12 Mei 2013
Mau sukses? Ambil resiko! (1/6)
Oleh: Nur Agustinus
Seperti biasa, untuk mengisi waktu perjalanan, saya membawa sebuah buku. Kali ini buku yang saya ambil dari rak buku berjudul "Always On Top: Prinsip-prinsip mengagumkan agar selalu bahagia di segala aspek kehidupan Anda." Judul asli buku ini dalam bahasa Inggris adalah "Turn It Up!: How to Perform at Your Highest Level for a Lifetime" ditulis oleh Dr. Jeffrey Spencer. Semula saya mengira buku ini biasa-biasa saja seperti kebanyakan buku-buku tentang bagaimana menjadi bahagia. Namun ketika memulai membaca pendahuluannya, saya menemukan banyak hal menarik. Langsung saya ambil bolpoin dan membuat coret-coret di buku, menggaris bawahi kalimat yang menurut saya penting. Perjalanan di atas bus yang bergoyang membuat garis yang saya buat tidak bisa rapi, tapi kalau tidak begitu, nanti saya lupa bagian mana yang penting tadi.
Di awal pendahuluan yang berjudul "Kita Semua Lahir sebagai Pemenang", ada sebuah gambar satu halaman dengan sebuah kutipan dari Gustave Flaubert, yaitu "Sukses, sejauh yang saya ketahui, adalah sebuah hasil, bukan sebuah tujuan" . Saya lantas merenung, sering kalau saya bertanya ke mahasiswa saya, "Apa cita-citamu?" Sebagian besar dari mereka akan menjawab, "Menjadi orang sukses." Apa itu sukses? Saya jadi berpikir, barangkali salah kalau kita ingin punya tujuan menjadi sukses. Kalau sukses adalah hasil, dan bukan tujuan, maka mestinya kita harus punya tujuan yang jelas. Kalau kita mencapai tujuan itu, maka hasilnya adalah kita akan sukses. Sukses bukanlah tujuan, orang harus paham akan hal ini.
Membaca halaman berikutnya, Jeffrey, penulis buku ini mengemukakan bahwa kesuksesan sejati akan menghasilkan keberkahan, rasa aman, optimis dan menjadikan orang suka menolong sesama. Menurutnya, semua rasa itu merupakan tanda yang menyertai sebuah kesuksesan. Ini membuat saya makin tertarik membaca buku ini. Banyak orang yang saya temui, yang masih merasa harus mengejar kesuksesan, hidup dalam ketidakpastian dan ragu akan masa depan. Karena saat ini aktivitas saya banyak dalam pendidikan entrepreneurship, saya jadi berpikir, mindset entrepreneurship itu bagaimana bisa ada kalau orang itu sendiri belum merasa sukses? Ini menjadi sebuah paradoks, untuk berentrepreneur, seseorang harus yakin akan kemampuan diri dan optimis menghadapi masa depan. Tapi di sisi lain, mereka yang belum merasa sukses, ketika diajak berpola pikir entrepreneur, dirinya sendiri masih ragu. Akibatnya, biasanya di dalam seminar-seminar motivasi dan kewirausahaan, orang dengan mudah terbawa suasana seminar sehingga bangkit semangat dan keinginannya untuk menjadi entrepreneur, tapi setelah beberapa hari, rasa ragu kembali menyelimuti diri. Bahkan banyak yang kemudian apatis dan tidak percaya lagi dengan seminar motivasi atau pendidikan kewirausahaan. Ini tidak mengherankan, sebab dari apa yang dikemukakan Dr. Spencer, orang yang belum sukses memang memiliki banyak keraguan dalam diri. Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Maka sebuah pertanyaan umum adalah "Apa yang diperlukan untuk menjadi lebih sukses?" Ya, ini adalah pertanyaan yang sering diajukan. Hanya saja, orang sering ingin mendapatkan solusi instan yang cespleng. Menemukan jawaban pertanyaan seperti itu, Spencer mengemukakan bahwa ini membedakan antara siapa 'yang bisa menjadi sesuatu' dengan siapa 'yang tidak menjadi sesuatu'. Kabar baiknya, kita dapat menemukan dan menggali sistem sukses diri sendiri melalui mengembangkan bakat, pikiran dan pengetahuan yang nantinya akan menjadi infrastruktur untuk menciptakan kesuksesan. Jadi, kita memang dianjurkan untuk meluangkan waktu dan tenaga untuk menciptakannya, dan ini yang membedakan antara orang yang sukses dengan yang tidak.
Banyak orang ketika ditanya tentang hidupnya, sudah merasa puas. Meski kebanyakan orang menginginkan kehidupan yang sederhana dan berpikir bahwa kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang mereka inginkan, menurut Spencer sebenarnya tidak begitu. Saya menggaris bawahi sebuah kalimat di halaman 8, "Orang yang paling bahagia adalah orang yang selalu mengejar tujuan mereka secara berkala dan menciptakan tantangan pada diri mereka secara bertahap." Jadi, orang yang ingin bahagia dan sukses tidak akan merasa nyaman jika hidupnya hanya itu-itu saja. Mereka tidak akan lepas dari fokus mereka untuk terus maju mengejar impian yang lebih baik.
