Hari
Kamis, 23 September 2010, saya mengikuti kuliah filsafat yang
disampaikan oleh Romo Adrian Adiredjo, OP. Kuliah filsafatnya mengenai
lima jalan membuktikan eksistensi Tuhan menurut St. Thomas Aquinas (Summa Theologiae,
I, q. 2, a. 3). Ada 5 argumen, yaitu: (1) gerak (2) penyebab efisien
(3) keberadaan niscaya (4) kesempurnaan, dan (5) keteraturan/order.
Berikut adalah penjelasannya.
Yang pertama adalah tentang gerak (motion). Gerak itu berarti berubah, yaitu perubahan dari potensi ke actus. Hal ini berdasarkan teori Aristoteles tentang actus potensi. Apa itu potensi? Potensi adalah sesuatu dari benda yang belum menjadi realitas namun punya kemungkinan untuk menjadi sesuatu, misalnya: air berpotensi menjadi uap. Seorang dosen berpotensi menjadi seorang profesor. Sementara actus adalah sesuatu yang telah menjadi realitas. Potensi ini akan menjadi actus melalui agent of change. Tidak mungkin potensi ini berubah sendiri tanpa ada agen perubahan. Misalnya air tidak akan menjadi uap, walau dia berpotensi menjadi uap, tanpa adanya panas hingga 100 derajat celsius yang membuat air menjadi uap.
Contoh lain adalah, jika diumpamakan kita mengatur sebuah susunan domino balok yang berjajar, di mana ketika satu balok jatuh akan membuat balok di depannya jatuh. Maka jika satu dijatuhkan maka semua balok domino ini akan jatuh. Itu artinya, domino A bergerak jatuh menyebabkan domino B bergerak jatuh dan menimpa domino C, demikian seterusnya. Pertanyaan filsafatnya adalah, kita melihat bahwa alam semesta ini selalu berubah (ibarat domino jatuh), sehingga bagaimana atau apa yang mem buat jatuhnya domino pertama? Thomas Aquinas yang mengembangkan filsafat Aristoteles, menyebut hal itu sebagai the first mover. First mover ini menurut Thomas Aquinas adalah supreme being, sementara menurut aristoteles adalah energia. Dengan pemikiran ini, maka harus ada penggerak pertama, dan itu bukti eksistensi supreme being, di mana supreme being ini kalau menurut agama adalah Tuhan. Itu dalil yang pertama...
Dalil kedua adalah penyebab efisien (efficient cause). Sesuatu itu ada karena disebabkan oleh yang lain. Misalnya, api itu ada karena ada korek, atau karena ada lilin. Dalil kedua ini dalil yang sering dibicarakan orang, yaitu misalnya kita ada karena orang tua kita, orang tua kita ada karena orang tuanya lagi. Demikian seterusnya sehingga dengan dalil yang kedua ini, jika ditarik bahwa eksistensi sesuatu disebabkan karena yang lain, maka secara logika tentunya ada yang pertama, di mana ada yang eksistensinya tidak ditentukan oleh yang lain. Nah ini yang menurut thomas Aquinas adalah Tuhan (being yang eksistensinya tidak disebabkan oleh yang lain).
Yang ketiga adalah keberadaan niscaya (nessecary). Artinya niscaya adalah selalu ada, tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Kita ada saat ini, suatu saat akan menjadi tiada. Dulu belum ada laptop, sekarang ada laptop, dan suatu saat pasti laptop ini juga tidak ada lagi (digantikan yang lain). Dulu ada dinosaurus, sekarang tidak ada. Dulu belum ada manusia, sekarang ada manusia. Padahal, untuk mengadakan ini, perlu ada sesuatu yang harus selalu ada, dan tidak pernah diciptakan dan tidak pernah ada matinya (tidak akan musnah). Itu dalil ketiga, bahwa harus ada yang selalu ada, dan itu disebut sebagai supreme being, atau Tuhan jika menurut agama katolik, agamanya Thomas Aquinas.
