Banyak orang tidak tahan dikritik. Saran para ahli ialah: jangan marah kalau dikritik. Pakailah sebagai sarana untuk tumbuh dan mencapai keberhasilan, baik dalam pekerjaan, maupun hidup pribadi. Percayalah, kritik dapat kita manfaatkan secara lebih menguntungkan. Tidak seorang pun bisa menerima kritik dengan senyum lebar dan mata berbinar. Meskipun disampaikan dengan kata-kata manis atau dikemas dengan istilah "konstruktif". Kritik tetap saja terasa pedas dan menyengat. Tapi marah tanpa perhitungan karena dikritik juga rugi sendiri.
Bagaimana cara terbaik menghadapi kritik? Para ahli memberi resep jitu
seperti di bawah ini. Kita biasanya cenderung emosi dan tak mampu mengendalikan
diri kalau menghadapi situasi yang menekan atau dituduh tidak bertanggung jawab.
Padahal, menurut Dr. Peter Brill, direktur Pusat Studi Perilaku Orang Dewasa,
segala bentuk reaksi emosional seperti marah, air mata, ogah mundur, berdalih,
sangat merugikan. Kita akan mendapat cap negatif: terlalu perasa, terlalu
emosional, mudah tersinggung; bahkan lebih celaka lagi; cengeng seperti
wanita.
Lalu, bagaimana cara terbaik untuk menghadapi kritik yang tak terduga, tanpa
reaksi emosional? Sikap langsung yang terbaik ialah tidak memberi reaksi sama
sekali. Tahan reaksi anda sampai mendapat kesempatan untuk menjalankan refleksi
pribadi. Pada saat itu, anda cukup mengatakan, "Saya belum yakin bagaimana
sebaiknya menanggapi masalah itu. Saya minta waktu untuk memikirkannya."
Pria biasanya mampu menanggapi kritik secara lebih baik. Menurut Dr. Matti
Gershenfeld, seorang psikolog Amerika, yakin bahwa pria bisa menerima kritik
karena mereka dulu terbiasa menerima teguran dari pelatih atau rekan-rekan tim
olahraga sekolah. Mereka lalu memeriksa diri: Di mana kesalahanku? Apa yang
harus kulakukan untuk memenuhi syarat?
Sebaliknya, wanita tidak pernah terlatih merasakan kritik kelompok. Maka
setiap kali menerima kritik dia selalu menganggap segalanya ditujukan pada
dirinya pribadi. Sebagian besar di antara mereka tidak terbiasa membedakan
antara kritik terhadap tugas dari kritik itu sendiri. Mereka mencampuradukkan
antara kritik dengan teguran terhadap diri mereka sendiri.
Dr. Pat Wisch, direktur Philadelphia's Institute of Awareness, menegaskan
bahwa kritik hanya sekadar mencerminkan perbedaan pandangan. Atasan atau rekan
kerja yang banyak mengritik tidak otomatis benar atau salah. Mungkin mereka
hanya menganut sudut pandang yang berlainan.
Orang yang menjadi tegang dan gelisah kalau menerima kritik, biasanya tidak
bisa menangkap tujuan utamanya, yakni tindakan evaluatif. Ada baiknya bila kita
minta penjelasan kalau menerima kritik. "Banyak orang takut dicap nyinyir kalau
terlalu njelimet, sehingga tidak mau bersusah-susah minta penjelasan terinci.
Padahal penjelasan itu sering bisa menjernihkan persoalan."
Pakar psikologi mengelompokkan kritik atas tiga kategori: tepat, diragukan,
tidak tepat. Kritik yang tergolong tepat (dan biasanya kita bisa langsung tahu)
harus kita terima secara sportif, dan kita pergunakan sebagai titik awal
perubahan.
Kalau anda dikritik karena terlambat menyerahkan laporan, misalnya, jangan
mencari-cari dalih. Jawablah dengan mengaku terus terang, "Ya, saya memang
mengalami kesulitan untuk selesai waktunya. Tetapi saya masih terus
menggarapnya." Kita tidak perlu bersilat lidah.
Jika kita meragukan apakah suatu kritik patut dilaksanakan, jangan
segan-segan mendatangi sumbernya, dan minta penjelasan lebih terinci. Kita bisa
menyatakan keraguan itu kepada rekan yang bisa kita andalkan.
Kritik yang tidak tepat dan tidak pada tempatnya paling sulit diatasi. Namun,
ada beberapa cara untuk menghindari kekesalan. Salah satu di antaranya ialah
"menelan" saja "pil pahit" itu dan kemudian tidak menghiraukannya. Pendekatan
itu akan lebih mudah kalau kita memusatkan pikiran pada sasaran jangka
panjang.
Kemampuan untuk menanggapi kritik berkaitan erat dengan percaya diri.
Kelompok umur 18 - 34 tahun biasanya peka terhadap kritik, karena sebagian besar
di antara mereka masih dalam tahap membangun jati diri. Salah satu cara untuk
menguatkan kesadaran diri dalam pekerjaan ialah dengan mengumpulkan penilaian
orang lain tentang prestasi kita. Kritik informatif tentang pelaksanaan tugas
selalu bermanfaat besar, dan merupakan pembangkit motivasi yang ampuh. Tidak ada
salahnya minta keterangan, selama kita tidak kelihatan raguragu atau terlalu
membutuhkan persetujuan orang lain untuk hal-hal kecil.
Hadapilah penilaian itu dengan sikap positif. Katakan kepada atasan,
"Pekerjaan ini sangat penting artinya bagi saya, Saya ingin memupuk segi
kekuatan saya, dan menyadari titik kelemahan saya. Sudahkah saya menjalankan
tugas saya dengan baik? Bagaimana saya bisa meningkatkan diri?" Kalau atasan
anda hanya memberi jawaban samar-samar dan umum ("Anda tentu bisa lebih baik
lagi"), desaklah sampai dia menyebutkan contoh-contoh kongkret.
Belajar berani banyak bertanya tidak lepas dari rasa aman dalam pekerjaan.
Semakin kita merasa yakin, semakin mudah jadinya untuk memanfaatkan kritik
sebagai motivasi positif untuk mengubah diri. Mengetahui kelemahan dan kekuatan
diri merupakan langkah pertama untuk bekerja lebih efektif dan produktif.
Bagaimanapun, kalau kita bisa saling memberitahu kelemahan yang lain, dan
berupaya untuk memperbaiki diri, maka hasil kerja akhir pasti bisa lebih baik
lagi. Hanya saja, sampaikan kritik dengan baik, dengan rasa hormat dan saling
menghargai.
Ada baiknya kita juga memiliki pandangan bahwa berbuat salah itu manusiawi.
Setiap orang terkadang melakukan kebodohan, tetapi tidak ada yang sengaja
merencanakan kesalahan, begitu kata Dr. Wisch. Kritik hanya berarti bahwa apa
yang telah kita lakukan mungkin sia-sia atau merugikan. Setiap orang sebaiknya
maklum, bahwa seseorang tidak menjadi jelek karena melakukan
kesalahan.
Sekali kita bisa menerima kritik sebagaimana adanya, kita akan bisa
menyingkirkan rasa sakit hati atau tersinggung, lalu menelaah isi kritik itu.
Kita bisa menimbang-nimbang kritik tersebut tanpa emosi.