11 Mei 2013

Setiap Orang Butuh Mentor



Kata "mentor" di masa saya sekolah dulu masih belum umum. Dulu lebih kenal dengan istilah guru atau dosen. Mentor bukan seperti guru atau dosen. Memiliki mentor adalah salah satu upaya kita untuk menjamin bahwa usaha yang kita lakukan dapat berjalan sukses. Mentor biasanya adalah seseorang yang lebih berpengalaman, tetapi tidak selalu orang yang lebih tua. Banyak pengusaha sukses menyarankan bagi pemula dalam dunia usaha, agar memiliki mentor.

Saya membaca di sebuah situs, menurut mitologi Yunani, “Mentor” adalah anak dari Alcimus atau Anchialus. Dia adalah sahabat setia dari Odysseus  yang sangat dipercaya untuk membimbing anaknya Telemachus selama berangkat ke perang Trojan. Selama itu Mentor bertugas untuk membina dan mengembangkan sang pangeran ketika ayahnya berjuang di medang perang Trojan. Karena Telemachus kelak akan menjadi penguasa kerajaan menggantikan Odysseus, maka dia harus dipersiapkan dengan baik. Kisah Bhagawadgita adalah juga merupakan mentoring Krishna kepada Arjuna.

Saat ini, kata “mentor” tersebut mengalami perluasan makna dari nama sahabat Odysseus tersebut, sesuai dengan penggunaan katanya. Seperti dalam dunia olahraga, mentor dikenal sebagai “pelatih” dan tidak ada satu atlit pun di dunia ini, termasuk yang professional, yang memasuki arena olimpiade tanpa didampingi oleh mentor. Begitu juga dengan kita yang akan menjadi seorang pengusaha, kita perlu mentor untuk menghadapi “pertempuran” bisnis yang penuh persaingan. Memang, sebenarnya ada beda antara coach dengan mentor, antara sebagai pelatih dan penasihat. Kalau menurut saya, coach mengajarkan bagimana sesuatu dilakukan dengan benar, sementara mentor mememberi saran untuk melakukan hal yang benar. Antara "Do the Right Things, Do the Things Right".

Saya merasa, ketika saya membuka usaha sendiri, saya tidak memiliki mentor. Mungkin ada, tapi saya tidak menyadarinya. Ayah saya waktu itu baru meninggal dunia beberapa bulan sebelumnya. Saya tidak punya mentor secara khusus dan karena saya cenderung introvert, saya juga jarang bertemu dan bertanya kepada orang lain. Belakangan saya sungguh menyayangkan bahwa saya tidak memiliki mentor saat itu. Seandainya ada, saya yakin pasti akan lebih baik lagi dalam mengelola bisnis.

Beberapa bulan lalu, kampus tempat saya mengajar mengundang Inul Daratista. Ia bercerita tentang pengalaman hidupnya serta suka dukanya. Ternyata, dari kisahnya, ada seorang tokoh luar biasa di balik kesuksesannya yang menjadi mentornya, yakni Titiek Puspa. Peran seorang mentor sangat besar sekali dalam mengarahkan gerak langkah seseorang. Dari cerita sederhana itu, saya kemudian menyadari bahwa memiliki mentor itu perlu, bahkan wajib hukumnya.

Menyadari bahwa saya butuh mentor, membuat saya teringat akan teman saya. Dia dulu pernah bekerja di perusahaan saya dan kini menjadi sahabat baik. Ternyata, saya baru sadar bahwa saya adalah mentor bagi dirinya. Ketika dia ada masalah atau ada rencana pindah tempat kerja, dia selalu menelepon saya atau datang berkunjung lalu curhat masalahnya. Lalu saya memberi pendapat sesuai dengan apa yang saya bisa berikan. Saya lantas makin yakin, bahwa tiap orang butuh mentor. Tapi juga sekaligus, tiap orang bisa menjadi mentor bagi orang lain.

Nah, pernah suatu ketika saya ditanya, "Kalau Pak Nur, siapa mentornya?" Kalau pertanyaan ini diajukan lima tahun lalu, saya pasti bingung menjawabnya. Tapi setelah mengetahui apa itu mentor dan esensinya, saya sudah punya jawabannya. Saya tidak tiap hari menemui mentor saya. Bahkan juga boleh dibilang jarang. Mentor saya adalah tukang cukur rambut saya, tempat saya potong rambut dekat pasar tradisional di kawasan krembangan.

