Salah
satu ukuran penting dalam bisnis adalah BEP (baca: be - e - pe). Apa
itu BEP? BEP adalah singkatan dari Break Even Point. Dalam ilmu
ekonomi, terutama akuntansi biaya, titik impas (break even point) adalah
sebuah titik dimana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah
seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan. Namun, kalau
saya tanya ke beberapa orang, ternyata belum semua paham tentang BEP ini
bahkan keliru mengartikannya.
Ketika saya bertanya kepada
beberapa orang, “apa itu BEP?” Kebanyakan menjawab dengan, “Balik
modal.” Jawaban ini tidak tepat, sebab BEP bukan balik modal melainkan
merupakan titik impas. Lalu, apa bedanya?
Ketika Anda
berbisnis, maka Anda akan menyediakan modal. Misalnya untuk sewa toko,
renovasi bangunan atau membeli perabotan dan lain sebagainya. Balik
modal artinya dari keuntungan pemasukan usaha Anda, seluruh modal yang
telah Anda keluarkan akhirnya bisa kembali. Ini dalam istilah keuangan
disebut return on investment atau disingkat ROI.
Nah, berbeda
dengan BEP, ketika Anda berbisnis, pasti ada biaya operasional. Biaya
operasional ini ada dua macam biaya utama, yakni biaya tetap dan biaya
variabel atau tidak tetap. Mengapa disebut tetap? Karena menghitung
biaya ini dilihat dari segi penjualan usaha. Misalnya katakanlah untuk
bisnis ini Anda harus sewa toko. Per bulannya misalnya tiga ratus ribu
rupiah. Maka kalaupun Anda tidak berhasil menjual barang dagangan Anda,
Anda tetap harus mengeluarkan biaya sewa toko itu. Nah, ini namanya
biaya tetap. Jadi, anggap saja usaha Anda sepi dan tidak ada pendapatan,
tetap ada pengeluaran yang harus dikeluarkan. Ini biaya tetap.
Namun ketika ada proses penjualan atau transaksi, maka ada biaya lain.
Misalnya ketika Anda menjanjikan harus mengirimkan ke pelanggan, atau
hal lain yang harus dilakukan karena adanya transaski itu. Ini adalah
biaya variabel. Semakin banyak order atau penjualan, maka biayanya juga
meningkat. Ini disebut biaya variabel.
Maka, dalam proses
berbisnis ini, biaya operasional Anda adalah biaya tetap ditambah dengan
biaya variabel. Jika Anda masih bingung soal ini, maka saya akan coba
kasih contoh lain.
Kita hidup kan harus makan dan minum. Anggap
saja Anda tidak bekerja, toh pasti akan ada biaya yang keluar. Misalnya
sehari-hari Anda hanya tinggal di rumah saja, tetap ada biaya yang
harus Anda belanjakan untuk keperluan Anda hidup. Ini adalah biaya
tetap. Tapi begitu Anda mau berbuat sesuatu, misalnya mau bekerja
sekalipun, maka ada biaya variabel yang keluar, misalnya untuk naik
angkot atau beli BBM dan lainnya. Setiap kali kita mau pergi, makan ada
biaya juga yang harus dikeluarkan. Ini menjadi biaya variabel. Kalau
Anda tidak pergi, ya tidak keluar biaya apa-apa, tapi toh untuk bisa
hidup maka Anda harus keluar biaya juga. Inilah biaya tetap dan biaya
variabel.
Nah, jika Anda mulai paham apa yang dimaksud dengan
biaya tetap dan biaya variabel, di mana jumlahnya merupakan biaya
operasional, jika dihubungkan dengan aktivitas bisnis kita yakni
penjualan, maka akan ada biaya keluar tiap barang yang kita jual.
Misalnya, saya buka rumah makan. Tak ada penjualan apa-apa, ada biaya
tetap (bayar pegawai, bayar listrik, dan sebagainya), misalnya Rp
100.000,- per hari. Begitu ada penjualan, tiap porsi yang saya jual, ada
biaya yang harus saya keluarkan sebesar Rp 5.000,-. Ini untuk biaya
beli beras, beli daging, bumbu dan lainnya. Nah, jika misalnya saya bisa
menjual 10 porsi, maka ada biaya variabel yang harus saya keluarkan
sebesar Rp 50.000,-. Jadi total biaya saya adalah 150.000,-. Namun
setiap porsi makanan yang saya jual, saya mendapatkan Rp 10.000,- maka,
kalau saya menjual 10 porsi, biaya saya adalah Rp 150.000,- dan
pendapatan saya Rp 100.000,-. Berarti saya belum impas. Untuk bisa impas
atau mencapai titip impas (BEP), maka biaya saya harus sama dengan
pendapatan saya. Nah berapa titik impasnya? Ini memang ada rumusnya
untuk menghitung.
Kalau kita tahu berapa biaya tetap (A) dan
tahu berapa biaya operasioal (B), dan tahu berapa harga jual barang kita
(C), maka rumusnya adalah: A + (B x n) = C x n Maka dari contoh tadi:
Rp 100.000,- + (5000 x n) = 10000 x n 100000 = (10000 x n) – (5000 x n) 100000 = 5000 x n n = 100000 / 5000 maka n = 20.
Jadi kalau Anda berhasil menjual 20 porsi, maka Anda akan mendapatkan
penghasilan Rp 200.000,- dan biaya Anda (tetap + variabel) adalah Rp
100.000,- ditambah Rp 100.000 (ini dari Rp 5000 x 20), maka total
biayanya adalah Rp 200.000,- Jadi ini impas. Anda tidak untung dan tidak
rugi.
Nah, jika Anda bisa menjual lebih dari 20 porsi,
barulah Anda memperoleh untung. Anda bisa hitung kalau misalnya Anda
bisa menjual 30 porsi makanan.
Inilah pentingnya mengetahui
BEP, supaya kita bisa memasang target harus menjual minimal berapa tiap
hari atau bulannya. Anda harus tahu BEP tiap harinya berapa, atau bisa
juga BEP tiap bulannya berapa. Ini bebas Anda tentukan sendiri. Yang
pasti, Anda harus tahu, pada penjualan berapa banyak titik impas itu
terjadi. Dengan demikian, Anda bisa menentukan bahwa bisnis Anda itu
menguntungkan atau tidak.
Apabila ada yang belum jelas, silahkan jika ingin bertanya..