Pages

18 Jun 2013

Berpikir efektual agar sukses berbisnis



Bersama Profesor Saras D. Sarasvathy
Banyak orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang ingin. Namun ketika ditanya lagi, ingin buka usaha apa? Nah ini baru bingung menjawabnya. Atau sekenanya menjawab, misalnya ingin buka toko baju, toko mainan, rumah makan dan lainnya. Tapi sebenarnya dalam hatinya masih tanda tanya besar, usaha apa yang menguntungkan dan bakal dilakukannya. Hal ini yang menyebabkan seringkali keingingan itu hanya sebatas rencana yang tidak pernah berhasil dijalankan.

Jika Anda mengalami seperti ini, Anda tidak sendiri. Banyak orang yang sulit melangkah menjadi entrepreneur karena bingung memilih bisnis yang hendak dilakukan. Bukan bingung karena banyak pilihan, tetapi lebih pada keraguan. Ya, yang dipertaruhkan memang banyak. Apalagi kalau kita salah menggunakan pola pikirnya. Hah? Pola pikir apa? Bukankah kita sudah banyak belajar bagaimana seorang entrepreneur itu berpikir? Ya, tapi berpikir saja tidak cukup, kita mesti tahu bagaimana bertindak dengan benar.

Saya beruntung pernah belajar dengan profesor Saras Sarasvathy, saat Roundtable on Entrepreneur Education: REE ASIA 2012, di Bangkok. Berikutnya setelah mempelajari buku-bukunya, Profesor Saras Sarasvathy datang ke Kampus Universitas Ciputra dan memberi workshop selama 3 hari. Saya banyak belajar tentang bagaimana pola pikir entrepreneur. Yang membedakan antara mereka yang berhasil dengan tidak adalah cara berpikirnya yang oleh Saras disebut sebagai cara berpikir efektual. Apa itu?

Berpikir efektual adalah kebalikan dari berpikir kausal. Berpikir kausal itu berarti kita menentukan tujuan lebih dahulu. Misalnya, saya ingin buka toko baju. Maka untuk buka baju saya harus menyiapkan modal ini itu, tempat, mencari supplier, mencari pelanggan dan sebagainya. Sebaliknya, berpikir efektual itu melihat siapa diri kita, apa yang bisa kita lakukan dan siapa yang kita kenal. Dari sana, kita kemudian bisa membuka usaha apa. Jadi bukan tujuannya yang ditentukan, namun dari diri kita bisa apa.

Untuk bisa berpikir secara efektual, Saras Sarasvathy mengemukakan ada lima prinsip yang harus dipegang. Pertama adalah prinsip yang namanya “bird in hand”, artinya apa yang ada di diri kita, siapa diri kita, hal apa saja yang bisa kita lakukan dengan baiks erta siapa saja yang kita kenal. Nah, yang sering menjadi masalah adalah, kita tidak tahu siapa diri kita, mungkin karena kurang percaya diri kemudian merasa tidak bisa apa-apa dan karena kurang pergaulan, juga membuat diri tidak punya banyak relasi atau kenalan.

Memang benar, inilah hambatan utama seseorang untuk melangkah menjadi seorang entrepreneur. Menemukenali diri ini sangat penting. Beberapa pelatihan entrepreneurship yang sifatnya praktis, seperti mengajar memasak, menjahit, atau lainnya, adalah membekali diri untuk menambah apa yang bisa kita lakukan. Tapi itu saja tidak cukup. Dalam proses menunggu menjadi entrepreneur, sangat baik jika Anda menambah relasi, koneksi dan pertemanan. Semakin luas jaring sosial yang Anda punya, ini merupakan bekal yang baik untuk masa depan Anda. Ingat, modal utama seorang entrepreneur itu bukan uang atau barang melainkan dirinya sendiri. Kalau Anda tidak mengenal betul diri Anda, Anda akan tersesat dalam perjalanan Anda untuk menjadi entrepreneur.