Dalil keempat adalah kesempurnaan. Kita sering menganggap bahwa itu manusia sempurna. Tapi mengapa kita tahu bahwa kita sempurna? Ini berarti kita tahu ada yang tidak sempurna, ada yang kurang sempurna, ada yang cukup sempurna, ada yang lumayan sempurna, ada yang sangat sempurna dan ada yang mutlak sempurna. Contoh lain misalnya, anjing yang sempurna itu bagaimana? Anjing yang sempurna misalnya yang berkaki empat, matanya dua, punya mulut, hidung, ekor. Tapi kalaupun ada ajing yang misalnya kakinya hanya tiga, dia tetap anjing, kan? Namun dia akan disebut anjing yang kurang sempurna.
Nah, di sini kita punya konsep bagaimana yang dimaksud sempurna itu. St. Thomas Aquinas memang menggunakan dalil ini dengan pola pikir Plato. Ada idea yang sempurna. Semakin mendekati "kesempurnaan", kita mengetahui bahwa sesuatu itu makin sempurna. Thomas Aquinas juga menunjukkan bahwa dengan keberadaan reaitas yang ada, kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya eksistensinya belum mutlak sempurna. Namun karena kita punya konsep kesempurnaan, tentunya ada yang mutlak sempurna. Lalu... yang kesempurnaan itu sendiri apa? Siapa? Itu yang oleh Thomas Aquinas disebutkan sebagai supreme being, sesuatu yang eksistensinya harus mutlak sempurna.
Dalil yang kelima adalah dalil keteraturan (order by intelligence). Perjalanan semua hal di alam semesta ini berjalan menuju akhir. Tapi dalam perjalanan menuju akhir ini, ada keteraturan... yang berarti, semua yang terjadi ini mempunyai tujuan. Bahkan cacing tanah pun eksistensinya punya tujuan. Hal lain misalnya, kalau kita mengalami penderitaan, itu juga ada tujuannya. Keteraturan ini, menurut Thomas Aquinas, tentunya diatur oleh sesuatu yang sangat cerdas. Bayangkan kalau dunia kita ini tidak teratur. Obat A yang harusnya menyembuhkan penyakit B, tapi karena tidak teraturnya alam semesta ini, maka obat A tidak mesti menyembuhkan penyakit B. Contoh keteraturan lain, jika saya menekan keyboard laptop huruf G, maka yang keluar di layar juga G. Nah, alam semesta juga bekerja dengan keteraturan dan setiap kejadian punya tujuan. Semua diatur oleh yg cerdas. Jadi, yang cerdas ini siapa? Thomas Aquinas menunjukkan bahwa ini bukti eksistensi supreme being.
Supreme being itu apa atau siapa? Kalangan new age mungkin akan menyebut ini sebagai energi alam. Mungkin juga The Law. Tapi sebagai orang katolik atau beragama, kita menyebutnya itu sebagai Tuhan. Ini adalah masalah terminologi kata. Semua itu sebenarnya sama, namun orang sering terjebak dalam esensialisme yang berusaha mendefinisi tentang Tuhan yang kemudian membatasinya sehingga nampak berbeda.
Manusia memang makhluk yang mencari pengertian. Man's search for meaning. Ingin mengerti tentang alam semesta ini, ingin paham tentang dirinya, dari mana dia dan akan kemana. Jika orang tidak mempunyai dasar yang kuat dan menelan mentah-mentah, kita tidak bisa berpikir kritis dan open minded. Romo Adrian Adiredjo juga menjelaskan, ketika seseorang kurang memahami dasar-dasar sebuah ajaran, sering jatuh pada fideisme. Apa itu fideisme? Fideisme adalah kepercayaan buta, namun karena dia hanya comot sana comot sini ajaran yang cocok dengan dirinya, atau yang mudah dipahami (yang pas dengan dirinya), maka meski dia tampak mengimani sungguh-sungguh keyakinannya, namun dasarnya sangat lemah. Orang mungkin menonton film The Secret, kemudian merasa cocok, maka diimani sebagai kebenaran. Melihat film “What the bleep”, kemudian cocok, maka diimani, bahkan mungkin nonton film The Matrix, jika merasa cocok akan diimani juga sebagai sebuah kebenaran. Tentu bukan suatu hal yang terlarang untuk mencerna informasi, namun ada baiknya kita tetap berpikir secara kritis. Bahkan menurut Romo Adrian, agama yang baik juga harus siap dikritik. (Nur Agustinus, Surabaya, 24 September 2010)
Yang pertama adalah tentang gerak (motion). Gerak itu berarti berubah, yaitu perubahan dari potensi ke actus. Hal ini berdasarkan teori Aristoteles tentang actus potensi. Apa itu potensi? Potensi adalah sesuatu dari benda yang belum menjadi realitas namun punya kemungkinan untuk menjadi sesuatu, misalnya: air berpotensi menjadi uap. Seorang dosen berpotensi menjadi seorang profesor. Sementara actus adalah sesuatu yang telah menjadi realitas. Potensi ini akan menjadi actus melalui agent of change. Tidak mungkin potensi ini berubah sendiri tanpa ada agen perubahan. Misalnya air tidak akan menjadi uap, walau dia berpotensi menjadi uap, tanpa adanya panas hingga 100 derajat celsius yang membuat air menjadi uap.
