. Komunitas milis ini kini telah berusia 12 tahun dan pernah melakukan berbagai kegiatan mengunjungi situs arkeologi seperti candi Sukuh, melakukan perburuan UFO di lokasi-lokasi yang tercatat sering muncul UFO, seperti di daerah Dago, Bandung. Beberapa anggota komunitas BETA-UFO pernah melihat UFO dan berhasil mengabadikannya. Namun berhasil melihat UFO atau merekamnya dalam bentuk video tidak serta merta menyenangkan, sebab bisa saja orang kemudian mengomentari yang negatif. Misalnya dianggap mabuk, berbohong bahkan mungkin cemoohan lain yang tidak menyenangkan.

Memburu UFO memang tidak mudah. Kehadirannya tidak bisa diprediksi seperti jadwal dan rute penerbangan pesawat komersial. Biarpun mata selalu memperhatikan langit, belum tentu nampak UFO yang lewat. Di sisi lain, ketika berhasil melihat UFO, maka cemoohan yang diterima. Ini seakan tidak adil, sebab orang tidak pernah dipertanyakan kewarasannya ketika mengaku melihat makhluk halus, tapi ketika mengatakan melihat UFO atau alien, maka respon yang berbeda yang akan diterimanya.

Memang tidak dipungkiri juga, ada banyak orang yang melakukan upaya cemoohan dengan membuat foto-foto UFO hasil rekayasa yang kemudian ditampilkan di internet. Ini juga merupakan salah satu suka dukanya. Sebab seringkali kami merasa senang mendapatkan sebuah bukti foto yang meyakinan, namun ternyata foto itu adalah palsu. Bahkan pembuatnya sering tertawa karena berhasil mengelabuhi orang lain. Untuk itu, komunitas BETA-UFO memiliki tim untuk menguji laporan penampakan UFO. Seperti misalnya di tahun 2008, pernah ada foto UFO yang beredar di internet, dan setelah diselidiki langsung di lapangan, maka dapat dipastikan bahwa foto UFO itu hanya bayangan lampu di kaca jendela.

Berburu UFO sendiri memerlukan perlengkapan yang tidak terlalu istimewa. Cukup kamera yang memadai, binocular, kompas dan peta. Jika memiliki alat semacam detektor UFO, hal itu juga bisa berguna. Namun efektivitas alat ini juga tergantung jarak UFO tersebut dekat atau tidak.

Penggemar fenomena UFO sendiri terbagi dalam beberapa tipe. Ada yang suka berburu UFO di lapangan, ada yang melakukan penyelidikan dengan wawancara atau investigasi lapangan. Ada juga yang melakukan riset dokumen-dokumen yang ada. Bahkan ada juga yang tertarik ingin menemukan teknologinya untuk merancang atau membuat pesawat sejenis. Tentu saja, hal itu tergantung dari minat dan potensi masing-masing.

Fenomena UFO sendiri belum masuk ranah ilmiah. Ada yang menganggap hal ini sebagai sebuah hobby, namun ada juga yang merasa bukan sekedar hobby. Sejauh ini, mengapa seseorang mempunyai minat yang mendalam soal UFO, bisa karena beberapa sebab. Pertama, mungkin karena dia pernah mengalami sendiri, entah melihat UFO, kontak dengan alien atau diculik oleh alien. Ada beberapa anggota BETA-UFO yang mengaku pernah kontak atau diculik oleh alien. Kedua, karena membaca dan kemudian tertarik. Ketiga, bisa karena kenal dengan seorang tokoh pengamat UFO, kemudian tertarik ikut juga. Terlepas dari hal ini, rasa ingin tahu akan UFO ini sebenarnya cukup besar. Walau biasanya jarang ada orang yang mau secara terang-terangan mengakui bahwa UFO itu ada atau secara serius mempelajarinya. Semua itu memang banyak dikarenakan adanya cemoohan, bahkan orang yang melaporkan bahwa dirinya telah melihat UFO, terkadang bisa mempengaruhi kariernya, sehingga akhirnya lebih baik baginya untuk diam saja.

 * * *

Popular Posts