Waktu lulus dari program MBA, saya diajak teman-teman satu kelas di MBA itu untuk bikin usaha (sampai sudah ke notaris untuk bikin akte). Saya mau aja, tapi saya bilang, saya tidak punya uang namun saya yang akan kerja. Jadi, saya punya semacam saham kosong. Tapi teman yang lain tidak setuju, saya tetap harus nyetor duit. Nah, ada teman sekelas saya yang lain (yang tidak ikut dalam join itu), namanya pak Susanto, mau membantu saya dengan meminjamkan uang rp 1 juta kepada saya. Eh, tidak tahu kenapa, tiba-tiba teman-teman saya itu (lupa jumlahnya berapa, mungkin sekitar 6 orang), membatalkan niat kerja sama itu sehingga saya dipanggil lagi untuk datang ke notaris dalam rangka pembubaran badan usaha. Jadi, uangnya yang sudah terlanjur saya pinjam 1 juta itu akhirnya terpakai buat nambah modal untuk usaha sendiri, yaitu yang membuka sebuah biro psikologi. Saya sempat hanya mencicil 100 rb kepada teman saya dan berjanji akan membayar sisanya secara mencicil juga. Jadi, saya masih punya utang rp 900.000,-
Waktu berjalan berlalu, bertahun-tahun, saya tidak berjumpa dengan teman saya. Kurs mata uang sudah berubah. Nilai sejuta saat itu sudah berbeda dengan sekarang. Saya sempat berpikir, saya ingin mengembalikan uang dengan nilai kurs dolar yang disesuaikan. Sampai akhirnya saya bertemu dengan dia lagi saat kuliah S2 (dia malah kuliah S3). Waktu itu sempat menyapa. Pertemuan berikutnya yang tidak sengaja adalah saat di toko buku, dan saya bilang kalau saya masih punya utang kepadanya. Ternyata dia sudah lupa dan saya ingatkan detailnya lagi. Katanya, "ah sudahlah, nggak perlu dipikirin, sudah aku anggap lunas." Jadi lega...hilang beban yang saya bawa selama sepuluh tahun lebih... Saya hanya bisa membalas kebaikan itu dengan berusaha membantu orang lain yang memerlukan. Sebelumnya, waktu kuliah MBA itu juga dibayari oleh teman ayah saya yang nilainya juga sekitar 10 jutaan.
Saya teringat akan petuah paman saya. Saya pernah bertanya, “Bagaimana cara seorang anak membalas orangtuanya?” Beliau menjawab, "Balaslah dengan cara merawat dan mendidik anakmu dengan sebaik-baiknya." Budi baik seseorang hanya bisa dibayar dengan cara memberi kebaikan kepada orang yang lain lagi.
(nur agustinus - 27 Februari 2009)
Popular Posts
-
Hari Kamis, 23 September 2010, saya mengikuti kuliah filsafat yang disampaikan oleh Romo Adrian Adiredjo, OP. Kuliah filsafatnya meng...
-
Oleh: Nur Agustinus Pasti kita sudah sering melihat, sebuah perusahaan didirikan tapi tidak bertahan lama. Ada yang bangkrut, ada yang ...
-
Saat ini banyak yang membahas soal BMC, Business Model Canvas. Bentuk dari BMC memang macam-macam, bamun karena namanya canvas, secara pr...
-
Hospitality marketing adalah pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dalam industri/bisnis yang berhubungan dengan hospitality, seperti peng...
-
Orang biasanya berkata bahwa seorang entrepreneur itu harus pandai menemukan peluang. Tapi sesungguhnya hal yang lebih baik kalau kita bis...
-
Salah satu kegiatan utama seorang entrepreneur adalah jualan (selling). Nah, menjual produk atau jasa, tidak boleh mengabaikan apa ya...
-
Oleh: Nur Agustinus Waktu adalah uang. Begitu nampaknya kapitalisme telah membuat mindset para pelaku ekonomi benar-benar menjadi homo...
-
Bersama Profesor Saras D. Sarasvathy Banyak orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang ingin. Namun ketik...
-
Saya dulu ikut ISPSI (Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia) yang sekarang menjadi HIMPSI. Saya jadi anggota dan saya ikut beberapa pertemuanny...
-
Waktu masih SD dulu (sekitar tahun 70an) ada buku seri terbitan Gramedia yang namanya "Ceritera dari Lima Benua". Salah s...