22 Apr 2009

Bisnis, antara motivasi dan kompetisi


Umumnya orang mengatakan bahwa dengan mengetahui keinginan masyarakat, seorang pengusaha biasanya baru akan menentukan mau jualan apa di pasar tersebut. Menurut saya ini bisa menjadi bumerang. Sebaiknya usaha diawali dari passion yang dimiliki. Jadi, tentukan mau jualan apa dulu. Pengusaha yang hebat bisa bisnis apa saja dalam kondisi apapun.

Kenapa begitu?

Banyak orang berpendapat, melihat peluang pasar ada yang bagus, maka terjun ke sana. Tapi itu biasanya juga mengikuti falsafah "ada gula ada semut". Sekarang lagi rame apa, orang pada usaha itu. Kadang orang memilih bisnis tertentu karena merasa sedang booming, sementara dia tidak punya keahlian atau pengalaman di bidang itu. Pikirnya, itu bisa dilakukan dengan membayar orang yang ngerti.

Kalau saya agak berbeda. Pertama tentuin dulu kemampuan kita apa. Kelebihan dan kekurangan kita apa. Ini yang namanya analisa SWOT. Kita bisanya terjun di bisnis apa. Katakanlah bekal pendidikan kita adalah sarjana psikologi. Maka kita analisa, kemampuan kita sejauh mana. Kalau kita mau jadi juragan, apakah kita punya sebuah modal yang paling penting, yakni enterpreneurship.

Kalau sudah ditentukan, seandainya mau melakukan bisnis di daerah tertentu, maka lakukan analisa pasar. Lakukan segmentasi, penentuan target pasar dan posisi pasar (positioning). Jika ini dilakukan, maka berarti kemudian kita melakukan apa yang dinamakan marketing mix (bauran pasar). Sebenarnya kalau kita membahas marketing mix itu sudah saya ulas kemarin yaitu yang dikenal dengan 4P. http://en.wikipedia.org/wiki/Marketing_mix

Jika itu sudah dilakukan, baru mulai membuat atau menyusun rencana usaha. Memang hal-hal seperti ini tidak diajarkan di fakultas psikologi.

Penting juga untuk diingat bahwa marketing itu tidak sama dengan jualan. Mengapa orang membeli sebuah produk?

Secara umum ada dua sebab, yaitu dia butuh atau ingin. Kebutuhan dan keinginan ini berbeda. Manusia butuh makan, tapi saya kadang-kadang ingin makan kare kambing. Tapi, mengapa saya harus makan kare kambing Soponyono di Pusat Grosir Surabaya yang parkirnya adzubilah ruwetnya dan mesti naik tangga sampai 5 tingkat (pulang rumah pasti sudah lapar lagi), sementara kare kambing yang lain ada di mana-mana?

Bicara soal kebutuhan, itu ada teori psikologinya. Psikolog lulusan perguruan tinggi pasti kenal dengan teorinya Maslow atau Glasser. Tapi, marketing tidak bermain di ranah kebutuhan manusia, melainkan pada keinginan manusia. Jadi, ini juga tugasnya ahli perilaku manusia, yaitu memotivasi agar tumbuh keinginan untuk menggunakan produk yang kita jual.

Sebelum membuat usaha, kita perlu menentukan terlebih dahulu, kita mau jadi sebesar apa. Sebagai contoh begini. Kalau Anda misalnya mau jadi petinju, apa target yang hendak dicapai? Apakah ingin menjadi juara dunia? Apakah cuma sekedar ikut-ikutan jadi petinju? Dalam dunia bisnis ada 4 tipe perusahaan, yaitu:
1. Pemimpin pasar
2. Penantang
3. Pengikut
4. Pemain ceruk (niche)

Apakah semua perusahaan harus jadi pemimpin pasar? Tidak. Tidak semua orang berambisi menjadi best of the best. Contoh, kalau kita ditanya, siapa pemimpin pasar di bidang otomotif di Indonesia itu? Anda pasti bisa jawab. Lalu, siapa penantangnya? Apa ciri penantang? Penantang adalah perusahaan (atau bos) yang ingin menjadi pemimpin pasar. Ibarat saat ini sudah ada juara dunia, maka penantang adalah orang yang ingin merebut gelar juara dunia itu.

