Memenangkan Persaingan Secara Efektif
-Oleh: Nur Agustinus-
Berbicara
soal persaingan usaha, mungkin tidak banyak beda dengan peperangan
antar dua negara. Keunggulan atau kemenangan suatu peperangan sangat
tergantung banyak faktor. Seperti telah dibahas minggu lalu, peranan
panglima juga sangat besar. Namun bagaimana cara memenangkan peperangan
secara efektif? Serta, mungkinkah hal ini diterapkan dalam dunia bisnis?
Sun
Tzu mengemukakan suatu pernyataan yang sederhana tentang perang.
Menurutnya, "Perang adalah kegiatan yang penuh tipu muslihat". Dari satu
pernyataan ini saja, sebenarnya terkandung makna yang luar biasa.
Memang kalimat itu tidak berhenti di situ saja. Sun Tzu melanjutkan,
"untuk itulah digunakan siasat."
Kalau hal ini dicoba untuk
diterapkan di bidang bisnis, maka bisa diartikan, persaingan adalah
kegiatan yang penuh tipu muslihat dan untuk itulah digunakan siasat.
Satu hal yang dinasehatkan oleh Sun Tzu, "Siasat untuk mencapai
kemenangan tidak boleh sekali-kali bocor terlebih dahulu."
Tak
heran bila banyak eksekutif yang selalu berusaha merahasiakan
langkah-langkahnya dalam persaingan. Mereka takut bila ketahuan
"siasat"nya, maka lawan bisa segera mengantisipasi dan mengadakan
perlawanan. Sulitnya, dijaman yang termasuk era informasi serta banyak
perusahaan yang go public, maka kerahasiaan ini sulit terjaga. Hanya
untuk perusahaan keluarga yang masih tertutup saja, umumnya segala
rencana bisa dirahasiakan dengan rapi.
Namun tentu saja,
tentang cara memenangkan peperangan atau persaingan ini tidak semata
dari kepintaran membuat siasat. Yang penting menurut Sun Tzu adalah,
bagaimana kita bisa menang dalam waktu singkat. "Menang dalam waktu yang
singkat adalah tujuan perang," demikian tulisnya dalam buku The Art of
War. Kalau hal ini kita pelajari, sebenarnya dapat menjadi nomor satu
dari perusahaan atau menjadi yang paling unggul dalam waktu secepatnya
adalah tujuan persaingan. Terlalu lama berada dalam posisi persaingan
akan membuat lelah dan menghabiskan banyak sumber daya.
Hal
yang menarik dari cara berpikir Sun Tzu tentang perang adalah, seorang
yang ahli dalam seni perang akan menundukkan tentara musuh tanpa
berperang. Memang, seorang yang ahli dalam pemasaran akan bisa
mengalahkan produk pesaingnya tanpa harus bersaing langsung. Namun
bagaimana caranya?
Untuk itu, Sun Tzu hanya mengingatkan
pada satu hal, yaitu kenalilah lawanmu dan kenalilah dirimu sendiri. Nah
pertanyaannya, benarkah Anda sudah mengenali diri Anda sendiri? Lebih
jauh lagi, seberapa banyak Anda mengetahui tentang pesaing?
Banyak
perusahaan yang mengalami kemunduran karena terlalu over-estimate
terhadap diri sendiri. Ia menilai bahwa dirinya yang paling hebat
sementara lawan-lawannya tidak ada apa-apanya. Kebiasaan "sindrom juara"
ini sangat berbahaya. Ketidak-obyektifan pemikiran bisa berakibat
fatal.
Mengenali diri sendiri tidak mudah, sebab orang
cenderung menilai dirinya yang terbaik. Sebenarnya secara tidak
langsung, Sun Tzu mengajarkan pada kita untuk melakukan analia SWOT
(Strenght, Weakness, Opportunity and Threat). Bagaimana kita mengukur
kekuatan dan kelemahan yang kita miliki serta menelusuri adanya ancaman
serta peluang di sekitar perusahaan yang datang dari pihak pesaing.