Nah, memasuki dunia bisnis itu sama seperti masuk hutan rimba. Atau perumpamaan lain, kalau selama ini kita berada di kolam, maka kita kini harus siap masuk ke lautan luas. Di sana keadaan serba tidak pasti. Berbeda kalau di kolam atau di kandang, mendapat makanan rutin tiap hari, seperti seorang pegawai yang mendapat gaji tiap bulan, keluar dari kolam atau kandang, kita hidup dengan mencari makan sendiri. Hidup menjadi serba tidak pasti. Bisa mendapat makanan banyak di luar sana, tapi bisa juga tidak. Ketidakpastian inilah yang sering membuat ragu. Saras Sarasvathy mengemukakan bahwa untuk mengatasi hal ini, ada prinsip-prinsip yang harus dipegang.

Prinsip berikutnya sebelum memulai bisnis adalah Anda harus berpikir dengan prinsip yang namanya affordable loss. Artinya, setiap Anda mau berbisnis, pasti ada waktu, tenaga, pikiran dan modal yang terpakai atau terbuang. Nah, apa yang Anda lakukan, tentu tidak ada jaminan bakal berhasil. Kemungkinan untuk gagal pasti ada. Lalu, apakah Anda siap jika gagal? Semisal, Anda diajak kerja sama oleh teman untuk berbisnis dan perlu modal Rp 100 juta. Ini adalah uang yang telah Anda kumpulkan selama lima tahun bekerja. Janji keuntungan juga bagus sehingga Anda tertarik untuk ikut. Namun, meski diberi bayangan keuntungan besar, ingatlah bahwa kegagalan juga bisa terjadi. Tak ada bisnis yang benar-benar bebas resiko. Jadi, kalau misalnya uang Anda yang Rp 100 juta itu terbang melayang, menguap bersama angin, apakah Anda siap secara mental? Jika ya, lakukan, jika tidak maka jangan dilanjutkan. Mengapa? Kalau Anda siap, maka Anda bisa bangkit lagi meski gagal. Kalau Anda tidak siap namun memaksakan diri, jika seandainya gagal, Anda pasti akan trauma, atau bahkan tidak bisa bangkit lagi. Affordable loss atau kerugian yang masih bisa ditoleransi adalah kunci bagaimana orang bisa jatuh 10 kali bangkit 11 kali.

Prinsip-prinsip ini membantu pengusaha mengambil keputusan dalam lingkungan yang serba tidak pasti. Saat berhadapan dengan ketidakpastian, pengusaha harus tetap fleksibel dalam cara mereka berpikir dan tindakan yang mereka ambil. 

Prinsip ketiga adalah prinsip limun (lemonade). Apa itu? Pepatah di Amerika mengatakan, jika hidup Anda terasa kecut (seperti buah lemon), maka buatlah menjadi manis seperti limun (lemonade). Hidup memang tidak selamanya menyenangkan. Bisnis juga tidak selamanya mulus. Kadang kita menghadapat halangan dan masalah. Entrepreneur harus bisa berpikir optimis sehingga bisa mengubah masalah menjadi peluang. Orang pesimis melihat kesulitan dalam peluang, sebaliknya orang optimis melihat peluang dalam kesulitan. Jika Anda saat ini adalah orang yang peragu atau optimis, Anda mesti ubah itu, atau setidaknya, punyalah partner bisnis yang bisa membuat Anda optimis. Partner terdekat adalah keluarga Anda. Kalau Anda masih berpeluang mencari pasangan hidup, pilihlah yang sikapnya optimis, yang bisa membuat hidup Anda bergairah dan yakin menapak masa depan.