Kalau Mike Tyson jadi juara dunia tinju saat ini, dan Anda terjun dalam kancah pertarungan tinju, apakah Anda ingin melawan Mike Tyson? :-) Belum tentu. Bisa-bisa baru lima detik, kepala Anda sudah menghujam matras pertandingan.

Jadi, pertimbangkan dulu ambisi menjadi pemimpin pasar.

Mengenai pengikut pasar adalah para pemain yang ikut saja apa kata pasar, sementara pemain ceruk adalah pemain di tempat yang aman. Strategi paling jitu di tempat ceruk adalah gerilya.

Memang, ada orang yang ingin menjadi pemimpin pasar dengan mudah, yaitu masuk dan bermain di pasar yang belum ada pemainnya. Maka dia akan serta mereta menjadi pemimpin pasar di sana. Tapi, berhati-hatilah. ada gula ada semut. Anda sukses, banyak orang yang akan ikut meniru. Penantang baru akan muncul. Jika Anda kalah kuat, Anda bisa dilibas dengan sekali pukul.

Strategi seorang pemimpin adalah defence, bertahan. Sementara strategi seorang penantang adalah attack, menyerang. Walau ada juga yang berkata, strategi bertahan yang paling baik adalah menyerang, itu juga tidak salah.

Ada sebuah contoh kasus yang sering saya ceritakan saat saya menjadi dosen dulu, yakni persaingan antara dua media di jawa timur, yakni jawa pos dan surya di tahun 1990-an. Saat itu, Surya berambisi mengalahkan Jawa Pos. Sebagai kelompok Kompas/Gramedia, tentu sudah terbiasa bermain menjadi pemimpin. Melihat sebuah perusahaan yang sifatnya daerah seperti Jawa Pos, tentu orang-orang penting yang ada di sana menganggapnya ini bukan musuh yang patut ditakuti.

Saat itu, Jawa Pos terkenal dengan kekuatan penjaja koran di lampu-lampu setopan (traffic light). Surya berusaha merebut hati para loper koran ini dengan memberi kaos bertuliskan Surya. Namanya diberi, ya harus dipakai. Jadi, nama Surya akan serta merta menghiasi kota Surabaya. Sebuah taktik promosi yang bagus.

Tapi, apa yang dilakukan Jawa Pos? Apakah mereka menyuruh para lopernya mencopot kaos-kaos pemberian Surya itu? Ternyata tidak. Jawa Pos justru membuat rompi yang bertuliskan Jawa Pos. Para loper semakin bergaya dengan menggunakan rompi. Rompi ini sekaligus menutupi kaos Surya sehingga tulisannya tidak lagi kelihatan. Berapa duit yang dikeluarkan Surya untuk membuat kaos itu, hilang lenyap tidak ada manfaatnya.

Itu sekilas cerita persaingan bisnis.

Memang marketer yang baik adalah yang mampu menciptakan pasar. Kita tidak perlu melihat, masyarakat atau pasar ingin apa. Namun, buatlah masyarakat itu ingin atau bahkan butuh produk yang kita buat. Ambil contoh ketika pak Tirta membuat Aqua. Siapa yang pikir bahwa orang akan mau beli air minum dalam botol, yang harganya lebih mahal ketimbang bensin? Tapi ternyata ide itu berjalan. Masyarakat dari yang tidak ingin menjadi butuh, dan kalau tidak minum Aqua (atau sejenisnya) malah merasa sakit perut atau tidak sehat.

Itu semua, pikiran-pikiran gila seperti itu, muncul pada orang-orang yang punya potensi enterpreneurship. Saya tidak tahu, apa hal ini dilahirkan atau muncul dalam proses. Apakah nature atau nurture. Banyak teori atau bahasan soal ini.

Popular Posts