17 Feb 2023

Komik

Komik adalah bagian dari budaya popular. Keberadaannya memang agak tersisihkan oleh animasi dan film. Masa kecilku hingga remaja, diwarnai oleh banyak komik, baik komik dalam negeri maupun dari luar, khususnya komik Eropa. Ini juga tidak lepas dari keberadaan majalah anak-anak dan remaja seperti Bobo dan Hai. Bahkan aku bisa mengetahui cerita lengkap dari sebuah karya sastra kelas dunia lewat Album Cerita Ternama yang diterbitkan oleh Gramedia. 

Waktu kecilku, aku suka sekali membaca komik, terutama komik superhero dan yang bernuansa sains fiksi. Komik dagelanpun suka seperti Petruk Gareng. Beberapa komik silat, tergantung komikusnya, misalnya aku suka karya Jan Mintaraga dan Teguh Santosa. Aku malah belum pernah sama sekali membaca buku cerita karya Ko Ping Hoo. Namun komik wayang karya RA Kosasih, aku sangat suka. Ini juga yang membuat aku suka wayang dan tahu ceritanya lewat baca komik. Dari komik yang diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia, membuat aku tahu cerita lengkap dari Alkitab. 

Karena di masa kecilku lebih banyak baca komik lokal, maka aku lebih kenal dan menggemari tokoh seperti Godam, Gundala, Pangeran Mlar, Masa Sang Penakhluk, Aquanus dan lainnya. Superhero luar yang aku kenal saat itu seperti Superman, Batman dan Robin, Green Lantern hingga Flash Gordon. 

Tapi bukan tentang komiknya yang aku ingin ceritakan kali ini. Tadi aku menyebutkan bahwa aku lebih banyak mengkonsumsi komik lokal. Nah ini ada sebabnya dan ini yang aku ingin ceritakan. 

Tak jauh dari rumahku, mungkin sekitar 350 meter, tepatnya di jalan yang namanya Jagaraga, ada orang yang membuka usaha persewaan komik. Tempatnya sederhana, kecil tapi buku komiknya banyak. Dikelola oleh seorang perempuan, entah apakah mbak-mbak atau ibu-ibu. Karena waktu itu aku masih kecil, aku melihatnya dia sudah dewasa. Nama persewaan komiknya adalah Shinta. Sepertinya itu dari namanya. 

Aku sering meminjam komik di sana. Seri komik karya Hasmi, Wid NS dan lain-lainnya adalah yang paling aku suka. Memang di masa kecilku, di tahun 70-an, lahirlah tokoh-tokoh superhero kita. Misalnya baru saja aku baca di Wikipedia, Godam adalah tokoh komik ciptaan Wid NS, muncul pertama kali dalam judul Memburu Doktor Setan pada tahun 1969. Gundala, tokoh komik ciptaan Hasmi yang muncul pertama kali dalam komik "Gundala Putra Petir" pada tahun yang sama. Aku belum sempat bertemu dengan Win NS, Beliau meninggal di tahun 2003. Namun aku sempat berjumpa dengan pak Hasmi (Harya Suryaminata) di Yogyakarta pada tahun 2016, beberapa bulan sebelum beliau tutup usia.

Kembali ke persewaan komik Shinta ini, saat ini sudah tidak ada. Menurut kabar, rumahnya yang dulu jadi tempat persewaan komik sekarang kosong, tak ada yang menempati. Kemarin aku potong rambut di Pak Nasir, dekat pasar Krembangan, beliau cerita kalau anak-anaknya Shinta saat ini semua sukses, kerja di bank dan tinggal di daerah Benowo. Pastinya aku tidak begitu tahu. Namun, setiap aku lewat jalan Jagaraga ini, aku teringat dengan persewaan komik tersebut. Bagaimanapun, komik-komik ini benar-benar mengisi dan membentuk diriku seperti saat ini. Untuk yang usianya hampir sama, aku cukup yakin, pasti komik punya peran besar dalam kehidupan kita.

Padahal, komik saat itupun dianggap sebagai barang yang tabu dan dilarang. Setiap generasi pasti ada yang dikuatirkan. Kalau sekarang orang tua dan guru mencemaskan anak-anak yang tergantung dengan gawainya, Jaman aku kecil dulu, kalau ketahuan membaca komik, terlebih di sekolah, bisa dirampas. 

Soal komiknya, memang komik lokal kita menjadi tersisih dengan hadirnya komik import, baik dari Eropa, Amerika maupun Jepang. Bisa juga karena aspek marketing maupun manajemennya. Diawali dengan komik Tintin, Tanguy and Laverdure, Smurf, Storm, Trigan, dan masih banyak lainnya, yang diterbitkan saat itu oleh Indira dan Misurind. Disusul serbuan komik asal Jepang seperti Doraemon, Tsubasa, Dragon Ballz, Sinchan  dan lain sebagainya. Yang pasti, komik ini memang luar biasa pengaruhnya dalam kehidupan manusia.

Persewaan komikpun berjaya di tahun-tahun 80 hingga akhir tahun 2000 dan ada di berbagai sudut kota. Kini di Surabaya boleh dibilang amat sangat jarang. Terakhir aku menyewa komik, novel atau majalah di persewaan yang ada di jalan Waspada, seberang Pasar Atum. Banyak yang kemudian beralih menjadi persewaan VCD dan DVD, yang diawali dengan persewaan kaset Betamax atau VHS, sampai akhirnya karena mereka umumnya menyewakan barang illegal (bajakan), kemudian ditertibkan. 

Aku merindukan masa kecilku dulu, yang bisa menyewa komik dan membacanya tanpa harus membelinya. Mungkin karena itu, sebagian dari orang-orang seperti aku, saat ini mulai mengumpulkan kembali komik-komik bacaan di masa lalu. Lalu ada yang menjadi kolektor komik, yang membuat harga komik menjadi melonjak tinggi.

Itu ceritaku hari ini… Salam cergam buat semua pecinta komik.

Popular Posts