22 Apr 2009

Psikologi Kasta

Saya mau sharing sedikit hasil bincang-bincang saya dengan seorang notaris yang berasal dari Bali, jadi asumsi saya, dia beragama Hindu karena dia banyak ngomongin soal kasta.

Ceritanya begini...

Ketika saya datang ke tempatnya, dia sedang menerima telepon. Rupanya telepon yang cukup serius sehingga ketika selesai telepon dan dia menerima saya, saya jadi tempat katarsisnya.

Dia mengeluhkan banyak negara kita ini memiliki seperangkat hukum yang tidak bisa dijalankan dengan baik. Mengenai hal ini, sepertinya tidak akan ada yang heran. Namun yang menarik adalah analisanya tentang kasta. Kasta dalam persepsinya bukan merupakan sesuatu yang diwariskan namun sesuatu yang telah diberikan kepada orang tersebut untuk diemban sebagai tanggung jawabnya dalam kehidupan yang dijalaninya sekarang.

Dia mengatakan bahwa seorang pemimpin haruslah seorang ksatria. arti dari ksatria ini, bukan orang yang berjiwa gentlemen, tapi memang punya kasta kstaria. Sayangnya, negara ini dipimpin oleh orang-orang dari kasta waisya (menurut wikipedia, waisya adalah para pedagang, petani, tukang dan sebagainya). Bahkan ada juga dari kasta sudra (golongan pekerja kasar, rakyat jelata).
http://id.wikipedia.org/wiki/Kasta

Hal ini menurutnya akan membuat kacau. Tak heran kalau orang yang biasanya berdagang, ketika dia memimpin negara atau pemerintahan, dia juga akan "berdagang". Demikian juga, seorang dari kasta brahmana (para pandita dan rohaniawan) juga tidak sesuai untuk menjadi seorang pejabat pemerintahan. Lebih buruk lagi, kalaupun ada menteri agama yang seandainya dipegang oleh kaum waisya. Itu nggak cocok dan bisa menyebabkan urusan agama "diperdagangkan".

Saya kemudian jadi ingat bahwa di psikologi memang ada kebiasaan melakukan tipologi. Namun tipologi berdasarkan kasta jelas dihindari karena tidak ilmiah. Dalam anggapan kita, seseorang memiliki kasta tertentu adalah karena keturunan. Sebenarnya ini tidak benar. Kalau bicara sejarah, seperti Sidharta Gautama, adalah orang yang lintas kasta, artinya, dulunya dia kasta ksatria kemudian menjadi kasta brahmana.

Lalu saya ingat tipologinya human value dari E. Spranger bahwa ada 6 tipe nilai yangdianut manusia, yakni:
1. Manusia ekonomi
2. Manusia politik
3. Manusia agama
4. Manusia pengetahuan
5. Manusia seni
6. Manusia sosial

Tipologi atau penggolongan ini sebenarnya mirip pembagian dalam kasta juga. Setidaknya tipe ekonomi mirip dengan waisya, tipe agama adalah brahmana dan tipe politik adalah kstaria.

Saya kemudian ingat pameo: "The right people in the right place." Ini bukan cuma posisi akuntansi harus diisi oleh orang akunting saja, tapi posisi itu haruslah dari tipe manusia ekonomi atau sudra. Bisa berantakan kalau orang di bidang keuangan ternyata adalah manusia sosial. Di indonesia, yang terjadi juga sama. Beberapa pejabat di pemerintahan kita saat ini adalah pengusaha, orang ekonomi, alias dari kaum waisya. Bagaimana bisa? Yah, itulah wajah bangsa negeri ini. Spranger mungkin bisa bingung karena di indo bisa saja manusia ekonomi merangkap manusia politik sekaligus manusia sosial. Atau manusia agama yang menyebrang jadi manusia politik serta ekonomi? Seru deh pokoknya jadi harap maklum saja.

(nur agustinus - 23 Juli 2006)

Popular Posts