Contoh lain adalah, jika diumpamakan kita mengatur sebuah susunan domino balok yang berjajar, di mana ketika satu balok jatuh akan membuat balok di depannya jatuh. Maka jika satu dijatuhkan maka semua balok domino ini akan jatuh. Itu artinya, domino A bergerak jatuh menyebabkan domino B bergerak jatuh dan menimpa domino C, demikian seterusnya. Pertanyaan filsafatnya adalah, kita melihat bahwa alam semesta ini selalu berubah (ibarat domino jatuh), sehingga bagaimana atau apa yang mem buat jatuhnya domino pertama? Thomas Aquinas yang mengembangkan filsafat Aristoteles, menyebut hal itu sebagai the first mover. First mover ini menurut Thomas Aquinas adalah supreme being, sementara menurut aristoteles adalah energia. Dengan pemikiran ini, maka harus ada penggerak pertama, dan itu bukti eksistensi supreme being, di mana supreme being ini kalau menurut agama adalah Tuhan. Itu dalil yang pertama...
Dalil kedua adalah penyebab efisien (efficient cause). Sesuatu itu ada karena disebabkan oleh yang lain. Misalnya, api itu ada karena ada korek, atau karena ada lilin. Dalil kedua ini dalil yang sering dibicarakan orang, yaitu misalnya kita ada karena orang tua kita, orang tua kita ada karena orang tuanya lagi. Demikian seterusnya sehingga dengan dalil yang kedua ini, jika ditarik bahwa eksistensi sesuatu disebabkan karena yang lain, maka secara logika tentunya ada yang pertama, di mana ada yang eksistensinya tidak ditentukan oleh yang lain. Nah ini yang menurut thomas Aquinas adalah Tuhan (being yang eksistensinya tidak disebabkan oleh yang lain).
Yang ketiga adalah keberadaan niscaya (nessecary). Artinya niscaya adalah selalu ada, tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Kita ada saat ini, suatu saat akan menjadi tiada. Dulu belum ada laptop, sekarang ada laptop, dan suatu saat pasti laptop ini juga tidak ada lagi (digantikan yang lain). Dulu ada dinosaurus, sekarang tidak ada. Dulu belum ada manusia, sekarang ada manusia. Padahal, untuk mengadakan ini, perlu ada sesuatu yang harus selalu ada, dan tidak pernah diciptakan dan tidak pernah ada matinya (tidak akan musnah). Itu dalil ketiga, bahwa harus ada yang selalu ada, dan itu disebut sebagai supreme being, atau Tuhan jika menurut agama katolik, agamanya Thomas Aquinas.
Dalil keempat adalah kesempurnaan. Kita sering menganggap bahwa itu manusia sempurna. Tapi mengapa kita tahu bahwa kita sempurna? Ini berarti kita tahu ada yang tidak sempurna, ada yang kurang sempurna, ada yang cukup sempurna, ada yang lumayan sempurna, ada yang sangat sempurna dan ada yang mutlak sempurna. Contoh lain misalnya, anjing yang sempurna itu bagaimana? Anjing yang sempurna misalnya yang berkaki empat, matanya dua, punya mulut, hidung, ekor. Tapi kalaupun ada ajing yang misalnya kakinya hanya tiga, dia tetap anjing, kan? Namun dia akan disebut anjing yang kurang sempurna.