Sun
Tzu dengan tegas mengatakan, jika engkau tidak mengenal lawanmu tapi
mengenal dirimu sendiri, kalah dan menangmu seimbang. Sementara itu,
jika engkau tidak mengenal lawanmu dan tidak mengenal diri sendiri,
dalam setiap pertempuran selalu berada dalam keadaan bahaya. Yang
penting, seperti diungkapkan oleh Sun Tzu, bila engkau mengenal lawanmu
dan mengenal diri sendiri, engkau dapat memutuskan untuk bertempur atau
tidak.
Itulah sebabnya, ketahuilah posisi perusahaan Anda
dan bandingkan dengan kekuatan lawan. Anda sebagai seorang eksekutif
atau "panglima" dari perusahaan yang Anda pimpin, harus benar-benar tahu
akan diri sendiri dan lawan. Setidaknya dengan menyadari akan kekuatan
dan kelemahan baik dari diri sendiri maupun lawan, Anda bisa memutuskan
mau bersaing secara langsung atau tidak.
Kesalahan strategi
karena tidak sadarnya akan keadaan diri sendiri dan lawan bisa
menyebabkan kehancuran. Berpikir terlalu hebat bisa menyebabkan
melakukan persaingan tanpa kendali. Tragisnya kalau mendapat lawan yang
jauh lebih kuat. Dana yang sudah keluar begitu banyak bisa menjadi tidak
ada artinya.
Lalu pertanyaannya, apa yang harus kita
lakukan? Kalau kita ternyata sudah mempelajari kondisi yang ada di
perusahaan dan keadaan pesaing, langkah apa yang akan ditetapkan?
Sun
Tzu tidak melupakan hal ini. Ada empat langkah yang bisa menjadi
alternatif. Yang pertama, Sun Tzu mengajarkan, kita bertahan karena
keadaan kita tidak dapat dikalahkan, kita menyerang karena keadaan lawan
yang dapat dikalahkan, bertahan kalau syarat untuk menang belum cukup
dan menyerang kalau lebih dari cukup.
Kalau dipikir, apa
yang dikemukakan oleh Sun Tzu sebenarnya logis dan harusnya kita sudah
mengetahuinya. Namun sekali lagi persoalannya, banyak keputusan yang
diambil ternyata keliru. Misalnya melakukan penyerangan sementara
keadaan lawan tidak dapat dikalahkan atau syarat untuk memang belum
cukup. Atau justru sebaliknya, di saat kondisi sedang optimal atau
puncak, kita justru berada di posisi bertahan, bukannya menyerang.
Mungkin pandangan Sun Tzu ini bisa menyadarkan langkah yang telah kita
lakukan.
(Bersambung)
Popular Posts
-
Hari Kamis, 23 September 2010, saya mengikuti kuliah filsafat yang disampaikan oleh Romo Adrian Adiredjo, OP. Kuliah filsafatnya meng...
-
Oleh: Nur Agustinus Pasti kita sudah sering melihat, sebuah perusahaan didirikan tapi tidak bertahan lama. Ada yang bangkrut, ada yang ...
-
Saat ini banyak yang membahas soal BMC, Business Model Canvas. Bentuk dari BMC memang macam-macam, bamun karena namanya canvas, secara pr...
-
Orang biasanya berkata bahwa seorang entrepreneur itu harus pandai menemukan peluang. Tapi sesungguhnya hal yang lebih baik kalau kita bis...
-
Hospitality marketing adalah pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dalam industri/bisnis yang berhubungan dengan hospitality, seperti peng...
-
Salah satu kegiatan utama seorang entrepreneur adalah jualan (selling). Nah, menjual produk atau jasa, tidak boleh mengabaikan apa ya...
-
Oleh: Nur Agustinus Waktu adalah uang. Begitu nampaknya kapitalisme telah membuat mindset para pelaku ekonomi benar-benar menjadi homo...
-
Bersama Profesor Saras D. Sarasvathy Banyak orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang ingin. Namun ketik...
-
Saya dulu ikut ISPSI (Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia) yang sekarang menjadi HIMPSI. Saya jadi anggota dan saya ikut beberapa pertemuanny...
-
Waktu masih SD dulu (sekitar tahun 70an) ada buku seri terbitan Gramedia yang namanya "Ceritera dari Lima Benua". Salah s...