Oleh: Nur Agustinus
Di akhir tahun 80an saya pernah membaca buku karangan Bertrand Russell yang berjudul "Menuju Hidup Bahagia". Buku ini terjemahan dari buku "The Conquest of Happiness". Di dalam buku ini ada tulisan yang saya ingat hingga kini: "Binatang selalu bahagia asal sehat dan cukup makan. Seharusnya manusia lebih bahagia, tetapi… tidaklah demikian.” Saya coba cari bahasa Inggrisnya, kata-katanya sebagai berikut, "Animals are happy so long as they have health and enough to eat. Human beings, one feels, ought to be, but in the modern world they are not, at least in a great majority of cases." Bertrand Russell meyakini bahwa ketidakbahagiaan itu pada umumnya karena pandangan dunia yang keliru. Kebahagiaan itu adalah hak manusia yang utama, sesuatu yang seharusnya tidak hanya dirindukan, tetapi dikejar secara aktif. Namun kita sering melihat wajah orang yang justru menunjukkan kelemahan, kecemasan bahkan kesengsaraan. Manusia ingin sukses dan bahagia, tetapi mengapa banyak yang merasa belum sukses dan belum bahagia? Kadang di mulut mengatakan dirinya bahagia dan baik-baik saja, tapi kalau mau jujur, seakan masih ada yang hilang dari hidupnya. Kita semua ingin menjadi pemenang, bukan seorang loser (kalah).
Fakta penting yang harus kita pelajari dan percayai dalam usaha kita menjadi seorang pemenang adalah jika kita tidak sukses di suatu hal, bukan berati kita adalah orang yang gagal. Seperti dijelaskan oleh Dr. Jeffrey Spencer, "Jika tantangan terlalu memberatkan, jangan ambil resiko tersebut, carilah peluang yang lain." Nah, di sini butuh kemampuan untuk dapat mempelajari resiko.
Resiko yang sama bisa dianggap berat oleh seseorang namun bagi yang lain bisa dilihat sebagai hal yang mudah. Jadi, resiko itu tergantung dari pikiran kita sendiri. Sebagaimana terlihat, banyak orang yang menjadi minder dan tidak yakin akan kemampuan diri sendiri untuk bisa menjadi sukses karena mereka selalu gagal setiap kali mencoba meraih tujuan. Kalau kita akhirnya minder, maka ini merupakan hambatan besar untuk menjadi orang yang tidak sukses. Padahal, kita semua dilahirkan sebagai orang sukses dan dibekali dengan kemampuan yang bisa membuat diri kita sukses. Hal yang perlu kita lakukan adalah mempelajari ketrampilannya.
Memanfaatkan sebuah peluang memerlukan tindakan cepat dan tepat. Sayangnya, kebingungan baru akan dirasakan setelah mereka menyetujui untuk mengambil sebuah resiko. Untuk meraih kesempatan tanpa keraguan diperlukan sikap tenang, percaya diri, dan pikiran yang tertata. Karakter ini akan menghasilkan kepercayaan diri untuk mengubah berbagai peluang menjadi kesuksesan.
Ketika sebuah peluang hadir di saat yang tepat, maka resiko seburuk apapun akan dengan mudah diubah menjadi sebuah kesuksesan. Nasihat Spencer adalah turuti kata hati dan jangan lama-lama menganalisis resiko. Terlalu lama berpikir, peluang bisa lewat. Jika banyak waktu digunakan untuk menganalisis resiko yang akan ditanggung dan terlalu banyak memikirkan berbagai pilihan atau konflik batin, maka kinerja otak dalam menentukan pilihan akan semakin melambat. Sekali lagi, Spencer menekankan bahwa respon insting itu penting. Ketika ketrampilan dan insting kita telah terbangun, keduanya akan memberitahukan kepada kita apakah sebuah peluang bisa diubah menjadi kesuksesan atau tidak.
Salah satu kunci kesuksesan adalah tergantung dari kemampuan kita untuk tetap fokus dan menjaga perhatian. Kita harus belajar untuk berkomitmen pada satu pekerjaan yang medukung ambisi kita dan sekaligus bisa memuaskan orang lain. Jadi, jangan mengambil resiko suatu pekerjaan padahal pekerjaan Anda sebelumnya belum selesai.