Kabar baiknya juga, kita semua memiliki bekal yang sama dengan manusia yang lain untuk mencapai keusuksesan. Rahasianya untuk mendapatkan gairah, produktivitas, kegunaan dan hidup yang bahagia adalah mengetahui dan memastikan bakat apa yang bisa membuat kita mencapai produktivitas yang tiggi, sehingga kita dimungkinkan untuk memikirkan dan menggunakan usaha kita untuk mencapai tujuan. Kalimat ini menurut saya penting, sebab kita seringkali hanya ikut-ikutan saja, tidak fokus pada potensi yang kita memiliki, lebih fokus pada kelemahan kita, padahal kalau kita tahu apa yang menjadi kekuatan kita dan menggunakannya secara optimal, maka hasilnya akan sungguh luar biasa. Namun, Spencer mengingatkan bahwa orang sukses tahu bahwa bakat saja tidak cukup. Yang jauh lebih utama adalah memfokuskan waktu dan usaha untuk mengembangkan ketrampilan untuk mewujudkan aspirasi serta menempatkan diri dalam sebuah rencana yang baik.
Apakah semudah itu? Coba tanyakan kepada orang sukses, kebanyakan dari mereka akan mengatakan bahwa hambatan terbesar dan paling sulit untuk dihadapi adalah hambatan yang ada pada pikiran sendiri. Saking kuatnya hambatan ini, beberapa orang bahkan memilih untuk menyerah atau bahkan tak berani bermimpi sama sekali untuk masa depan yang lebih baik. Akan tetapi, bagi mereka yang berhasil mengatasinya -- dan kitapun pasti juga bisa melakukannya -- secara bertahap dengan menempa mental, fisik dan bakat, akan bisa mulai melakukan transformasi hidup menajdi sebuah dinamo kesuksesan yang kuat sepanjang hayat.
Spencer menegaskan bahwa takdir kita tidak terletak pada gen atau keadaan yang ada di sekitar kita, namun masa depan kita tergantung dari apa yang kita kerjakan. Kunci sukses adalah mengembangkan dan melaksanakan rencana yang matang dengan konsistensi sesuai dengan bakat, waktu dan keuangan. Sukses adalah sesuatu yang bisa dipelajari siapa saja. Sukses merupakan level alami dalam hidup, namun ada aturan-aturan yang perlu diikuti.
Membaca buku yang mengasyikan ini di bus memang tidak bisa cepat, apalagi disertai dengan berbicang dengan teman di sebelah serta melihat pemandangan yang indah, dan terlebih lagi saya juga ingin membuat catatan-catatan yang penting di buku ini. Bagian pendahuluan lewat sudah, saya membuka lembar berikutnya yakni Bab 1 dengan judul "Mengapa Sukses itu Penting?" Ada gambar sebuah pemandangan dengan tulisan kutipan dari David McCullough: "Sukses yang sebenarnya ditemukan dalam pekerjaan yang Anda sukai." Kembali saya merenung, ya ini benar sekali. Saya tidak akan pernah merasa sukses jika saya melakukan hal yang saya tidak sukai meski saya berhasil mentuntaskan pekerjaan tersebut. Jadi kalau kita selama ini sudah bekerja dan sejauh ini lancar tapi masih merasa belum sukses, barangkali memang karena kita berada di dalam pekerjaan yang tidak kita sukai. Kita mengerjakan hanya untuk mencari nafkah, sebagian untuk bertahan hidup, sebagian lagi untuk memenuhi keinginannya yang beraneka ragam.
(bersambung)
Popular Posts
-
Hari Kamis, 23 September 2010, saya mengikuti kuliah filsafat yang disampaikan oleh Romo Adrian Adiredjo, OP. Kuliah filsafatnya meng...
-
Oleh: Nur Agustinus Pasti kita sudah sering melihat, sebuah perusahaan didirikan tapi tidak bertahan lama. Ada yang bangkrut, ada yang ...
-
Saat ini banyak yang membahas soal BMC, Business Model Canvas. Bentuk dari BMC memang macam-macam, bamun karena namanya canvas, secara pr...
-
Hospitality marketing adalah pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dalam industri/bisnis yang berhubungan dengan hospitality, seperti peng...
-
Orang biasanya berkata bahwa seorang entrepreneur itu harus pandai menemukan peluang. Tapi sesungguhnya hal yang lebih baik kalau kita bis...
-
Salah satu kegiatan utama seorang entrepreneur adalah jualan (selling). Nah, menjual produk atau jasa, tidak boleh mengabaikan apa ya...
-
Oleh: Nur Agustinus Waktu adalah uang. Begitu nampaknya kapitalisme telah membuat mindset para pelaku ekonomi benar-benar menjadi homo...
-
Bersama Profesor Saras D. Sarasvathy Banyak orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang ingin. Namun ketik...
-
Saya dulu ikut ISPSI (Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia) yang sekarang menjadi HIMPSI. Saya jadi anggota dan saya ikut beberapa pertemuanny...
-
Waktu masih SD dulu (sekitar tahun 70an) ada buku seri terbitan Gramedia yang namanya "Ceritera dari Lima Benua". Salah s...