Nah, di sini kita punya konsep bagaimana yang dimaksud sempurna itu. St. Thomas Aquinas memang menggunakan dalil ini dengan pola pikir Plato. Ada idea yang sempurna. Semakin mendekati "kesempurnaan", kita mengetahui bahwa sesuatu itu makin sempurna. Thomas Aquinas juga menunjukkan bahwa dengan keberadaan reaitas yang ada, kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya eksistensinya belum mutlak sempurna. Namun karena kita punya konsep kesempurnaan, tentunya ada yang mutlak sempurna. Lalu... yang kesempurnaan itu sendiri apa? Siapa? Itu yang oleh Thomas Aquinas disebutkan sebagai supreme being, sesuatu yang eksistensinya harus mutlak sempurna.
Dalil yang kelima adalah dalil keteraturan (order by intelligence). Perjalanan semua hal di alam semesta ini berjalan menuju akhir. Tapi dalam perjalanan menuju akhir ini, ada keteraturan... yang berarti, semua yang terjadi ini mempunyai tujuan. Bahkan cacing tanah pun eksistensinya punya tujuan. Hal lain misalnya, kalau kita mengalami penderitaan, itu juga ada tujuannya. Keteraturan ini, menurut Thomas Aquinas, tentunya diatur oleh sesuatu yang sangat cerdas. Bayangkan kalau dunia kita ini tidak teratur. Obat A yang harusnya menyembuhkan penyakit B, tapi karena tidak teraturnya alam semesta ini, maka obat A tidak mesti menyembuhkan penyakit B. Contoh keteraturan lain, jika saya menekan keyboard laptop huruf G, maka yang keluar di layar juga G. Nah, alam semesta juga bekerja dengan keteraturan dan setiap kejadian punya tujuan. Semua diatur oleh yg cerdas. Jadi, yang cerdas ini siapa? Thomas Aquinas menunjukkan bahwa ini bukti eksistensi supreme being.
Supreme being itu apa atau siapa? Kalangan new age mungkin akan menyebut ini sebagai energi alam. Mungkin juga The Law. Tapi sebagai orang katolik atau beragama, kita menyebutnya itu sebagai Tuhan. Ini adalah masalah terminologi kata. Semua itu sebenarnya sama, namun orang sering terjebak dalam esensialisme yang berusaha mendefinisi tentang Tuhan yang kemudian membatasinya sehingga nampak berbeda.
Manusia memang makhluk yang mencari pengertian. Man's search for meaning. Ingin mengerti tentang alam semesta ini, ingin paham tentang dirinya, dari mana dia dan akan kemana. Jika orang tidak mempunyai dasar yang kuat dan menelan mentah-mentah, kita tidak bisa berpikir kritis dan open minded. Romo Adrian Adiredjo juga menjelaskan, ketika seseorang kurang memahami dasar-dasar sebuah ajaran, sering jatuh pada fideisme. Apa itu fideisme? Fideisme adalah kepercayaan buta, namun karena dia hanya comot sana comot sini ajaran yang cocok dengan dirinya, atau yang mudah dipahami (yang pas dengan dirinya), maka meski dia tampak mengimani sungguh-sungguh keyakinannya, namun dasarnya sangat lemah. Orang mungkin menonton film The Secret, kemudian merasa cocok, maka diimani sebagai kebenaran. Melihat film “What the bleep”, kemudian cocok, maka diimani, bahkan mungkin nonton film The Matrix, jika merasa cocok akan diimani juga sebagai sebuah kebenaran. Tentu bukan suatu hal yang terlarang untuk mencerna informasi, namun ada baiknya kita tetap berpikir secara kritis. Bahkan menurut Romo Adrian, agama yang baik juga harus siap dikritik. (Nur Agustinus, Surabaya, 24 September 2010)