Ada hal menarik yang disampaikan Spencer, "Semua orang sukses mendasarkan keputusan mereka pada apa yang ingin mereka capai, bukan apa yang kemungkinan akan mereka lepas." Apa maksudnya? Misalnya begini, saya ingin menulis dan menerbitkan buku, namun yang membuat saya belum melakukannya adalah karena saya memikirkan modal yang harus saya keluaran untuk menerbitkan buku tersebut. Akibatnya, keputusan saya selalu tertunda karena saya tidak membuat keputusan berdasarkan apa yang ingin saya capai, yakni menulis dan menerbitkan buku. Spencer mengatakan, ada dua jenis orang, yaitu seseorang yang melakukan tindakan berdasarkan apa yang ingin ia dapatkan, dan seseorang yang memutuskan sesuatu berdasarkan apa yang akan mereka lepaskan. Kalau saya termasuk tipe yang pertama, maka saya akan segera menerbitkan buku tersebut sendiri dan meraih kesuksesan kebih dari apa yang ada dalam bayangan saya. Jika Anda masih bingung, maka dalam setiap resiko yang akan diambil, terdapat kemungkinan perolehan dan juga kemungkinan pengeluaran (sesuatu yang harus dilepas). Ada orang yang orientasinya pada hasil (result), tapi ada yang pada biaya (cost). Kalau kita fokus pada sesuatu yang dilepas, seringkali akibatnya kita membatalkan rencana atau tindakan kita. Dengan kata lain, kita mesti siap dengan resikonya, demi perolehan yang akan didapat, jangan terpaku pada kemungkinan yang akan kita lepas.
Kita sema mengalami semacam suntikan adrenalin yang membuat diri kita tidak enak, cemas dan tegang, ketika kita membuat atau berpikir bahwa kita melakukan kesalahan. Semua orang sukses mempunyai seni menguasai keadaan dari pekerjaan yang mereka tangani. Kemampuan fokus ini akan membuat mereka berani mengeluarkan pendapat dalam sebuah diskusi, memahami pemikiran yang sedang dibicarakan, dan mampu membangun pembicaraan yang menarik. Kalaupun kita mengalami ketegangan atau keraguan sebelum memulai usaha, sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa tubuh kita sehat serta merupakan tanda bahwa tubuh kita siap bekerja. Yang ingin ditekankan Spencer justru adalah, jangan menunda pekerjaan. Setegang apapun itu, kalau Anda merasa bahwa itu bisa dilalui, lakukanlah. Jika hidup kita terlalu banyak menunda pekerjaan, maka ketika hari yang baik datang, Anda tidak akan bisa memanfaatkannya dengan baik.
Namun jangan sekali-kali melangkahkan kaki ketika kita masih bingung. Walau ego kita kadang mendorong untuk nekad, terbayang bakal dapat untung banyak, sebaiknya jangan melakukannya. Terlebih ketika mental kita sedang menurun, tariklah diri, jangan mengambil resiko apa pun dan jangan lakukan apapun. Oleh karena itu, kalau kita bicara calculated risk taking, sebenarnya ini bukan masalah hitung-hitungan angka, tapi lebih pada kesiapan diri. Seperti contoh, Anda bisa melompat sejauh katakanlah dua meter dengan merasa yakin. Namun jika jarak yang sama, yakni dua meter, tetapi di antaranya merupakan sebuah jurang yang sangat dalam, apakah Anda berani melakukannya? Kalau berani maka lakukanlah. Kalau ragu, jangan. Ini kuncinya. Itu sebabnya kesehatan menjadi penting. Seperti kata pepatah, men sana en corpore sano, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Spencer mengingatkan, kombinasi antara resiko dan keras kepala akan berakhir pada kegagalan. Seseorang boleh saja keras kepala namun tetap ada batasannya. Keras kepala dibutuhkan ketika berada dalam kondisi krisis yang memaksa seseorang untuk bertahan hidup. Namun keras kepala bukan bentuk motivasi yang diperkenankan dalam jangan waktu yang lama. Satu hal lagi, jangan pernah mengambil resiko ketika motivasi Anda berasal dari keinginan yang menggebu-gebu. Terkadang saat terbawa suasana atau melihat sukses orang lain, kita begitu menggebu-gebu untuk ikut mengambil resiko. Gunakan insting Anda, pikirkan dengan tenang dan ambil keputusan segera. Ambil resiko itu jika sanggup, atau jika tidak maka lupakan dan cari peluang lain.
Ada lima hal yang ingin saya garis bawahi dari bab dua ini, yaitu:
- Resiko terbesar dalam hidup adalah ketika Anda tidak melakukan apapun.
- Selalu mulai setiap tindakan Anda dengan harapan untuk menjadi sukses.
- Hindari resiko jika intuisi Anda mengatakan tidak dan jangan keras kepala.
- Ambillah keputusan yang sesuai dengan apa yang ingin Anda capai, bukan apa yang ingin Anda lepaskan.
- Ketika hari yang buruk menghampiri Anda, jangan memaksakan diri untuk mempertahankan sesuatu.
(bersambung)