Nah, itu saja ternyata tidak cukup. Menurut Saras Sarasvathy, ada prinsip keempat yang tak kalah pentingnya yakni crazy quilt. Apa itu? Anda pernah melihat selimut yang terbuat dari kain perca? Kalau kita punya hobby menjahit, maka biasanya banyak sekali potongan kain sisa. Nah, kain sisa ini bisa disambung-sambung sehingga menjadi sebuah selimut yang cantik. Jika Anda mau menjadi entrepreneur yang sukses, jadilah “penjahit” yang bisa membuat selimut dari kain perca ini. Apa maksudnya dan bagaimana caranya? Artinya, jalinlah relasi dengan banyak orang, buatlah diri Anda bsia diterima di semua kalangan. Untuk itu jaga baik-baik karakter dan track record (rekam jejak) Anda. Jaga kepercayaan orang kepada Anda dan berprestasilah yang baik. Maka akan banyak orang yang mau berhubungan dengan Anda. Nah, sebagai entrepreneur, Anda mesti bisa merangkai dengan para relasi ini untuk bisa saling menguntungkan. Percuma Anda punya kenalan ribuan di Facebook kalau Anda tidak bisa menjalin kerja sama yang menghasilkan keuntungan bersama. Percuma juga mempunyai sejumlah kartu nama dari orang-orang top, tapi hanya menjadi hiasan di buku kartu nama Anda. Binalah kerja sama, mintalah komitmen mereka agar mau bersama dengan Anda meraih sukses. Ini adalah modal sosial yang sangat penting. Anda harus aktif menjalin hubungan.

Prinsip yang terakhir menurut Saras Sarasvathy adalah Pilot in the plane. Maksudnya, Anda adalah pilotnya, jadi Anda yang menentukan hidup Anda. Bukannya Anda ditentukan oleh keadaan, melainkan Andalah yang menentukan masa depan Anda sendiri. Memang ini bisa tidak sejalan dengan budaya kita yang sering kali diajarkan harus nrima, pasrah, tidak neko-neko atau hidup dengan mengikuti aliran air… just follow the flow. Namun, bagaimana kalau hal itu justru menjadi penghambat kita? Bagaimana bila ternyata aliran yang kita ikuti itu salah?

Intinya dalam prinsip yang terakhir ini adalah, apakah Anda mau mengontrol masa depan Anda atau meramalkannya? Saras mengatakan bahwa masa depan itu tidak pasti, percuma kita meramalkannya. Kalau kita meramalkannya, kita cenderung merencanakan sesuai dengan apa yang kita perkirakan. Tapi kadang hidup tidak seperti yang dibayangkan. Kita sudah merencanakan akan menikah dengan si A, tapi ternyata dalam perjalanan hubungan tersebut kandas. Jadi, kuncinya adalah kemampuan kita mengontrolnya, sebab kita adalah pilot dalam pesawat yang kita terbangkan. Peter Drucker juga mengatakan, "The best way to predict your future is to create it" Cara terbaik memperkirakan masa depan Anda adalah menciptakannya. Kita harus bisa menjadi pengendali atas hidup kita sendiri.

Anda harus punya mimpi. Jangan takut bermimpi sebab kalau kita mimpi saja tidak bisa, bagaimana akan dapat terwujud? Jika Anda punya mimpi, maka lakukan sesuatu agar mimpi itu terwujud. Jika Anda masih ragu, ingatlah akan prinsip-prinsip ini dan berpikirnya secara efektual. Teori dari Saras Sarasvathy ini menurut saya sungguh hebat, sangat memberi semangat dan keyakinan untuk melangkah membangun bisnis. Ingatlah, “If you don’t build your dream, someone will hire you to help you build theirs.” Jika Anda tidak membangun mimpi Anda, maka Anda akan bekerja untuk membangun mimpi orang lain. Membangun mimpi orang lain memang enak, tidak ada resiko, dapat gaji setiap bulan. Tapi apakah ini yang memang Anda inginkan? Hidup di kolam atau sangkar emas? Atau Anda ingin menjadi seperti hiu lautan, elang perkasa yang terbang di langit luas? Masa depan Anda, yang menentukan adalah diri Anda sendiri. Kalau Anda menyerah, maka hidup Anda akan ditentukan orang lain. Maka, buatlah Anda untuk sungguh-sungguh ingin menjadi seseorang yang bisa menentukan masa depan Anda sendiri.

Salam entrepreneur!