Pak Nazir, demikian namanya, adalah pemangkas rambut yang sudah saya kenal sejak saya SMP. Dia telah memotong rambut saya, ayah saya dan juga anak-anak saya. Awalnya saya berpikir bahwa saya suka ke sana karena harganya yang murah. Sampai saat ini, kalau potong di tempatnya tidak sampai sepuluh ribu rupiah. Tapi saya rasa bukan itu alasannya. Saya pernah potong rambut di salon yang harganya puluhan ribu, tapi merasa ada yang kurang. Tempat usaha potongnya pak Nazir ini jauh lebih sederhana, berukuran hanya 2 x 3 meter, hanya kipas angin kecil untuk membuat udara di ruangan tidak panas. Saya sendiri bukan orang yang rajin potong rambut. Hanya ketika sudah panjang dan mulai mengganggu dan panas, saya ke tempatnya untuk memotong rambut.

Adalah menyenangkan ketika potong rambut ke pak Nazir. Dia selalu menanyakan keadaan saya, dan banyak bercerita. Kalau saya bertanya, dia bisa memberi jawaban yang bijaksana. Saya tidak tahu latar belakang pendidikannya, tapi yang pasti bukan sarjana. Pengalaman hidupnya yang saya tahu, dia pernah bekerja untuk seorang bos di perusahaan kayu, selebihnya yang saya ketahui adalah dia memang punya usaha pangkas rambut. Sepertinya, gaya dari marketing dia adalah bercerita dan berkomunikasi.

Ketika saya bertanya kepadanya, barangkali saya juga sudah tahu jawaban yang ingin saya lakukan. Belakangan setelah saya bergabung di sebuah perguruan tinggi, saya banyak berdiskusi dan bertanya kepadanya. Terutama tentang apa yang sebaiknya saya lakukan. Jawaban yang diberikan sering justru di luar dugaan saya dan luar biasa. Seperti misalnya ketika saya tanya, perlukah saya menerima tawaran bekerja sebagai pegawai sementara saya sudah belasan tahun berwirausaha sendiri? Dia menjawab, "Kalau usahamu bisa dijalankan oleh istrimu dan tidak mengalami penurunan, maka terimalah tawaran itu. Tapi kalau menurun, tinggalkan pekerjaanmu dan kembali uruslah usahamu sendiri." Jujur saya tercengang dengan jawaban ini. Sederhana tapi mengena.

Banyak hal, saya juga bertanya kepadanya jika saya mengalami kegalauan dalam bekerja. Dia bisa memberi pandangan yang mencerahkan. Saya pikir salah satu kunci mentor yang baik adalah tidak fokus pada dirinya. Dia tidak pernah mengatakan, "Sama, saya juga begitu...." Hebatnya dia dalam berkomunikasi, dia fokus pada orang yang diajak bicara dan langsung pada solusi cerdas yang membuat saya merasa diperhatikan. Tentu, pak Nazir bukan satu-satunya mentor saya. Ada juga orang-orang lain yang berpengaruh dalam hidup saya, terutama ibu saya tercinta.

Memilih mentor memang harus yang sesuai dengan diri Anda. Kalau salah pilih memang bisa berakibat kurang baik juga. Pilihlah mentor yang memang memiliki pengalaman lapangan dalam mengembangkan bisnis, bukan orang yang memang profesinya sebagai pengajar bisnis. Jadi mentor yang dipilih haruslah yang pernah membuat suatu usaha baru dan mengembangkannya dengan segala jatuh bangunnya. Karena yang paling penting diambil dari seorang mentor itu bukan hanya kesuksesannya tetapi juga pengalamannya di lapangan, bagaimana jatuh bangunnya, bagaimana sikap mentalnya menghadapi kegagalan yang terjadi, yang akan memberikan gambaran kepada kita tentang how to manage your business.

Hari ini, rambut saya sudah panjang kembali, dan saya ingin menemui mentor saya.  :)

Semangat pagi semua.

Surabaya, 18 November 2012
nur agustinus

Popular Posts